Aku melirik jam tanganku, ini sudah 1 jam sejak acara dimulai, kenapa Jeonghan masih belum datang? Apa dia memang tidak berniat datang? Aku menggeleng, menepis pikiran negatifku. Jeonghan pasti akan datang, dia yang menginginkan pernikahan ini, dia harus melihat aku dan Yena di pernikahan ini. Aku menoleh kesana kemari, namun tak dapat menemukan sosok pemuda itu. Apa sesuatu terjadi padanya?
"Apa kau sudah mendapat kabar tentang Jeonghan?"
Aku menoleh dan menemukan sosok Yena yang berdiri di sampingku. Ya, mulai hari ini kami adalah sepasang suami istri dan aku tidak tahu, kenapa aku harus mengkhawatirkan Jeonghan. Apa karena dia adalah saudaraku? Atau karena perasaan ini? Aku menggeleng pelan, "belum." Yena sendiri juga terlihat khawatir. Apa sesuatu memang terjadi pada Jeonghan? "ah, aku akan ke belakang untuk memeriksanya." Apa yang kukatakan pada Yena? Kenapa aku harus mencari Jeonghan? Ini pernikahan kami, tak seharusnya aku mengatakan itu pada Yena.
"Eum. Kau periksalah, aku khawatir sesuatu terjadi padanya."
Aku sedikit terkejut mendengar ucapan Yena. Dia membiarkanku? Ah, aku tak mau ambil pusing, aku pun segera menuju ruang belakang untuk mencari Jeonghan. Namun aku mencari kemanapun, aku tak dapat menemukannya. Aku hanya dapat mendengar tangisan pilu dari sebuah ruangan. Aku pun mendekat dan menemukan Eomma yang menangis tersedu-sedu. "Ada apa?" Tanyaku pelan, sontak membuat semua orang disana menoleh ke arahku dengan wajah terkejut. Aku menoleh pada Ibu yang justru memalingkan wajah.
"Apa sesuatu terjadi pada Jeonghan?"
"Jisoo, tak seharusnya kau disini—"
"Apa sesuatu terjadi pada Jeonghan?" ulangku pelan, aku tidak bermaksud mengintimidasi mereka hanya saja sesuatu sangat menggangguku. Eomma yang masih menangis tersedu berjalan pelan ke arahku, hampir saja terjatuh jika aku tidak merengkuhnya. "Kau—tidak perlu khawatir, Jisoo...kembalilah ke aula dan temani Yena. Biar kami yang akan mengurus Jeonghan." Aku terdiam. Benar, sesuatu terjadi pada Jeonghan. Apa yang harus kulakukan? Aku harus menemuinya.
Perlahan aku menoleh pada Ibu yang masih memalingkan sambil sesekali melirikku. Ibu menghela napas kasar, "dia kecelakaan. Kondisinya sekarang kritis dan sedang ditangani di rumah sakit Gongsang." Lirihnya. Aku baru akan berlari sebelum Eomma menahan tanganku, "Eomma mengerti kau mengkhawatirkan Jeonghan, tapi ini hari pentingmu dan Yena." Ujarnya pelan dengan air mata yang mmbasahi wajahnya. Aku menepis pelan tangannya dan mengusap air matanya, "aku tidak bisa."
"Aku tidak bisa mencintai Yena, Ma."
Aku pun berlari menuju mobilku dan menancap gas menuju rumah sakit yang disebutkan Ibu. Pikiranku kacau, kenapa ini terjadi? Dia seharusnya lebih berhati-hati jika memang ingin datang ke pernikahan kami. Kenapa ia terlalu buru-buru? Tak lama setelah aku melajukan mobil, aku memasuki kawasan rumah sakit dan langsung berlari menuju UGD. Dan disana aku melihat pemuda tempo hari yang jalan bersama Jeonghan.
"Seungcheol." Lirihku dan pemuda itu menoleh, rautnya terlihat khawatir dan dia tersenyum tipis. "Syukurlah kau datang, dia masih ditangani di dalam." Ucapnya. Aku menatap pintu UGD dan aku berjalan mendekat. Tangisku pecah, bagaimana mungkin dia bisa lepas dari pengawasanku? Aku kesal dan menyesal, seharusnya aku lebih memikirkan kebaikannya daripada keinginannya. Seharusnya aku tidak benar-benar mengingkari janji itu, seharusnya janji itu terus kujalani untuk kebaikan kami.
Kurasakan seseorang yang kuyakini sebagai Seungcheol meraih bahuku dan membantuku duduk di bangku. Namun aku tak bisa berhenti menangis, aku sangat menyesal. Seharusnya aku terus berada di sampingnya dan menjaganya. Seharusnya aku melindunginya, tapi aku justru menyakitinya. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Aku menggeleng, bagaimana aku bisa tenang sedang Jeonghan sedang berusaha melewati masa kritisnya?
Aku meremat jemariku sendiri, gelisah dan ketakutan melingkupiku saat ini. Tuhan, kumohon selamatkan dia. Aku akan menyesal seumur hidup jika kau tidak membantunya. Aku takut sekali, demi apapun aku takut kehilangannya. Aku ingin membahagiakannya dengan cara apapun, jadi kumohon jangan ambil dia dariku. Masih banyak yang ia inginkan dan aku ingin mengabulkannya, Tuhan. Kumohon.
"Jeonghan akan baik-baik saja, kau harus percaya padanya."
Aku menunduk dalam, aku harus percaya padanya? Ya, aku yakin ia bisa melewatinya. Aku kembali mendekati pintu UGD, berharap dapat melihatnya. Meski aku tidak dapat melihat keadaannya, aku yakin ia sedang berjuang. Kumohon, Jeonghan, bertahanlah. Aku yakin kau pasti bisa. Aku tersenyum tipis, kumohon, tetaplah tinggal bersamaku. Aku lalu kembali duduk di samping Seungcheol dengan tatapan kosong dan pemuda itu mengusap punggungku.
"Dia hanya sedang labil." Aku menoleh pada Seungcheol tersenyum padaku, "jujur saja, ia bercerita banyak tentangmu. Ia seringkali bersedih ketika melihatmu bersama Yena dan aku akan membawanya berjalan-jalan untuk menghiburnya. Tapi ia juga bingung dengan perasaannya, ia tidak bisa bahagia hanya dengan melihatmu bersama Yena. Dan aku yakin kau juga tidak bisa meski kau mencoba untuk mencintainya, gadis itu pun pasti sadar dengan itu. Dia sendiri juga sedang bingung, kalian sebenarnya hanya saling menyakiti."
"Jadi apa yang harus kulakukan untuknya?"
"Kudengar semua ini terjadi karena sebuah janji, kau berjanji untuk selalu berada di sisinya. Apa sekarang janji itu masih berlaku?" tanya Seungcheol. Aku mengedikkan bahu, "Jeonghan menyuruhku untuk melupakannya.". "Dan kau hanya akan melakukan apapun untuk kebaikannya, kan? Kalau begitu tepati janjimu. Kebaikan Jeonghan juga untuk kebahagiaan kalian berdua, kan? Aku yakin, Jeonghan akan bangun, jadi tepatilah." Seungcheol menepuk bahuku dan aku mengangguk, "terima kasih."
"Tapi bagaimana kau bisa tahu Jeonghan kecelakaan?" tanyaku dan Seungcheol hanya menghela napas pelan, "dia menelponku, di perjalanan ke pernikahanmu. Dia mengatakan bahwa hari ini adalah pernikahanmu dan dia senang. Dari nadanya aku merasa bahwa ia memang sedang senang, tapi tak lama dia mulai menangis. Sudah kukatakan dia masih bingung dan dia menyalahkanmu kenapa menikah terburu-buru. Dia menangis, dia menyalahkanmu dan dirinya sendiri, tapi ia juga mengatakan bahwa ia senang."
"Aku sendiri juga bingung dengan pikirannya. Apa dia tidak sadar jika kau bahagia bersama Yena, itu akan menyakitinya? Dia tidak percaya diri dan merendahkan dirinya sendiri." Imbuh Seungcheol dan aku kembali mengangguk paham. Jeonghan bercerita banyak pada Seungcheol, itu artinya pemuda itu percaya padanya. Kurasa ucapan Seungcheol juga berlaku untukku, seharusnya aku percaya diri dapat membahagiakan pemuda manis itu. Aku tersenyum kecut, menyadari betapa bodohnya aku selama ini. Aku kembali menoleh pada pintu UGD, aku tidak ingin berjanji apapun lagi.
Kurasa aku tidak perlu janji untuk membuat Jeonghan bahagia, aku hanya perlu tekad dan keinginan dari diriku sendiri. Jadi kumohon, bertahanlah dan aku akan membuatmu tersenyum sepanjang hidupmu, Jeonghan.
Lampu hijau itu mati, menandakan bahwa proses operasi telah selesai. Sontak aku berdiri dan menunggu dokter keluar. Tak lama berselang, seorang dokter keluar dari ruang UGD dan kulihat Seungcheol ikut berdiri. "Bagaimana keadaannya, Dok?" tanyaku pelan, berharap banyak dengan jawaban Sang Dokter. Dokter tersenyum kearahku, "kami berhasil menyelamatkannya." Ucap Dokter itu dan mendadak kakiku melemas seperti jeli, sontak saja aku segera bersandar pada dinding. Demi apapun, aku lega sekali. Terima kasih, Tuhan.
"Tapi dia tidak tidak akan sadar selama beberapa waktu karena benturan di kepalanya cukup keras."
To Be Continued
○
Ehe, keknya ini udah mau ending...
Happy ending, kok. Percaya ama aku 😊
Makasih ya buat kalian ♥
Friday, 5 June 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Our Promise [JIHAN]
Romance[COMPLETE] Kau adalah segalanya untukku. Apapun yang kau inginkan adalah kewajiban bagiku untuk memenuhinya. Untuk senyummu, untuk tawamu, untuk dirimu, apapun akan kulakukan. Untuk kebahagiaanmu, aku rela menjual kebahagiaanku. WARNING! BXB!