(10)Penyesalan

24 1 0
                                    

Tok...Tok... Tok... Aku mengetuk pintu rumah Luis
"Dinari..ada apa kok kenceng banget kamu ngetuk pintunya."
"Luis ternyata benar ini semua salahku." jawab Dinari sambil menangis
"Salah kamu, bentar ini semua pasti karena Dedania ya."
Aku memegang tangan Luis dengan tatapan sedih bercampur penyesalan
"Bukan Luis,kakak gak salah gini jadi sebenarnya."
Luis terdiam sambil menunggu jawaban dariku
"Jadi sebenarnya?"
"Jadi sebenarnya semua keluargaku aku bunuh dan waktu itu aku malah sama sekali gak merasa bersalah."
Luis terdiam dengan ekspresi kecewa bercampur kaget
"Setelah kamu tahu fakta ini, kamu gak ada ngejauh dari aku kan."
"Emm.. Dinari aku janji aku gak akan meninggalkan kamu apapun kondisinya tapi bener ini semua salah kamu dan seharusnya kamu mengakui kesalahan kamu dari dulu."
Seketika itu aku memeluk Luis sambil meneteskan air mata
"Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan,Dedania pun sekarang membenciku."

Mendengar perkataan Dinari, Luis pun merasa tak tega dan akhirnya memegang tangan Dinari dengan kuat dan menarik nya menuju sebuah tempat.
"Luis tunggu, aku mau kamu bawa kemana? "
"Sudahlah kamu ikut saja."
Beberapa menit setelah berjalan jauh dan tak tahu akan dibawa kemana, akhirnya mereka tiba di suatu tempat
yaitu danau cahaya malam

"Luis, apa-apaan ini. " Ucap Dinari sambil melepaskan pegangan tangan Luis yang erat
"Ya, aku bawa kamu disini Dinari untuk kamu supaya kamu dan aku bisa memberikan bunga dan mendoakan ibu mu yang telah lama tiada."
"Mendoakan??? Luis ibu ku sudah mati kenapa kita harus mendoakan orang yang mati, kamu sangat aneh Luis sejak kapan budaya kita mengajarkan seperti itu."
"Dinari, pliss ikuti saja aku hanya ingin kamu merasakan tenang dan setidaknya kamu bisa menebus sedikit saja rasa penyesalan mu meskipun aku tau itu ga mungkin karena ini semua telah terjadi Dinari."
Dinari yang mendengar itu pun langsung terdiam dan membeku dan akhirnya ia pun melangkahkan kakinya menuju taman bunga di sekitar situ dan mulai memberikan bunga pada kuburan ibunya sambil menangis sejadi-jadinya dan memukuli dirinya sendiri.
"Dinari jangan memukul dirimu sendiri, ini semua percuma Dinari karena semua sudah terjadi dan itu sangat fatal."
Dinari pun akhirnya menuruti perkataan Luis , ia berhenti untuk memukuli dirinya sendiri . Namun, ia menangis semakin kencang dan diikuti oleh suara petir yang menjadi pertanda hujan.
"Dinari heii tenang ya, aku selalu ada disini  disamping kamu. "
"Luis.. Akk.. Akuuu aku sangat tega. "
Ucap Dinari sambil menangis dan tak percaya dengan apa yang dilakukan nya.
"Sudah yaa tenang Dinari, sekarang ayo kita berdoa semoga ibu kamu tenang di alam nya."
Akhirnya Luis pun mengajarkan Dinari bagaiamana caranya untuk mendoakan ibu Dinari agar Dinari setidaknya sedikit saja untuk mengobati penyesalannya yang walaupun  sebenarnya tdak akan bisa sama sekali untuk Dinari menebusnya.
Setelah itu, banyak sekali pikiran-pikiran yang muncul di kepala Luis tentang bagaimana jika membawa Dinari kepada polisi. Namun, Luis takut penyakit Dinari akan kambuh  jika ia akan membawanya kepada polisi dan Luis juga tidak siap akan hukuman apa yang akan diberikan jika membawanya kesana.

08.00
Jam telah menunjukkan pukul delapan pagi.
Tok.. Tok.. Tok..
( suara pintu kamar Dinari)
karena tak kunjung dibuka, akhirnya Luis pun langsung masuk kedalam dan membangungkan Dinari
"Dinari, heii bangun yaa. "
(Ucap Luis dengan sangat lembut sambil mengusap kepala Dinari)
"Aku ga mau Luis, aku takut sekali untuk bangun, aku takut sekali menghadapi kenyataan pahit yang ku perbuatan sendiri."
"Dinari, duduk sini aku mau bicara. "
( kata Luis dengan lembut sambil menepuk atas tempat tidur yang ada disampingnya)
Dinari pun akhirnya bangun seperti perkataan Luis
"Ada apa Luis." ( ucapnya dengan nada yang sedih dan malas )
" Kamu ga boleh ngomong gitu Dinari, kamu harus menerima dan menghadapi semuanya."
"GAK MAU. "
( ucap Dinari dengan berteriak)
" Okey whatever, sekarang aku cuma minta kamu persiapkan diri kamu dan lalu ikut aku ya."
"Kita mau kemana Luis, apa ke polisi atau menemui Dedania?? gak.. gakk aku ga mauu Luis."
"Heyy Dinari tenang tenang, engga kita akan pergi ke suatu tempat yang bikin kamu merasa engga sedih lagi, tempat yang akan kamu sukai nanti."
" Janji? "
" Janji." 
( ucap Luis dan langsung mengusap pelan kepala Dinari)
Mendengar itu, Dinari langsung buru-buru untuk mandi dan Luis pun keluar dari dalam kamar Dinari

08.15
"Luis aku udah siap. "
(Suara Dinari yang keluar dari kamarnya menuju sofa ruang tamu)
"Okay, ayo kita mulai perjalanan nya."
Mereka pun akhirnya berjalan kaki agak lumayan jauh untuk keluar dari hutan itu, karena tempat itu tidak bisa dimasuki dengan membawa kendaraan.
" Loh loh, Luis ini kita mau perjalanan jauh kemana kok pakai mobil? "
" Dinari, dengar ya intinya kita engga akan ke polisi atau Dedania seperti katamu tadi dan seperti kataku pagi tadi kita akan ketempat yang kamu sukai. "
( ucapnya dengan lembut dan sabar)
Akhirnya mobil Luis pun melaju, dan mereka pun memulai perjalanan mereka yang Luis yakini sebagai awal perjalanan mereka yang sebenarnya.

Satu jam kemudian...
Nampak sekali bangunan berupa rumah berwarna putih dan plang nama di depan pintu rumah yang menandakan seperti sebuah nama orang yang dibelakangnya ada suatu gelar sarjana.
"Luis, jangan bilang kamu bawa aku lagi ke psikolog? "
"Engga, dari mana kamu tau? kan ga ada tulisan psikolog di sini Dinari yang ada disini hanya tempat curhat saja untuk meluapkan semua emosi kamu biar kamu bisa tenang dan bisa terus sama aku. "
"Kamu yakin?? ini ga psikolog yang nanti ada alat testnya yang menakutkan mungkin apa kek gt  atau inkubator mungkin yang aku dimasukan trus biar mereka tau pikiran ku. "
"Hahahaha, Dinari Dinari engga gitu dong ini aman, hanya tempat curhat dan kamu ga akan ditanyai terlalu mendesak ya dan kamu bebas luapin kekesalan, emosi, amarah, penyesalan kamu ke dia karena dia bisa jaga rahasia kamu. Gini Dinari anggap aja ini seperti tempat agar kamu setidaknya bisa menebus kesalahan kamu ke ibu kamu okay? "
Akhirnya Dinari pun menuruti perkataan Luis, dan Luis pun berkata kepada Dinari untuk masuk sendiri dan ia menunggu di sofa luar.
"Kamu jangan kemana-mana ya, kalo aku teriak atau panggil kamu langsung masuk aja Luiss. "
Ucap nya sambil melangkah memasuki ruangan  rumah putih itu.
Setelah menunggu kurang lebih 40 menit, akhirnya Dinari pun keluar dengan mata yang sendu dan sembab.
" Dinari, kamu baik-baik saja? "
Ujar Luis memastikan kondisi Dinari dengan memegang tangan dan menatap Dinari dengan cemas.
"Aku okay, ayo kita pulang sekarang."
Luis pun langsung menurut perkataan Dinari dan menjalankan mobilnya dengan suara pikiran yang berisik karena penuh dengan pertanyaan untuk Dinari.

Satu jam kemudian, akhirnya mereka kembali memasuki hutan dan berjalan dengan keheningan menuju rumah mereka.
Setelah sampai, Dinari membuka pintu rumah dengan buru-buru dan langsung menuju kamarnya. Namun, saat akan menuju kamarnya ia mendapati ada seseorang disana.

Hallo semuanya 😇

Terimakasih telah membaca cerita ini, jangan lupa komentar dan ikuti terus alur ceritanya
Karena komentarmu membantu cerita ini untuk maju..

Terimakasih telah membaca cerita ini, jangan lupa komentar dan ikuti terus alur ceritanya Karena komentarmu membantu cerita ini untuk maju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cahaya Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang