6. Matahari

21 8 7
                                    

Take your fears and throw 'em to the sky
Whatever's wrong we'll make it feel right
–Jai Waetford

"Gio bakal pindah ke sekolah kita," celetuk Laras

"Serius? Tahu dari mana?"

"Dua rius, Nu. Tadi Rahma bilang kalau pagi ini dia lihat Gio di sekitar kantor guru."

"Kenapa kesini, Na?"

Kalyana yang sedari tadi melihat lapangan dengan tatapan kosong menoleh pada Danu, "beneran tanya sama aku?"

Seketika Laras memukul punggung Danu, "Duh! Kenapa sih!? Sakit tahu,"

"Menurutmu kita ada penting sama dia sampai harus tahu urusannya?"

"Ya enggak, sih. Tapi kan," ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena disela oleh Kalyana.

"Lebih baik kau bersama mereka bermain basket," Ucap Kalyana sambil menunjuk gerombolan yang ada di lapangan. "Ide bagus!" Kata Danu dan langsung menyusul teman-temannya.

"Aku nggak ngerti sama anak itu," suara Laras menarik perhatian Kalyana. "Diantara kita, dia yang paling benci sama Gio, tapi kadang sifatnya bikin kita nggak ngerti. Kayak barusan, yang benar saja kenapa malah bertanya padamu? Dasar Bodoh."

"Kau percaya kalau Danu berkepribadian ganda?"

"Ey, jangan melantur."

"Dia orang yang pintar, meski bukan pelajaran. Tapi bukankah kau juga menyadari kalau dia sebodoh yang kau ucapkan?"

Laras mengangguk menanggapi pertanyaan tersebut dan mendengus panjang. "Terserah. Lalu, apa yang kau lakukan?"

"Melihat? Aku tidak ingin berurusan dengannya."

Kabar simpang siur tentang kepindahan Gio terlintas beberapa kali di telinganya. Dan benar saja, seminggu kemudian Kalyana melihat postur tubuh yang sama seperti dua minggu lalu sedang duduk di depan bangkunya. Hampir lima puluh persen siswa di sekolah ini adalah temannya pada masa sekolah menengah, tak heran bahwa banyak yang mengenal Gio. Sebenarnya, tak masalah ia satu sekolah dengannya, tapi satu kelas dengannya? Yang benar saja. Ini keterlaluan.

"Baru datang, Na? Kamu tidak melihat perkenalanku," kata Gio yang tak dihiraukan olehnya. "Kamu mengabaikanku?"

Alih-alih melihatnya, Kalyana memilih menyalin pekerjaan milik Laras yang sempat ia lupakan. Pelajaran pertama hari ini kosong, hanya diberi tugas mengerjakan soal latihan turunan integral. Kalyana tidak menyukainya jadi dia melewatkannya. Cepat-cepat ia menuntaskan pekerjaannya sebelum Gio melihatnya terlalu lama. Lelaki itu terus memandanginya seperti ingin mengatakan sesuatu tapi Kalyana tidak peduli.

Sekitar 7 jam ia berada di sekolah dan selama itu pula terus menghindari Gio, sepertinya dia belum menyerah untuk mengajak Kalyana bicara. "Mau nggak tukar tempat denganku?"

"Dalam mimpimu."

"Ayolah. Aldi sangat berisik sekali, kan?"

"Tidak masalah. Aku jadi terbiasa meneriaki Aldi," kekehnya sambil terus berjalan

"Seminggu saja? Tidak," Kalyana berusaha menghentikan Laras, "sehari?"

Laras tertawa melihat sahabatnya, "lihatlah wajahmu sekarang. Kasian sekali." Kemudian mengusap puncuk kepalanya. "Aku pulang dulu," Ucapnya berlalu menuju mobil yang sedari tadi menunggunya.

"Ras, Laras! Kau setega ini denganku? Laras!!" teriakannya hanya dibalas cengiran oleh Laras dari jendela mobil.

"Ah, sialan." Kalyana mengayunkan tinjunya ke udara. Detik berikutnya  dia melihat Langit berjalan menjauhi gerbang sekolah. "Langit!"

Mengalir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang