Counseling

58 32 2
                                        

Regi mengumumkan bahwa siang ini kelas XII MIA A akan kedatangan Guru Konseling baru di kelas mereka, Anita namanya. Anita sudah mulai bekerja di Everdeen sejak awal semester tahun ini. Hanya saja beberapa bulan yang lalu ia diminta agar mengikuti pelatihan di luar Bandung terlebih dahulu. Sehingga ia baru mendapatkan jadwal mengajarnya sekarang.

"Kalian sudah tahu nama Ibu, sekarang gantian Ibu yang harus tahu nama kalian."

Anita mulai mengabsen satu per satu siswanya. Selagi mengabsen ia menanyakan beberapa pertanyaan umum sampai ke pertanyaan khusus pada beberapa siswa seraya menyelipkan candaan yang menjadi tertawaan semuanya. Namun, tiba-tiba ia berhenti pada nomor absen ke 23.

"Ta-nya? Tan-ya?" Anita mengangkat kepalanya mencari orang yang memiliki nama tersebut. "Saya, Bu," Dyra mengangkat tangannya.

"Ini gimana cara bacanya?" tanya Anita.

"Tan-ya, Bu." Dyra membenarkan.

"Oke, Tanya Dyra Abshari," ulangnya lalu diam. Ia memeriksa absen sebelumnya dan menyadari satu hal, "Nadya Gytha Abshari. Kalian berdua bersaudara?"

"Saudara kembar, Bu," jawab Regi selaku ketua kelas yang selalu mewakilkan Gytha dan Dyra menjawab pertanyaan yang sama pada setiap guru yang baru masuk ke kelas mereka.

Pandangan Anita beralih menatap Gytha, kemudian kembali kepada Dyra. Bolak-balik mencari persamaan antara Gytha dan Dyra. Lalu diam sebentar dan kembali menatap mereka bergantian.

Anita ingat, ia tahu dengan dua saudara kembar ini hanya saja ia baru melihatnya. Ternyata benar bahwa mereka kembar tidak identik. Keduanya sangat sering menjadi pembicaraan rekan-rekannya di ruang BK.

Bukan hanya fisiknya saja yang berbeda tapi kelakuannya juga sangat berbanding terbalik, kata salah satu rekannya saat itu.

Setelah merasa sudah terlalu lama diam dan menghilangkan fokus para siswa, Anita kembali melanjutkan ke absen berikutnya. Setelah itu ia memberikan penjelasan kepada para siswa bagaimana sistem konseling dengannya mengenai pemilihan kampus dan jurusan.

"Kalian semua sudah ada kampus tujuan, kan?" tanya Anita

Semua siswa kompak menjawab. "Sudah, Bu."

"Bagus, apa masih ada yang belum?" tanya Anita lagi.

Dyra mengangkat tangannya. Ia juga tak tahu kenapa tiba-tiba tangannya terangkat begitu saja. Semua anak di ruang kelas langsung menoleh pada dirinya tak terkecuali Gytha dan Daffa. Terdengar beberapa anak mulai berbisik membicarakannya, namun tak ia tanggapi.

"Nggak kenapa-kenapa, wajar kok. Awalnya Ibu juga bingung mau lanjut ke mana begitu lulus SMA. Tapi akhirnya Ibu ajak orangtua buat diskusi dan tanya alumni, kampus mana yang terbaik sesuai jurusan yang mau diambil. Kalian juga bisa seperti itu. Nanti Ibu juga akan membantu kalian," jelas Anita.

Dyra hanya mengangguk tetapi tidak dalam hati. Ia membantah apa yang dikatakan oleh Anita mengenai diskusi bersama orangtua. Memang sangat menyedihkan. Bahkan sampai detik ini pun setiap langkahnya tak pernah orangtuanya diskusikan bersama dirinya.

Kemudian Anita kembali menjelaskan tentang hal apa saja yang harus dipersiapkan untuk menghadapi tes masuk ke Perguruan Tinggi. Namun setelah mendengar bel pergantian jam berbunyi, ia menghentikan proses pembelajarannya.

"Formulir dan jadwalnya akan Ibu berikan nanti kepada ketua kelas. Setelah itu silahkan dibagikan, ya," Anita mengalihkan pandangan pada Regi dan mendapatkan anggukkan darinya.

"Baiklah, sampai di sini saja. Jika ada sesuatu yang mau ditanyakan silakan temui Ibu di ruang BK. Selamat siang." Setelah salamnya dijawab oleh para siswa, Anita pergi meninggalkan kelas.

Reach For A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang