•Fourteen•

8 3 0
                                    

“Gimana sama Kakak kamu? Dia udah tahu hubungan kita?” Dia meletakan secangkir kopi yang baru saja dia pesan.

“Kakak masih belum setuju, tapi kalau kamu bisa pulang ke rumah dan ketemu Kakak mungkin dia mau nerima hubungan kita.”

“Aku bakalan ke rumah kamu. Tapi kapan kamu izinin aku buat pulang?”

“Besok Ayah aku pulang, dia di rumah selama seminggu terus dia bakalan ke LN lagi ngurusin bisninsnya. Setelah Ayah aku berangkat bagaimana?”

“Tapi aku mau ketemu Ayah kamu juga.”

“Aku belum siap. Aku bahkan gak izin sama Ayah kalau hari ini aku gak nginep lagi di rumah.”

Laki-laki itu mengangguk. Dia tersenyum sambil mengusap rambut kekasihnya. Dia akui, Kakak kekasihnya itu sangat posesif tapi jika itu bisa membuatnya mendapat restu akan dia lakukan demi hubungannya.

***

Yudi mengajak Amel ke sebuah taman dekat sekolah. Taman ini mengingatkan Amel pada kenangan Ibunya. Dulu sebelum Ibunya meninggal mereka sering datang ke sini setiap hari minggu. Amel menatap ke arah bangku kosong yang berada di depannya. Bangku kayu dengan sedikit ukiran seni yang membuatnya terlihat estetik. Taman ini tidak banyak berubah dari terakhir kali dia ke sini.

“Kenapa?” Pertanyaan Yudi memecah lamunan Amel.

“Enggak. Cuma lagi inget Ibu aja. Dulu kita sering datang ke sini.”

“Maaf, gue gak tahu. Lo mau es krim?”
“Cokelat, ya.”

Yudi mengangguk, setelahnya dia meninggalkan Amel untuk membeli es krim di pinggir taman. Yudi datang dengan membawa dua es krim cokelat.

Amel mengernyit saat menatap dua buah es krim yang Yudi bawa. Satunya Yudi berikan pada Amel dan satunya lagi untuk Yudi sendiri.
“Lo sejak kapan jadi suka cokelat?”

“Mungkin sejak gue pernah minum cokelat panas buatan lo.”

Amel tersipu. Dia sampai memalingkan wajahnya agar tidak di lihat oleh Yudi.
Amel menyantap es krimnya dengan keheningan. Tidak ada yang berbicara sampai akhirnya es krim keduanya tandas. Yudi mengambil sampah es krim milik Amel. Memasukannya ke dalamn kantong plastik dan membuangnya ke sebuah tong sampah besar yang berada di ujung taman.

Amel mengamati langkah Yudi yang kian mendekat. Untuk alasan yang tidak dia mengerti dia menjadi sedekat ini pada sosok yang pernah dia benci sebelumnya. Dia sering mendengar istilah “Benci bisa menjadi Cinta” tapi dia sendiri tidak menyangka jika akan merasakannya seperti ini.

Rasanya memang berbeda. Dia kerap merasakan kerinduan yang  tidak berasalan. Sering Amel mencoba untuk mengabaikannya namun tetap saja Amel tidak bisa. Sampai akhirnya Yudi mengatakan semuanya. Dia tidak menyangka jika Yudi akan memendam perasaan selama itu padanya. Dan Amel menyimpulkan itu adalah alasan Yudi tidak pernah membuka hati pada siapapun.

“Gimana? Lo masih marah?” Yudi membenarkan posisi duduknya. Mencari posisi ternyaman.

“Emang gue kelihatan marah, ya?”
“Jadi, lo gak marah?” pertanyaan Yudi balik kini membuatnya tersenyum kecil. Jujur dia memang sedikit kesal, masih terlalu cepat baginya.

“Lo kecepetan, Di. Gue bahkan masih gak percaya sama apa yang ngebuat lo suka sama gue.”

“Jadi, lo maunya gimana?”

ILD [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang