HAPPY ENDING

1.6K 99 7
                                    

“Aku disini, lalu kau dimana?”

Mendengar itu sontak membuat Jeonghan segera bangkit dari tidurnya an menemukan dirinya berada di ladang bunga. Ya, ia kelelahan mencari keberadaan Jisoo dan berakhir di ladang tersebut untuk beristirahat. Sudah berkali-kali ia mendengar suara Jisoo yang entah asalnya darimana, dan ia merasa mendapat kekuatan ketika mendengar suara halus tersebut. Jisoo menunggunya dan ia hanya akan mengikuti kakinya berjalan.

Sudah lama ia seperti ini, berjalan tanpa arah dan akan beristirahat kala lelah. Setiap suara Jisoo terdengar, ia seperti merasa Jisoo berbicara di sampingnya, menuntunnya ke arah yang perlahan ia sadari bahwa itu merupakan arah ke panti asuhan tempat ia meninggalkan Jisoo sebelumnya.

Tapi ia tidak tahu kenapa ia tidak pernah terpikirkan di otaknya bahwa Jisoo berada di panti asuhan, menunggu dirinya pulang. Ia baru menyadarinya ketika ia sudah berada di depan gerbang panti asuhan tersebut dan bibirnya mengulas sebuah senyuman. Pemuda cantik itu memasuki panti asuhan tersebut, berniat mencari Jisoo di dalam bangunan tua penuh kenangan itu. Senyum tak luntur dari bibirnya dan justru semakin lebar ketika ia menemukan setangkai bunga matahari di depan bangunan tersebut.

Jisoo menatap sejumlah bunga matahari di atas nakas, ia baru menggantinya pagi ini dan ia harap Jeonghan menyukainya ketika pemuda itu bangun. Tangannya masih menggenggam tangan Jeonghan dengan seulas senyum hangat di wajah, dadanya berdesir halus dan tatapannya penuh kilat harapan. Beberapa malam yang lalu, ia bermimpi bahwa ia menemui Jeonghan di sebuah pesta kembang api, mengecup kening pemuda itu dan ketika ia bangun, ia mendapati air matanya di mengepul di pelupuk mata. Entah firasat darimana, tapi Jisoo merasa bahwa dalam waktu dekat, pemuda itu akan terbangun.

Karena itulah, ia memperbanyak waktu untuk ke rumah sakit dibanding ke kantor, meski sejak pagi menunggunya hingga hampir tengah malam pemuda itu belum membuka matanya, tapi Jisoo tidak putus asa. Rapalan doa dan cerita, juga pendorong, ia ucapkan seharian tanpa lelah. Kalau perlu, ia juga akan berteriak agar benar-benar tersampai semua perasaannya. Tapi ia pikir tidak perlu karena sepertinya pemuda itu mendengarnya, menangis di tengah komanya. “Aku juga merindukanmu, jadi datanglah padaku.”

Rasanya seperti tersengat listrik jutaan volt ketika ia merasa  jemari Jeonghan bergerak, ia segera menegakkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya. Menjadi objek pertama yang pemuda itu lihat meski mereka hanya berdua di kamar tersebut. Pemuda itu masih menintikkan air matanya dan bibirnya bergerak tanpa suara. Jisoo hanya dapat mengelus rambut Jeonghan tanpa bisa menahan air matanya, “a-aku akan panggil dokter sekarang.”

Jeonghan baru akan menggeleng dan meraih lengan pemuda itu kuat, namun pemuda itu sudah berlari meninggalkannya, rasa-rasa seperti akan mengalahkan atlet lari hanya karena ingin dokter memeriksa keadaan Jeonghan. Kebetulan, Seungcheol juga baru datang bersama Yena dan mendengar apa yang Jisoo katakan sontak membuat mereka ikut berlari ke ruang inap pemuda itu. Dokter segera memeriksa keadaan Jeonghan dan mengatakan bahwa kondisinya kini lebih baik, sontak membuat dada Jisoo terasa kosong, rasanya sangat melegakan.

Sedang pemuda yang masih terbaring itu tidak melepaskan tatapannya dari sosok Jisoo, juga air mata yang belum mau berhenti. Perlahan ia mengangkat tangannya ke arah pemuda itu dan begitu menyadarinya, Jisoo segera menyambutnya. Jeonghan menggenggam tangan tersebut sekuat yang ia bisa, ia juga merasa lega karena tadinya ia takut Jisoo akan kembali pergi. “Aku tidak akan pergi lagi, percayalah.” Lirih Jisoo sembari mengecup punggung tangan Jeonghan, sontak membuat pemuda cantik itu mengangguk cepat.

Kabar siumannya Jeonghan tentu saja membuat orang terdekatnya terkejut. Mereka berbondong-bondong mengunjungi Jeonghan. Keadaan Jeonghan juga membaik dalam beberapa jam jadi kini mereka bisa bersenda gurau dan tertawa. Tapi itu tidak berlangsung lama karena dokter meminta Jeonghan untuk kembali beristirahat dan tentu saja semuanya buru-buru pamit karena takut mengganggu pemuda itu.

Kini tinggal Jisoo yang masih betah berada di ruangan itu, ia ingin memastikan semua yang terjadi dengan Jeonghan berjalan dengan baik. “Tentang janji itu.” Ucap Jeonghan pelan tanpa melepaskan tatapannya dari Jisoo yang mengaduk bubur untuk sarapannya. Pemuda itu menoleh dan menggeleng pelan, “kau ini baru bangun, jadi jangan membicarakan sesuatu yang me—“

“Aku ingin kau benar-benar melupakannya.”
Jisoo yang mendegar itu, hanya diam tak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya sebentar pada mangkuk di tangannya sebelum akhirnya meletakkannya di atas nakas. Ia lalu kembali menatap Jeonghan dalam, tatapan itu tidak lembut, tapi tidak juga tajam dan itu membuat Jeonghan bingung untuk bereaksi seperti apa. Ia benar-benar membeku, apalagi ketika suara Jisoo terdengar lebih rendah dari biasanya, “lalu apa yang kau inginkan?”

“Menikah denganku.”

“Aku ingin kau melakukannya bukan karena janji itu, tapi karena hatimu.” Imbuh Jeonghan. Kini ia juga menatap Jisoo dalam, benar-benar menatap netra itu dalam sampai ia pikir ia akan kembali pingsan. Jeonghan buru-buru mengerjapkan matanya, “bisakah?” tanyanya pelan, teringat bahwa status Jisoo kini adalah pasangannya Yena. Mendengar itu Jisoo mengangguk pelan, “tentu saja bisa, segera akan kulakukan.” Pemuda besurai hitam itu kembali tersenyum lebar, sangat lebar hingga matanya tertutup. Benar-benar membuat Jeonghan sedikit terkejut karena ia jarang melihat Jisoo tersenyum selebar itu.

Mata pemuda itu kembali mengerjap, “benarkah?” Jisoo mengangguk penuh antusias, “kami memutuskan untuk berpisah dan Eomma Appa mengerti dengan itu.”. “Apa kalian berpisah karena aku?” tanyanya, ia tahu pemuda di sampingnya itu selalu di sisinya ketika koma, pasti jarang pulang dan ia pikir itu membuat Yena tidak nyaman. Jisoo menggeleng,  kembali meraih tangan pemuda itu pelan dan mengusapnya, “bukan. Ini karena kami semua.”

“Aku menungggumu sepanjang waktu yang kupunya, hanya karena dilandasi rasa sayang dan penyesalan. Berharap kau bangun dan memperbaiki semuanya, termasuk hubunganku dan Yena. Dengan berpisahnya kami, aku bisa bahagia bersamamu, Yena tak perlu merasa tersakiti, dan kerja sama tetap berjalan dengan aku dan Yena yang mengisi posisi CEO, dengan begitu Eomma dan Appa juga tak perlu kesulitan.” Jelasnya panjang dan Jeonghan melukis senyumannya perlahan,

“bahagia bersamaku? Menikah?”

“Itu salah satunya.”

Senyum Jeonghan semakin lebar dan ia merentangkan tangannya, membuat gestur bahwa ia ingin dipeluk. Tentu saja Jisoo mengerti, makanya kini pemuda itu membawa Jeonghan dalam dekapannya. Pelukannya erat tapi tidak membuat pemuda itu sesak, rasanya ia tidak akan melepaskannya bahkan ketika ia meninggal sekali pun. “Aku mencintaimu, sangat.” Bisik Jeonghan dan Jisoo tertawa kecil, “aku lebih mencintaimu.”
Dengan begitu senyum lebar keduanya tak pernah luntur, bahkan ketika mereka dirundung masalah, senyum itulah yang akan memperbaiki dan menutupnya.


Happy Ending

Akhirnya ini ending, yuhuuu
Ini udah ending, jadi kalau kalian masih ada yang bingung, tulis aja di kolom komentar biar aku bise jelasin. Oke?
Makasih ya buat kalian yang ngevote work Jihanku selama ini ♥

Friday, 26 June 2020

Break Our Promise [JIHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang