Kota Seribu Sungai

1.3K 126 58
                                    

BoBoiBoy milik Animonsta Studios
Kami tidak mengambil keuntungan materi apapun dari sini

Chapter I
"Kota Seribu Sungai"
oleh
Dee_Carmine

.

.

.

Ice mengedarkan pandangannya.

Ia kini berada di Banjarmasin, ibukota dari Kalimantan Selatan. Banjarmasin dijuluki sebagai Kota Seribu Sungai-sebuah nama yang terkesan berlebihan namun benar adanya. Memang sepanjang Ice berada di sini, ia selalu melihat sungai atau rawa. Ke manapun matanya memandang, selalu ada badan air lengkap dengan tanaman air di atasnya. Bahkan semua rumah di sana pun dibangun di atas air!

Tak hanya air payau, di sini tidak seramai kota besar yang pernah ia kunjungi. Jalan akses utama saja masih banyak rawa-rawa dan tanah lapang meski sudah diaspal. Walau sudah ada bangunan pemerintahan resmi seperti perpustakaan dan arsip daerah atau arah ke bandara udara Syamsudin Noor, semuanya masih rindang dan masih sedikit populasinya dibandingkan kota besar.

Seperti Desa Konoha, mungkin.

Namun antara menguntungkan manusia dan merusak habitat asli makhluk, beberapa tahun ini populasi meningkat dan pembangunan besar-besaran mulai menggusur banyak sungai, rawa atau hutan. Seperti pembangunan
flyover atau pembukaan lahan baru.

Siang itu, Ice menunggu jemputan ke tempat tujuan yakni rumah kakeknya dari pihak Ibu. Semua saudaranya sudah ada di sana, Ice tertinggal di Malaysia karena ia harus mewakili sekolah dalam turnamen memanah. Awalnya keberangkatan mau ditunda, tapi Ice memaksa semua saudaranya untuk pergi duluan ke Banjarmasin.

Selesai turnamen, Ice segera memesan tiket pesawat dan pergi-rencananya ia akan dijemput oleh saudaranya di area ini.

Tapi hingga pukul 11 sekarang, saudaranya belum muncul juga.

Tabiat sabar, Ice duduk menunggu di sebuah balai-balai dekat sungai besar. Semilir angin berhembus, mengeringkan titik-titik peluh dan mendinginkan cuaca panas. Balai-balai itu seperti rumah kecil di pematang. Ice menikmati hawa yang asri, jarang-jarang ia berkunjung ke sungai sebesar ini kecuali ketika berkemah.

Tengah asyik melamun sendirian, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah suara dari kejauhan.

"Uuy adingnya! Handak manukar rambutan kah?"

Ice terlonjak dan menoleh. Di atas perahu kayu kecil, ada seorang nenek-nenek membawa rambutan banyak sekali. Orang tua itu melambaikan tangan, memanggil Ice. Remaja itu segera mendekati badan sungai dari atas papan-papan kayu.

"Iya, Nek ada apa?"

"Handak manukar rambutan kah?" tawarnya sambil menjinjing seikat rambutan. Gerombolan buah ranum dan merah cukup menggiurkan pandangan. Rasanya mungkin semanis warnanya.

Ice tidak mengerti bahasa Melayu Banjar, tapi ia pikir nenek itu menawarkan Ice untuk membelinya. Tak mungkin diberikan secara tiba-tiba, bukan?

Memutuskan untuk mengiyakan tawaran demi membantu perekonomian mikro, Ice lalu merogoh dompetnya.

"Uuh, berapa seikat Nek?"

"5000," ujarnya. Ice membeli lima ikat. Saudara-saudaranya pasti senang mencicipi rambutan lokal.

"Nenek mau ke mana?" tanya Ice basa-basi seraya menyodorkan uang dan tas jinjing kosong demi mengurangi limbah plastik. Sang nenek tersenyum ramah.

Corak KhatulistiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang