4. Rumah Nomor 14

72 34 0
                                    

Perjalanan pulang dari rumah Pak Kades. Rina, Ayu, dan Roy berbincang-bincang ringan.

"eh Roy, lu denger kata Pak Kadeskan? Jangan keluar tengah malam. Tapi kenapa Mbok Nimas datang semalam jam 01.00 WIB? Apa Mbok Nimas gak takut setan atau pembunuh yang berkeliaran?" tanya Rina penasaran.

"gak tau juga Rin. Mungkin simbok gak percaya begituan" jawab Roy.

"emangnya Mbok Nimas kerumah ya semalam? Pantesan gue denger suara orang ketawa dari bawah. Tapi anehnya gue kebangun dikursi goyang yang ada dikamar. Eh, tapi gue nampak Rina molor dikasur. Ahh gak tau deh" ucap Ayu dengan wajah bingung.

"ngapain Mbok Nimas ketawa. Kami cuma ngomong dihalaman depan sebentar doang kok. Sakit lu yak? Udah minum obat rabies belum? Lu juga tidur dikursi goyang sambil komat-kamit loh. Gue kira lu lagi ritual pengusiran setan hehe" tutur Rina dengan nada mengejek.

"husstt. Jangan ngomong sembarangan disini. Ingat kata Pak Kades. Berhati-hati" jawab Ayu singkat.

Roy termenung jauh memandang jalan penuh rimbun hutan disekitarnya. Dia memikirkan neneknya sampai sejauh itu.

Sesampainya dirumah, Rina mengajak Ayu dan Roy berkumpul dikamarnya Rina untuk membicarakan hal yang akan mereka kerjakan. Roy satu-satunya warga desa yang mengetahui rencana mereka.

"Roy, Ayu, kita keatas dulu ya. Ada yang mau aku bicarain" ucap Rina.

Ayu dan Roy mengangguk tanda setuju. Mereka mengikuti langkah Rina. Ayu berjalan paling belakang dan mendengar suara aneh dari arah dapur. Ayu merasa itu Mbok Nimas yang sedang membersihkan rumah.

Sampainya dikamar, mereka berbicara sangat pelan. Kendati ini sebuah misi rahasia.

"Ayu, tolong kunci pintunya ya" titah Rina.

Ayu mengangguk dan bergegas menghampiri Rina dan Roy.

"Roy, gue boleh tau cerita Desa Zero ini dulu gak? Sebelum kami penelusuran dan menemukan bukti yang akurat" ucap Rina.

"hem. Aku jelasin dari mana dulu nih?" tanya Roy.

"Dari rumah ini dulu aja, biar lebih waw gitu" tutur Ayu cepat.

"baiklah. Kalau kata nenekku, rumah ini sudah berusia hampir setengah abad lamanya. Dulunya yang tinggal disini keluarga Pak Anto, pedagang kaya yang sukses. Dia punya 1 anak dan 3 istri. Dia tidak serta merta menikah sekali tiga, tapi setiap menikah istrinya meninggal pada malam pertama. Berbeda dengan istri ketiga, mereka hidup bersama hingga lahirlah anaknya. Setelah mereka memiliki seorang anak, mereka menjadi orang terkaya dikampung ini" ucap Roy.

"trus kenapa rumah ini kosong sangat lama?" sanggah Ayu.

"tunggu dulu. Setelah anak mereka remaja, terjadi huru-hara didesa ini. Kata nenekku, ada orang yang melakukan pesugihan dan mengorbankan orang lain. Isu itu disebarluaskan warga karena terbukti karyawan pak Anto meninggal sebulan sekali. Semua mata tertuju pada keluarga Pak Anto. Beramai-ramai warga datang membawa obor kayu, hendak membakar keluarga Pak Anto. Pak Anto dan Istri rela dihakimi masa demi menyelamatkan anak semata wayangnya" tambah Roy.

"jadi anaknya berhasil kabur? Dimana anaknya sekarang?" tanya Ayu penasaran.

"dia mungkin sudah pergi kedesa lain karena desa ini udah aman sekian lama. Sehingga beberapa tahun yang lalu setiap Malam Jum'at sebulan sekali, terjadilah pembunuhan didesa ini. Warga mengira anak Pak Anto kembali ke desa dan melakukan hal yang sama seperti ayah ibunya" ujar Roy.

"gak mungkin dia buat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya Roy!" ucap Rina tegas.

"mungkin aja lah. Toh orangtuanya juga gak ada akhlak gitu" tutur Ayu dengan nada kesal.

Desa ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang