8

569 66 8
                                    

Abaikan typo!
And happy reading✨

I trust you✧
.
.
.

Hatinya masih sama. Terasa sakit dan juga terkhianati. Setidaknya jimin mengatakan sesuatu tetapi sudah semenjak kejadian itu-5 hari yang lalu- ia tak pernah berinteraksi ataupun melakukan kontak mata barang sekali pun.

Hari yang biasa ia-jeongyeon- tunggu-tunggu kini terasa percuma, hampa, menyedihkan.

Berharap, meski sedikit kemungkinannya, ia tetap berharap akan mendapatkan akhir yang bahagia...

Tapi..

Akhir yang bahagia? What a bullshit.
Tidak selamanya sesuatu berakhir dengan bahagia. Kau pikir ini cerita dongeng sempurna imajinasi mu!? Hidup bahagia selamanya... Hal yang jeongyeon impikan. Ia iri dengan karakter-karakter dongeng yang berakhir dengan cerita yang bahagia.

Jika dipikir-pikir, seseorang mendapatkan akhir yang bahagia dan seseorang yang lainnya pasti mendapatkan hal yang sebaliknya. Kang seulgi.. akhir yang bahagia.. yoo jeongyeon, sebaliknya.

"Kau benar-benar ular! Tidak tahu malu! Kau memaksa jimin kami berpacaran dengan mu!!"

Caci-maki lah yang didapatkan untuk peran seperti jeongyeon didalam cerita cinta kedua insan itu-jimin,seulgi-. Menyedihkan.

"Berani mengelak?! Hah?! Berani menipu kami seakan-akan kami akan percaya padamu?? Hahahaha asal kau tahu saja, park jimin sendiri yang memberitahu kami semua."

Apa artinya semua ini? Apa semua hal-hal manis dan romantis yang mereka lakukan sudah kandas? Ah tidak, itu memang tidak berarti dari awal. Itu memang tidak ada.

Duduk dilantai yang dingin dan juga kotor, ditatap dengan pandangan jijik dan remeh oleh orang-orang. Tak apa, ini sudah biasa. Sendiri.. akhirnya aku sendiri lagi.. ah benar, sendiri itu lebih baik.

Berjalan dengan tertatih, menyusuri lorong yang kosong. Memikirkan semua mimpi-mimpi indah yang pernah jimin berikan padanya.

Tatapannya yang lembut, sentuhan dan pelukannya yang hangat, kecupan yang selalu berhasil membuat dirinya merona, berpegangan tangan dibawah meja setiap jam pelajaran.. masih banyak hal manis yang berhasil menambal dan mengisi hatinya yang kosong. Perlu waktu untuk memperbaikinya namun itu rusak dalam sekejap mata.

Kenapa namja seperti jimin mau capek-capek memperbaiki hati ini jika akhirnya dia juga yang menghancurkannya.

Dia benar-benar memberi sebuah credit padaku. Dia memang baik, mau menolongku untuk memperbaiki dan juga tak segan untuk menghancuri.

Matanya terlihat tulus tapi mengapa?
Dia bahkan menghancurkan hati ini tanpa memandang atau berbicara padaku.

Semua tatapan tajam melayang kearahnya. Aura-aura kebencian bisa ia rasakan. Tanpa menatap balik, jeongyeon berjalan menuju ke kursinya, mengabaikan tatapan hina itu.

Tak apa, aku bisa melakukan semua ini, sama seperti dulu. Benarkan? Tak ada jimin, hanya dia. Hanya dia seperti dulu, kembali seperti biasa.

.
[ I trust you ]
.

Pukulan keras mengenai perutnya, lagi. Sudah menjadi rutinitas bagi jeongyeon untuk mendapatkan serangan fisik ini. Fisik saja tak apa, tetapi kenapa harus batin juga? Pikiran itu selalu menghantui jeongyeon.

"Sayang sekali, waktu sudah habis. Kawan mari kita pergi ke kafe, aku yang teraktir!"

Suara sorak ria kini terdengar, mereka pun menjauh dari yeoja malang itu.

Bisa dilihat seorang namja yang memperhatikan-dari jauh- keadaan sang yeoja yang terbaring lemas disana, jeongyeon menutup kedua matanya dengan tangan bersamaan ketika segerombolan orang bejat itu pergi.

"Maafkan aku.. jeongyeon.."

Ia masih memperhatikan sang yeoja tanpa bosan, rasa bersalah dan iba ia rasakan. Haha ini lebih dari rasa bersalah.

Jeongyeon terlonjak kaget saat mendengar suara langkah kaki mendekat, ia kira sekolah sudah kosong.

"M-maaf kumohon lepaskan ak-aku."

Karena ketakutan, ia berkata begitu tanpa melihat siapa orang yang sudah berdiri didepannya. Perlahan ia merasa elusan lembut diatas kepalanya. Karena sentuhan itu, jeongyeon melihat dan menatap siapa si pelaku sentuhan itu.

"J-jimin?"

Tanla basa basi jimin memeluk jeongyeon dengan erat, isakan terdengar oleh jeongyeon.

"Maafkan aku.. sungguh aku tidak mau ini.. aku berusaha.. tapi aku tak bisa... Maafkan aku.."

Permintaan maaf dari jimin seakan tak terdengar olehnya. Ia menatap kosong namja yang sedang memeluknya.

" Ah jadi begitu, Tak usah minta maaf, aku tahu kau malu mempunyai kekasih sepertiku. Maaf sudah menghancurkan reputasi mu. "

Mata jimin sempat berbinar sebelum mendengar perkataan jeongyeon yang keluar selanjutnya.

"B-bukan.. bukan itu maksud ku..a-ku mencintai mu jeongyeon.. sungguh.. aku.. aku takut.."

Jeongyeon tertawa renyah dan tersenyum sinis.

"Aku tahu.. kau takut reputasi mu jelek, begitu?"

Jimin menggelengkan kepalanya, membantah apa yang sudah dikatakan jeongyeon, bukan begitu, itu tidak benar. Jimin sudah siap untuk bersuara namun jeongyeon berdiri dan meninggalkan jimij menjauh begitu saja, tak lupa berkata,

"Terimakasih untuk segalanya park jimin, aku juga mencintai mu. Tapi aku akan belajar untuk melupakannya, tenang saja... Kau tak usah takut dengan reputasi mu yang memburuk. Selamat tinggal."

Jeongyeon berjalan menjauh meninggalkan jimin yang terduduk lemas dilantai. Jimin lebih berharap bahwa yang dikatakan jeongyeon itu sampai jumpa bukannya selamat tinggal. Apa dia tidak akan bertemu dengannya lagi? Kenapa perasaanya tidak enak.

"Aku memang seorang namja yang pengecut.."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



"Kau benar anak ku, kau seorang pengecut.. berani menemuinya diam-diam? Bersiaplah untuk yeoja yang kau sebut eomma itu kesakitan."

Tawa itu, tawa yang sangat dibenci oleh park jimin.[]

•| Agak panjang hehehehe
Mungkin satu atau dua chapter lagi tamat:)
Short story ya ini ye jadi pendek dan cepar alurnya👁️👁️
Makasih yang dah vomen ya💜

I trust you; Jeongmin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang