Ulat Sagu

393 68 16
                                    

BoBoiBoy milik Animonsta Studios
Kami tidak mengambil keuntungan apapun dari sini.

Chapter VIII
"Ulat Sagu"
oleh
sopiatulumah

.

.

.

Ketujuh kembar BoBoiBoy pergi ke Raja Ampat, Papua untuk berlibur. Mereka baru tiba di Indonesia Timur kemarin via pesawat dan usai istirahat semalam, mereka semua menikmati hari pertama berlibur di Tanah Papua.

"Blaze, Thorn, Taufan!" Gempa berseru sambil berkeliling rumah. Kaki telanjangnya mengarah ke dapur. Dilihatnya Ibu Beti yang sedang sibuk memasak. Tidak, si Trio itu tidak ada di sana.

Dicarinya di luar, oh, semua saudara-saudaranya tengah bermain di pantai. Ada Solar yang mandi matahari, Halilintar yang bermain pasir bersama anak-anak dengan wajah datar dan Ice yang sedang mengubur dirinya di dalam pasir putih. Entah apa faedahnya.

Hari yang damai tanpa si Trio. Tapi, itu yang jadi masalahnya. Kalau mereka tidak ada, bisa jadi mereka membuat masalah di tempat lain.

"Sedang cari apa Gempa Bumi?" tanya Ibu Beti, kedua tangannya mengangkat bakul yang berisi tepung sagu. Gempa menoleh, lalu berkata dengan risau.

"Saya sedang mencari saudara saya yang lain."

"Saudara kamu yang lain? Si Merah, si Hijau, dan si Biru itu?" tanya Ibu Beti, Gempa mengangguk.

"Iya, Ibu tahu sekarang mereka ada di mana?"

"Sekarang, mereka pergi ke hutan bersama Bapak dan Nao, cari ulat sagu," jawab Ibu Beti, membuat Gempa lega. Nao dan Pak Mar ada bersama mereka, dengan begitu mereka aman. Tidak membuat masalah.
Semoga saja begitu.

"Eh, Gempa Bumi, bisa bantu ibu memasak
kah?" tanya Ibu Beti tiba-tiba. Gempa mengangguk.

"Bisa, masak apa Bu?"

"Hari ini Ibu akan memasak papeda toh , masakan khas dari Papua," jelas Ibu Beti dengan bangga. Gempa tersenyum, ia lalu pergi ke dapur bersama Ibu Beti untuk melaksanakan tugas. Sebentar lagi makan siang. Si Trio pasti akan baik-baik saja.

---

Pukul 10.45 WIT, Raja Ampat, Kabupaten Raja Ampat Papua.

Hutannya sunyi. Tidak ada apa-apa di sana selain pepohonan rindang, suara angin dan suara hewan sesekali bersuara. Beberapa kera melompat sana-sini melewati halang-rintang pepohonan.

Tidak ada masalah kecuali... Thorn.

Ya, anak itu. Dia memanjat pohon sagu setinggi sepuluh meter dengan mata berkaca-kaca dan ingus yang hendak keluar dari hidungnya. Dia memeluk batang pohon sagu itu erat-erat. Tidak, dia melakukan itu bukan karena takut jatuh, hanya...

"Thorn ayo turun!" Taufan berseru dari bawah.

Thorn menoleh. Dari puncak pohon, ia dapat melihat kedua saudaranya, Pak Mar dan Nao sedang menatapnya. Thorn tak peduli. Dia menggelengkan kepala dengan keras dan balas berseru.

"Nggak mau! Nggak boleh! Kalian nggak boleh menebang pohon ini!"

Nah, itu dia alasan kenapa Thorn ada di atas pohon.

Ceritanya begini, Pak Mar, Nao dan si Trio hendak mencari ulat sagu. Ada satu pohon sagu tua yang menurut Pak Mar tempat banyak ulat bersarang. Beliau hendak menebangnya, tapi Thorn dengan seenak jidat memanjat pohon itu dan berkata kalau Pak Mar tidak boleh menebangnya.
Kasihan pohonnya, begitu katanya.

"Err... temanmu memang seperti toh ?" tanya Pak Mar pada Blaze. Blaze sendiri menyilangkan kedua tangan di dada, meminta maaf kepada Pak Mar.

"Maaf Pak Mar, saudara saya emang kayak gitu."

"Kak Duri! turunlah Kakak, nanti Bapak beta kesusahan nebangnya!" kali ini Nao yang berseru. Thorn menggeleng di sana.

"Nggak mau!"

"Hei Duri! Ada suatu alasan kenapa Bapak mau menebang pohon ini!" Pak Mar yang berseru kali ini. Thorn merespons.

"Kenapa?"

"Pohon ini sudah membusuk gara-gara serangga, Nak. Kalau tidak ditebang, nanti pohon-pohon lain akan ikut mati toh, ekosistem alam akan terganggu."

"Iya Thorn, ayo turun!" ajak Taufan lagi.

Kata-kata Pak Mar sukses membuatnya menurut. Thorn baru saja hendak memanjat turun, tapi dia berubah pikiran. Dia malah naik lebih tinggi.

"Thorn! Kok naik lagi?" tanya Blaze, bingung dengan kelakuan saudaranya.

"Thorn nggak bisa turun!" jawab Thorn.
Blaze menepuk jidat, Pak Mar menggeleng, Nao cekikikan, sedangkan Taufan langsung mengeluarkan kuasa anginnya untuk menurunkan Thorn.

Pak Mar dan Nao tidak kaget, pasalnya ketujuh kembar BoBoiBoy sudah menceritakan semuanya. Mereka memiliki kekuatan, penyelamat power sphera dan kerap pergi keluar angkasa.

Pak Mar dan keluarga mengerti karena sedari awal telah terbukti anak-anak ini bukan manusia biasa. Mereka kelewat luar biasa. Sampai-sampai Thorn pun 'bisa memanjat tapi tidak bisa turun'. Anak-anak harus dihadiahi dua jempol kaki saking hebatnya.

Akhirnya Thorn diturunkan dengan selamat oleh Taufan. Pak Mar sendiri langsung menebang pohon itu dengan peralatan seadanya. Nao dan si Trio hanya bisa menonton. Mata Thorn berkaca-kaca, tak tega melihat pohon tua itu ditebang.

"Selamat tinggal pohon, nanti Thorn bawain kain kafan biar kamu bisa dikubur dengan layak," Thorn bergumam sedih.

Nao, Blaze, dan Taufan saling tatap. Tatapan mereka seolah-olah mengatakan, 'emang kain kafan buat apaan?'

Pohon pun berhasil tumbang, menimbulkan suara bising di sekitar kawasan tersebut. Burung-burung mengepak pergi, menyisakan empat anak dan satu pria tua yang kini sibuk memotong-motong batang pohon. Mungkin Pak Mar hanya menggunakan alat seadanya tapi tenaganya kuat sekali.

Usai menebang, Pak Mar segera membelah batang pohon tersebut.

Oh, benar saja. 500 ekor ulat sagu sebesar ibu jari siap dipanen. Taufan dan Blaze langsung ber-'ih' jijik, sedangkan Nao dan Thorn ber-'wah' kagum.

Pak Mar mengeluarkan tas anyaman khas Papua dan segera mengantongi ulat-ulat tersebut. Nao mengambil seekor dan menunjukkannya pada si Trio.

"Ada yang mau pegang toh ?" Nao menawarkan, Blaze dan Taufan menggeleng tidak mau. Thorn mengacungkan tangan.

"Aku! Aku!"

Nao memberikan seekor ulat sagu itu kepada Thorn yang menerimanya dengan senang hati. Ia melihat dan rasakan ulat itu menggeliat ke sana-kemari.

"Ih~ Thorn, kamu nggak geli?" tanya Blaze, Thorn menggeleng. Tampak seperti orang yang sudah biasa memegang hal yang menjijikan.

"Ulat sagu ini nanti bisa jadi kupu-kupu yang cantik 'kan?" tanya Thorn. Pak Mar terkekeh.

"Tidak bisa, ulat sagu mana bisa jadi kupu-kupu toh."

"Terus dewasanya jadi apa dong?" tanya Taufan.

"Jadi kumbang kelapa merah, serangga ini sering ada di pohon sagu. Beta dengan kawan-kawan sering tangkap," jawab Nao. Taufan mengangguk sambil ber'oh' ria.

Pak Mar berdiri. Beliau sudah banyak mengambil ulat sagu. Saatnya kembali, begitu kodenya pada anak-anak. Nao dan si Trio mengangguk. Mereka pun pulang ke rumah dengan membawa oleh-oleh.

"Eh, emangnya ulat sagu itu mau diapakan Pak?" tanya Blaze.

"Dimakanlah," jawab Pak Mar.

Perut Blaze terasa dikocok.

Fin.

Corak KhatulistiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang