TOK! TOK!
Jeonghan menoleh ke asal suara dan berusaha untuk mengabaikannya. Ia bisa menebak bahwa yang berada di depan pintu adalah Jisoo. Jujur, ia masih ragu dengan keputusannya. Ia tidak ingin Jisoo menikah dengan Kim Yena, tapi mau tak mau, ia harus menerimanya.
"Jeonghan, kau di dalam?"
Jeonghan pikir, Jisoo hanya menganggapnya sebagai saudara. Ia rasa ia tidak boleh berharap bahwa Jisoo mencintainya. Maka Jeonghan pun berusaha untuk menganggap Jisoo sebagai saudara sepantinya. Bosan dengan suara ketukan terus terdengar dari luar kamar, Jeonghan pun menghela napas sebelum memutuskan untuk beranjak menuju pintu untuk membuka pintu.
"Kau tertidur? Apa aku mengganggu tidurmu?" Tanya Jisoo lembut. Meskipun ia penasaran, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatir jikalau dirinya mengganggu pemuda itu. Dapat ia lihat mata Jeonghan yang kini menatapnya sayu.
"Tidak bisa langsung saja? Aku mengantuk." To be honest, Jeonghan ingin selalu melihat wajah dan senyum lembut Jisoo. Tapi untuk akhir - akhir ini, Jeonghan menahan sekuat tenaga keinginannya itu dan menghindari Jisoo. Karena melihat Jisoo membuat Jeonghan sakit. Jisoo berusaha menahan emosi dengan menghela napas dalam, "boleh aku masuk?" Tanyanya dan Jeonghan menjawabnya dengan gelengan pelan, tidak. Jisoo berusaha tetap bersabar meski itu membuatnya sedikit sakit hati. Ayolah, bukankah Jisoo saudaranya? Ia bukan orang lain. Jisoo kembali menghela napas, tak sadar bahwa itu membuat mata Jeonghan berkaca - kaca.
"Kau menyetujuinya?" Jisoo yakin betul Jeonghan mengerti apa maksudnya dan ia sedikit berharap Jeonghan kembali menjawabnya dengan gelengan, seperti tadi. Jeonghan menarik kedua sudut bibirnya, melukis sebuah senyuman, "aku menginginkannya." Oke, itu menyakitkan bagi Jisoo. "Tapi aku tidak ingin." Sahut Jisoo cepat, "aku sudah berjanji kepadamu dan kau pun begitu. Kau ingin mengingkarinya?"
"Lupakan itu!" Lirih Jeonghan dan itu sontak membuat Jisoo mengernyit, "apa?" Jisoo menatap Jeonghan dengan tatapan tak percaya. Apa pemuda cantik itu baru saja menyuruhnya untuk melupakan janji yang ia jaga selama bertahun - tahun? Semudah itu? Jeonghan menelan ludah, "maafkan aku. Ini semua salahku karena seenaknya memintamu untuk berjanji. Seharusnya aku ti..."
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, Jeonghan." Potong Jisoo dan langsung membuat Jeonghan terdiam. Entahlah. Berapa kali pun ia berpikir, ia akan selalu menemukan jawaban bahwa semua ini memang salahnya. Sebab ia tidak dapat menyalahkan siapapun, terutama Jisoo.
"Aku ingin memenuhinya. Janjiku bukan hanya sekedar kewajiban untuk memenuhinya. Aku menganggap janji itu sebagai tekad atas keinginanku sendiri." Ucap Jisoo dan ia dapat lihat mata Jeonghan yang semakin mengilat, bersiap meluncurkan air mata. Bagi Jeonghan, semua ini bukan tentang janji, melainkan kebahagiaan dan masa depan. Jeonghan tidak yakin ia dapat membahagiakan Jisoo. Maka dari itu, Jeonghan berharap Jisoo dapat bahagia bersama oranglain.
Jisoo menghela napas lelah ketika Jeonghan sama sekali tidak menanggapinya, "bukankah kau ingin aku memenuhinya, Han? Berhenti memikirkan oranglain dan pikirkan dirimu sendiri. Percayalah padaku, suatu saat kau akan sakit dan menyesal sampai pada akhirnya kembali menyalahkan dirimu sendiri." Jelas Jisoo.
Jeonghan menatap manik Jisoo dalam, "ya. Kau benar bahwa aku akan sakit dan menyesal jika terus berusaha menghargai oranglain dan menyalahkan diriku sendiri. Maka bercerminlah, Jisoo. Kau juga harus memikirkan dirimu sendiri dibanding memikirkan aku. Lupakan janji itu, aku tidak masalah. Jangan menyakiti dirimu sendiri untuk terus bisa bersamaku."
Satu pukulan keras diterima oleh Jisoo. Jisoo menggeleng, itu tidak benar dan cukup mengejutkan baginya mengetahui Jeonghan dapat mengatakan hal semenyakitkan itu padanya. Demi apapun, Jisoo tidak merasa tersakiti sama sekali dan justru merasaa senang. Lalu? Apa Jeonghan yang merasa tersakiti sehingga berpikir bahwa Jisoo merasakan hal yang sama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Our Promise [JIHAN]
Romansa[COMPLETE] Kau adalah segalanya untukku. Apapun yang kau inginkan adalah kewajiban bagiku untuk memenuhinya. Untuk senyummu, untuk tawamu, untuk dirimu, apapun akan kulakukan. Untuk kebahagiaanmu, aku rela menjual kebahagiaanku. WARNING! BXB!