•Ten•

13 3 0
                                    

~oOo~

”Di,” Amel menggumam dengan mata yang masih terpejam. Yudi diam menunggu kelanjutan yang akan dikatakan Amel.

“Lo … suka sama gue ya?” entah dapat keberanian darimana Amel justru menanyakan hal bodoh itu pada Yudi.
Yudi membulat kala mendengar ucapan Amel. Meskipun apa yang dikatakan Amel benar, namun dia tidak akan mengambil resiko yang akan membuatnya semakin dibenci Amel.

“Katanya kalau ada orang yang memberi kita perhatian sekecil apapun artinya dia punya perasaan sama kita.”

Mungkinkah ini pertama kalinya Amel merasakan perhatian? Yudi diam ingin mendengarkan kelanjutan dari cerita Amel.

“Gue nemuin itu saat bareng elo. Bahkan Abi yang suka ngejar gue gak pernah seperhatian elo.”

Kalimat Amel selanjutnya justru membuat Yudi tersenyum. Jika itu benar, dia akan sangat bersyukur bisa selalu ada untuk Amel.

Amel membuka matanya perlahan, senyuman Yudi yang dia temui saat itu juga. Senyuman yang jarang sekali dia lihat. Tulus dan menawan.

“Masih sakit?” tanya Yudi. Amel menggeleng. Kini dia pun sama tersenyum sambil menatap Yudi. Jika biasanya seorang wanita akan salah tingkah saat diberi senyuman, hari ini justru Yudi yang menjadi gugup.

“Lo beneran suka ya sama gue? Kenapa segugup itu?”

“Mending balik ke kelas. Bentar lagi mau bel.” Yudi mencoba mengalihkan pembicaraan namun Amel justru menanyakan hal yang sama padanya. Membuatnya bingung harus menjawab seperti apa.

“Gue tau lo suka gue kan? Lo gak bakalan mau masuk kamar gue, mau minum cokelat panas gue padahal lo gak suka cokelat dan gak mungkin lo rela nunggu sampai Lana pulang setiap hari di rumah.”

Yudi menjadi semakin gugup. Dia takut salah bicara. Jika dia mengatakan sejujurnya apakah ada jaminan jika Amel tidak akan marah? Bagus jika Amel menerimanya atau sekedar menolaknya saja, bagaimana jika Amel justru menjadi semakin membencinya? Yudi tidak bisa membayangkan itu. Lebih baik dia ditolak di tempat umum daripada harus merasakan kebencian Amel.

Yudi menghela napas. Amel saat ini sedang menatapnya intens. Yudi merapikan kotak obat dan membawanya ke tempat semula, dia hanya ingin menetralkan perasaannya yang sudah tidak karuan. Yudi belum pernah berada pada posisi ini sebelumnya.
Amel terkekeh geli saat melihat Yudi tidak sengaja menabrak rak arsip di ujung lemari obat. Dia tidak tahu jika candaanya membuat Yudi sampai segugup itu. padahal tadi dia hanya bermaksdu menggoda Yudi saja. Tidak ada niat merasa geer karena dia tahu Yudi tidak akan pernah menyukainya.

Amel turun dari ranjang, dia meneguk air mineral yang sempat Yudi bawa. Dia masih memperhatikan Yudi yang masih berkutik di lemari obat entah apa yang dia lakukan. Padahal jika menaruh kotak obat saja tidak akan selama ini.

“Masih lama ya? Lagi naruh obat apa baca jampi-jampi di sana?”
Bahkan sekarang, hanya mendengar suara Amel membuat Yudi menegang di posisinya. Dia hanya berniat menyusun kembali obat-obatan yang sebenarnya sudah rapi. Berniat menghilangkan kegugupannya pada Amel.

“Kita ke kelas?” Yudi sudah berbalik, mendapati Amel yang baru saja membuat gelas plastik bekas air mineral ke dalam tong sampah.

“Iya lah. Emang mau ke mana? Pelaminan?” Amel nyengir lebar. Sungguh, menjahili Yudi seperti sekarang terasa menyenangkan baginya. Mungkin dia punya hobi sekarang, selain bersikap kasar, menjahili Yudi sungguh lebih menyenangkan.

ILD [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang