12

1.2K 112 8
                                    

Jian memang menyiapkan semua serangannya dengan hati-hati. Ia mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Kaneisha maupun Raka. Tak heran, kalau ia tahu titik kelemahan Raka, yang akhirnya membuat Raka terlihat benar-benar murka. Masalah anak. Kalau saja Kaneisha tak datang dan memanggil Raka, sudah pasti satu tonjokan akan mendarat di wajah Jian.

Jian merasa puas sekali ketika melihat Raka yang jelas-jelas cemburu kepadanya. Baru diganggu begitu saja Raka langsung panik, pikir Jian. Padahal Kaneisha masih di sana dan masih dapat digapainya. Ia hanya ingin sedikit bermain-main saja pada Raka.

Kaneisha bukan lagi tujuan utamanya. Sejak teman Jian berkata bahwa Kaneisha sudah menikah, saat itu juga Jian mulai membuang perasaannya pada Kaneisha. Namun, saat mengetahui bahwa Raka lah yang menjadi suaminya Kaneisha, Jian merasa tak bisa diam saja. Adrenalinnya mendadak muncul untuk membalaskan rasa sakit hatinya pada Raka.

"Terus rencana lo selanjutnya apa lagi?" Daffa bertanya pada Jian yang baru saja menyelesaikan ceritanya tentang Raka.

"Gue ngikutin arahan angin aja, soalnya sumber informasi gue gak punya banyak informasi lagi tentang mereka." Jian berkata dengan rasa bangga.

"Kina kelihatan naksir lo gak sih, Ji? Maksudnya, ada kemungkinan gak kalau Kina oleng ke lo?" Daffa kembali bertanya.

"Gak tahu deh, sasaran gue bukan Kina lagi. Gue cuman pengen iseng ke Raka, tapi kalau seandainya Kina oleng ke gue, ya, gue terima aja." Jian tersenyum senang sambil membayangkan.

***

Raka memperhatikan Kaneisha yang sedang tertidur lelap di sampingnya, ia sudah mencoba tidur, tetapi selalu gagal. Pikiran Raka mengulang-ulang semua yang dikatakan Jian tadi siang. Bisa-bisanya Jian berasumsi kalau pernikahannya dan Kaneisha hanya didasari nafsu semata, hanya karena mereka belum memiliki anak.

Kaneisha dan Raka bukan penganut paham childfree yang memutuskan menikah tanpa ingin memiliki anak. Bahkan para penganut paham tersebut pun selalu memiliki alasan kuat untuk tak memiliki anak, rasanya tak adil saja kalau menghakimi orang lain seenaknya, seperti yang dilakukan Jian tadi.

"Haus," Kaneisha tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan membuyarkan lamunan Raka. "Aku haus." Raka menahan tangan Kaneisha yang seketika ingin turun dari tempat tidur.

"Sebentar, aku ambilkan minum." Kaneisha mengangguk dan kembali berbaring di tempat tidur, sementara Raka langsung turun ke bawah dan mengambilkan air minum ke dapur.

Tak perlu menunggu lama sampai Raka kembali dan membawa segelas air untuk istrinya. Kaneisha merubah posisinya menjadi duduk, untuk meminum air yang diberikan Raka, setelah habis ia letakkan gelas tadi di atas nakas yang ada di samping tempat tidur.

"Makasih," Kaneisha berkata sambil kembali rebahan. Raka hanya membalas dengan memberikan kecupan di kening Kaneisha. "Kamu belum tidur atau terbangun gara-gara aku?"

"Belum tidur." Raka menjawab sambil mendekatkan tubuhnya dan Kaneisha, "Ini aku mau tidur kok." Raka berkata.

"Serius, ya? Awas kalau bohong." Kaneisha memejamkan matanya.

Raka kemudian mengangguk sambil menutup matanya, ia sengaja melakukan itu agar Kaneisha bisa kembali tidur lagi. Untuk sesaat, Raka berlagak seperti orang yang tertidur, sampai akhirnya ia kembali membuka matanya perlahan. Raka mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Kaneisha, memastikan kalau istrinya sudah benar-benar tertidur. 

HABITS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang