6

4 0 0
                                    


"KAMI BENAR-BENAR GAK TAU PERIHAL MASALAH INI PAK! KAMI MEMANGGIL KALIAN YA TENTU UNTUK MENYELIDIKI!! KENAPA KALIAN MALAH MENUDUH BAHWA INI KELALAIAN KAMI?!!!!" Bu Esca--guru killer sekaligus wali kelas Dwi-- membantah penyataan polisi yang seakan menuduh bagi mereka.

"Kamu bukan menuduh. Hanya sebuah pendapat saja." Perwira polisi itu mencoba untuk menenangkan ibu Esca yang udah siap-siap buat ngebacok para perwira.

"Bu Esca tolong tenang sebentar." Beanis selaku kepala sekolah memerintahkan bu Esca. Untungnya, semua guru disini amat patuh padanya, jadi Bu Esca mau tidak mau harus duduk kembali ke kursinya seraya meneguk habis segelas air putih untuk menenangkan diri.

"Lagi pula, kami benar-benar memerlukan pernyataan dari murid Bernama Dwi ini. Harap wali kelas bekerjasama" perwira itu bersikeras. Memelototkan matanya bu Esca berkata sesarkas mungkin.

"Emang elu sapa mau ketemu murid gue cuih!💢💢"

Perwira itu hanya bisa geleng-geleng kepala sambil mengelap keringat di pelipisnya, menghadapi orang keras kepala lebih susah dari pada menghadapi pembunuh berantai.

"Pak perwira. Kami tau kalian membutuhkan informasi tapi, murid kami juga mengalami syok berat. Saat ini dia masih belum sadar dan di bawa kerumah sakit untuk pemeriksaan, harap di mengerti" Beanis berkata setenang mungkin. Para polisi itu terus mengaruk tengkuk mereka, masalah di Terxius sulit. Selain Dwi, tak ada saksi mata lain. CCTV di ruang OSIS juga rusak. Gak ada sidik jari orang lain selain anggota OSIS dan Dwi disana. Semua anggota OSIS sudah di periksa satu-satu, dan masing-masing mempunyai alibi yang kuat. Mereka tak satu pun yang berada di ruang OSIS atau di sekitar sana pada pukul 09.45- 11.45.

"Pak. Begini saja, gimana kalau kita minta bantuan dia?" Salah satu anggota kepolisian berbisik pada angkatannya. Namun tak ada yang bisa disembunyikan dari guru-guru Terxius.

"Apa yang kalian bisik-bisikkan?! Dia siapa maksud kalian?!" Bu Esca tampaknya masih dendam dengan kepolisian.

Menghela nafas berat, perwira itu berkata. "Ada satu orang yang mungkin bisa bantu mecahin kasus ini... tapi dia...."

Bandara Internasional kota Y

"Hah apa?! Setelah mengirim anak di bawah umur tugas di luar negeri sekarang kalian minta bantuan aku?!! Ngimpi!" Pria itu langsung memutuskan panggilan secara sepihak. Dia lalu melirik jam di ponselnya, sudah terlalu siang. Ia perlu cepat kembali untuk melihat kondisi nenek buyutnya.

"Sialan! Gak ada taxi apa?!" Pria itu berinisiatif meminta bantuan para pengendara tapi tak satu pun yang mau berhenti dan bahkan malah menghindarinya. Sialan, hari ini hari sial baginya.

Saat ini ia baru kembali dari luar negeri cuman buat ketemu nenek buyut kesayangannya, sudah seminggu ia di tugaskan untuk memecahkan kasus di sebuah pulau pribadi milik orang kaya. Dia bahkan mengutuki dirinya sendiri kenapa dia mau saja bekerja di usia dini begini dan malah bepergian mengikuti perintah atasan. Sekarang ia merasakan bagaimana susahnya hidup kalau kabur dari rumah.

Kembali ke sekolah.
       Taman belakang.

"Kita ngumpul disini gak ada yang curiga apa?" Reno bertanya dengan tubuh penuh rumputnya. Ia baru saja berguling-guling di atas matras rerumputan luas yang wanginya menenangkan.

"Aku udah minta kunci tempat ini ke Beanis, jadi kita aman-aman aja" Mutiara memainkan kunci di tangannya.

"Masalah Dwi ini gimana? Kita gak punya kesempatan buat liatin dia di Rumah sakit!" Geram Dimas memukul pohon wisteria disana. Taman belakang Terxius memang indah. Bahkan adalah yang terindah disekolah ini, taman ini cuman di buka di waktu tertuntu dan murid yang memiliki izin khusus saja. Jadi, datang ketaman belakang adalah impian kebanyakan mayoritas siswa di Terxius.

"Oy, kau gak bisa minta kepsek buat ngasih ijin apa?" Rian angkat bicara setelah tidur-tiduran sebentar di bawah pohon wisteria itu.

"Kalau bisa udah dari tadi! Masalahnya, Beanis dan beberapa guru lain lagi di tahan sama polisi-polisi itu! Anggota OSIS juga sih."--Mutiara.

"Truss kita gimana sekarang. Lagian kalau kita disini kelamaan bukannya orang-orang bakal curiga?"--Reno.

"Iya. Makanya, kita harus diskusiin ini sekarang."--Dimas.

"Sebisa mungkin aku mau pulang cepet...." Rian udah terlelap disana.

"Bocah sialan 💢💢 kakaknya dalam masalah dia enak-enakan tidur?? Perlu di goreng ni anak" Dimas mengepalkan tangannya.

"Sabar sabar!! Gak boleh sakitin Rian!" Reno mengembungkan pipinya pertanda marahnya pada Dimas. Tentu itu gak bakal berhasil buat menangis Dimas, tapi karna Dimas pandai mengendalikan emosi dia tenang-tenang dan malah duduk sanderan di batang pohon wisteria itu.

"Tempat ini tenang banget ya..." gumamnya.

"Ho'oh" Reno ikut duduk disamping Dimas.

"Hoy, kalian lupa tujuan awal ngumpul sini_-?"--Mutiara.

"Aku gak punya cara~~"--Dimas

"Sama~~"--Reno

"Ngikut~~"--Rian.

Dasar bocah-Bocah jelmaan setan💢💢 serius dikit ngapa?!

"Huh! Padahal aku mau minta tolong ama kalian buat ngawasin pembunuhnya!"

Tepat setelah Mutiara mengatakan itu. Tiga orang laki-laki yang lagi nyantuy itu langsung bangkit berdiri dari kuburnya.

"SIAPA PEMBUNUHNYA ?!" Teriak mereka bertiga bersamaan.

"Nyantai~~ aku curiga beberapa orang waktu lewat ruang OSIS tadi. Tapi aku butuh kalian buat nyariin bukti. Aku akan kirim siapa aja orang-orang nanti, untuk sekarang aku mau jenguk Dwi. Dan kalian! Bantu aku cari alasan kalau wali kelas aku nyariin. Dah bye!" Sekejap tubuh Mutiara hilang. Dia benar-benar lenyap.

"MUTIARA SIALAN!!!!!!!!!" Teriak mereka bertiga bersamaan. Teleportasi, kemampuan unik milik Mutiara, dan kemampuan ini yang paling bikin orang kesel. Dia bisa pergi dan muncul sesuka hati, asalkan dia tau atau pernah liat tempat itu aja dia udah bisa nyampe disana kurang dari satu detik. Bikin ngiri banget gak sih?!

"Huh! Sekarang kita gimana?" Tanya Dimas yang udah mulai garuk-garuk tengkuk lagi.

Rian cuman mengangkat bahunya acuh acuh aja.

"Kita urus dulu ijinnya. Habis itu aku ngerasain hal baik hari ini , kita bakal.... pulang cepat" Rian berjalan duluan mendahului Reno dan Dimas meninggalkan taman belakang. Reno Dimas cuman ngikut-ngikut aja. Toh mereka emang lagi gak punya kerjaan juga. Pulang cepet? Ya bagus! Mereka bisa maen PS ntar.

Kelas XI-6

"Rian, Reno, kalian habis dari mana aja? Kami khawatir lho, kalau-kalau pembunuhnya masih ada disekolah!" Siswi-siswi kelas mereka datang menghampiri dua idol baru di kelas XI-6 itu.

"Kami? Dari toilet" ucap Reno semanis mungkin. Tiba-tiba pikiran aneh muncul serentak di pikiran siswi-siswi. OMG jangan tanya apa yang mereka pikirin.

"Wali kelas belum dateng?? Hah~~ padahal aku mau jajan es krim~~" Reni mengeluarkan puppy eyes nya.

"Kyaaaaaaaaa kalau mau kami beliin sekarang!!!!!!!" Teriak para siswi.

"Eh? Tapi bukannya kita gak boleh keluar ya?? ~~"Reno masih dengan puppy eyes nya.

"Apa sih yang gak buat Reno❤️"--para siswi.

Berisik-_-! Mau tidur aja susah!--Rian

Rahasia Lima Saudara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang