16. bunda

44 31 16
                                    

Keesokan paginya, dengan mata yang masih sembab Kayla dan seluruh teman-teman yang mengikuti lomba pulang kembali ke rumah masing-masing. Mereka disambut dengan delay yang sampai lebih dari dua jam hingga akhirnya saat ini Kayla tengah berada di depan rumahnya. Sherly baru saja mengucapkan selamat tinggal saat Kayla melihat jam sudah menunjukkan pukul 14.30 artinya sebentar lagi bundanya akan pulang dari sekolah.

Kayla yang kelabakan langsung berlari, memasuki kamar, mengganti pakaian hingga akhirnya ia harus berpura-pura tidur agar menghindari berbagai pertanyaan dari bundanya.

“Non..” panggil bi Inah, bibi yang mengurusi semua urusan Kayla sedari kecil.

Bi Inah memperhatikan Kayla seksama, lalu turun ke bawah untuk mengatakan sesuatu pada bunda Kayla. Mendengar derap kaki bi Inah yang makin jauh membuatnya tenang, namun selang beberapa detik terdengar suara bunda yang langsung membuat jantungnya berdetak cepat.

“Dia tidur sungguhan Inah?” suara lembut namun penuh siksaan tersebut melontarkan pertanyaan kepada bi Inah.

“Iya bu, itu tenang banget” jelas bi Inah

“Nyampenya dari kapan?”

“tigapuluh menitan yang lalu lah bu, kalau tidak salah”

“kalau begitu, setiap dua jam sekali, kamu lihat dia, kalau dia bangun suruh langsung menemui saya”

“oke sip nyonya!” lalu mereka berdua pergi.

Kayla tak dapat tenang, bundanya sangat posesif terhadap hal seperti ini. Anak orang lain saja dilarang untuk pacaran, apalagi dirinya? Bisa digantung ditempat.

Hampir dua jam lebih Kayla pada posisi yang sama, membelakangi pintu masuk kamarnya agar wajahnya yang mulai pucat tak langsung terlihat oleh siapapun di luar sana.

Dia sangat tak naman dengan posisi ‘sopan’ seperti ini, biasanya dia akan jungkir balik, salto bebas, rol depan maupun kayang bila sedang tidur, namun saat ini dia hanya tidur menyamping.

“Non Kayla,” Kayla langsung menutup matanya ketika mendengar suara halus bi Inah. Tangan bi Inah menggoncangkan sedikit badan Kayla agar dia dapat terbangun dari tidur pura-puranya, namun hasilnya nihil, Kayla tak beranjak sama sekali.

“Bunda tau kamu bangun la” Nada suara bunda tak seperti tadi, sangat lembut, namun Kayla tau apa arti dari nada itu.

Kayla kaget, “Kok bunda tau sih?” saat Kayla membuka matanya, tepat didepannya terdapat cermin super besar yang pastinya mampu mengangkap semua ekspresi yang dia tunjukkan.

“Sejak kapan ada cermin sih?” batinnya

Bundanya mendekat ke arah ranjang Kayla, menyuruh bi inah untuk keluar, “Ayok nak kita ngobrol” Kayla merasa air mata hampir membasahi matanya. Ia takut dimakan.

Kayla bangun, menatap bundanya, “Bunda tau, zaman kamu beda sama zaman bunda pacaran dulu, bunda tau kamu mungkin suka sama Alvin” Mata bunda menatap gambar ‘Lelaki bersepatu merah’ didinding kamar, sangat kontras dari gambar arsiran hitam putih yang lain.

Tanpa bertanyapun Kayla pasti tau bahwa bundanya tau Alvin hanya dari sebuah gambar, karena dari sekian banyak manusia yang melanggar tata tertib sekolah, hanya Alvin yang berani memakai sepatu warna merah, yang walaupun gurunya rabun juga pasti tanda dan tau kalau siswa tersebut melanggar.

“Tapi bunda harus jaga kamu biar nggak kenapa-napa. Bunda harus benar-benar yakin sama cowok yang kamu suka, sama cowok yang suka sama kamu, apalagi sampai bisa jadi pacar kamu begini” tangan bunda mengelus pelan kepala Kayla.

“Maaf bunda” Satu kata yang sangat sering diucapkan Kayla.

“Lalu?”

“Kayla putus aja sama Alvin” dan langsung mendapat kecupan manis dari bunda tercinta.

.
.
.

Hello, it’s me...
Keknya ini nggak perlu pidato lagi gaksih?
Soalnya part ‘bayar utang’ hehe.

Votenya jangan lupaa, pahala loh menyenangkan hati orang lain.
Ketchup dulu sini, muaaah.

𝑌𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑦 𝑊𝑎𝑠 𝑂𝑢𝑟 𝑇𝑖𝑚𝑒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang