•Eight•

7 3 0
                                    

•°•°•°•

“Adik lo mana?” tanya Yudi. Sejak tadi dia mengamati di sekitarnya, namun dia tidak menemukan keberadaan Alana sama sekali.

“Belum pulang. Kenapa nanyain Alana?”

“Enggak kenapa-napa. Cuma ya, aneh aja adek lo jam segini belum pulang juga.”

Yudi mengemasi barang-barangnya. Mengemasi satu persatu buku panduan miliknya ke dalam ransel.

“Lo boleh pulang,” ujar Amel singkat. Jika saja orang lain mungkin sudah memilih pulang dan istirahat. Namun Yudi, dia justru bertahan di posisinya sejak tadi.

“Lo enggak kepikiran buat nginep di sini kan?” tanya Amel sekali lagi.

Yudi menggeleng. “Gue tunggu sampai Alana pulang dulu. Gue harus mastiin lo gak sendirian.”

Jawaban Yudi justru membuat Amel mengernyit sebentar. Sejak kapan seorang Yudi yang katanya dingin perhatian padanya? Dan Amel bahkan kini menyadari jika sosok dingin itu justru bersikap beda padanya. Yudi seakan bukan Yudi yang biasanya diam seperti di sekolah.

“Gue bisa jaga diri! Gue gak lemah apalagi penakut,” ucap Amel setegas mungkin. Meskipun sebenarnya Amel sangat takut sendirian.

“Gue tau…” Yudi menggantung kalimatnya. Sementara Amel kini sudah menatapnya dengan raut wajah kebingungan dengan maksud kalimat Yudi.

“Cuma, gue gak terbiasa ngebiarin cewek sendirian meskipun gue tau lo bahkan bisa jaga diri lebih baik dari yang gue kira,” sambungnya.

Suara pintu terbuka membuat mereka berdua menoleh bersamaan. Mendapati Alana yang memasuki rumah bahkan dengan santainya seolah pulang malam sudah seperti hobi baginya padahal jika dihitung sudah ribuan kali Amel mengomel dengan sikap Alana yang selalu ingin bersikap bebas seperti ini.

“Lana.”

Panggilan Amel membuat langkah Alana terhenti. Amel mendekatinya, dengan Yudi yang mengekor tanpa dikomando sama sekali.

“Kenapa baru pulang? Kakak kan sudah bilang jangan kebiasaan pulang malam! Kamu juga enggak ngabarin Kakak kamu lagi di mana.”

Tidak ada jawaban sama sekali. Bahkan tatapan mengintimidasi kakaknya tidak dia hiraukan. Amel menyadari jika Alana mungkin masih marah, tapi sebagai seorang kakak yang harus menjaga adiknya dia termasuk kakak yang sangat bertanggung jawab.

Kebungkaman Alana mendorong Amel untuk menyentuh kedua bahu adiknya itu, memutar tubuhnya hingga kedua pasang mata mereka saling bertatapan sama dinginnya. “Kalau kakak ngomong itu dengerin! Kalau kakak nanya harusnya kamu jawab! Seneng buat orang khawatir?”

“Emang ngapain sih kakak ngatur hidup aku terus? Aku bukan anak kecil lagi! Aku bisa jaga diri!” ketus Alana. Hanya kalimat pendek yang mampu membuat Amel tidak berkutik sama sekali. Bahkan pegangan di bahu Alana merosot begitu saja membuat Alana dengan mudah menaiki tangga dan meninggalkan mereka berdua dengan tenangnya.

Yudi yang melihat interaksi kedua kakak beradik itu mulai mengerti jika sedang ada ketegangan di antara keduanya. Terlihat perbedaan sikap mereka berdua hari ini dengan kemarin. Jika kemarin mereka terlihat seperti kakak beradik yang harmonis, hari ini mereka seolah ingin melepaskan diri dari sesuatu yang entah apa itu.

ILD [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang