8. Rasa Malu

18 3 5
                                    

Perlahan kaupun, lupakan aku
Mimpi burukmu
—Sheila on 7

Belum ada dua jam mengunjungi Kalyana, suster sudah mengingatkan mereka untuk segera pulang. Karena jam besuk sudah habis, dengan berat hati mereka bertiga berpamitan lalu beranjak pulang. Hanya Mas Raka yang menemaninya tapi orang itu sedang pergi, katanya beli makan.

Maka Kalyana menonton televisi untuk mengusir bosan. Channel terus berganti tetapi tidak ada yang menarik perhatiannya. Kalau sudah begini, dia kembali merasa sendiri, padahal sedang tidak ingin sendiri.

Sedetik kemudian pintu kamar terbuka, memunculkan Langit yang mengintip terang-terangan.

"Kenapa? Ada yang ketinggalan?"

"Ada," katanya sambil menyerahkan kantong plastik, berisi es krim. "tidak beracun."

"Memangnya aku boleh makan es krim?"

"Boleh"

Kalyana tersenyum lebar, "terimakasih"

"Satu lagi, Na"

"Apa?"

"Selamat malam!"

Senyum lebar masih bertengger di wajah Kalyana. Seperti ingin digambar dengan tinta permanen.

"Iya."

Kemudian Langit meninggalkan kamar inap. Kalyana mengambil es krim yang terletak di atas nakas. Senang sekali perasaannya, hari yang bisa dibilang menyedihkan, kini tidak lagi. Karena dia akan makan es krim.

Gerakannya membuka kemasan terhenti tat kala pintu kembali terbuka. Memunculkan orang yang sama. Membuat Kalyana keheranan

"Ada yang ketinggalan lagi,"

Kalyana memiringkan kepala tidak mengerti.

"Kau belum bilang hati-hati di jalan"

"Kalau tidak bilang, kau tidak hati-hati?"

"Hati-hati, lah."

"Lalu?"

"Ya, kalau kau bilang begitu, aku akan ekstra hati-hati."

Kalyana tidak menahan senyumnya sama sekali. Akhir-akhir ini Langit memang kelewat tidak jelas dan membingungkan.

"Hati-hati, Langit."

Langit memandang tanpa ekspresi ke arah Kalyana kemudian pergi tanpa mengucap sepatah kata.

Sementara di lorong rumah sakit yang lenggang, Langit justru menggerutu dengan suara pelan. Sedang memarahi jantungnya yang tidak mau diam. Organ pentingnya itu seperti mendapat hadiah, loncat-loncat merayakan kemenangan. Aneh.

Sebelumnya ketika hendak pulang bersama Danu dan Laras, Langit menyuruh mereka pulang terlebih dulu dengan alasan dia punya urusan lain. Padahal hanya sebuah kedok untuk melihat Kalyana.

Langit sangat mengharapkan hujan badai sekarang juga, agar dirinya seolah ditahan oleh semesta untuk menemani Kalyana. Kemudian mereka akan bercanda, dan membicarakan banyak hal. Mulai dari hal tidak penting hingga hal yang paling penting seperti tema apa yang akan mereka pakai untuk menikah nanti, kemana mereka menghabiskan masa tu-

Plak.

Langit menampar dirinya sendiri karena melantur terlalu jauh. Bisa-bisanya dia berpikiran seperti itu padahal temannya hampir mati.

"Kau pergi?" sebuah suara menghentikan langkahnya.

Langit menoleh kebelakang dan mendapati Gio menatapnya. Dia melihat sekitar, tidak banyak orang. Sepertinya laki-laki itu memang bicara dengan Langit. Ini pertama kali mereka berinteraksi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mengalir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang