•Seventeen•

6 3 0
                                    


~oOo~

Yudi ke luar ruangan bersamaan dengan peserta lainnya. Wajahnya nampak kusut tapi tetap manis seperti biasanya. Terlihat lucu menurut Amel.

“Gimana? Gampang?” tanya Amel. Yudi masih diam dan justru sekarang malah memandanginya dengan tatapan bingung.

“Kamu udah selesai dari tadi?”  Amel mengangguk dan menampilkan senyum lebarnya.

“Kenapa cepet? Oh ya, aku lupa kalau kamu jenius,” ucap Yudi. Dia menarik pergelangan tangan Amel dan mengajaknya ke aula menemui Bu Rina.

“Lo belum jawab, gampang gak? Gue gak mau ya kita kalah gara-gara point lo kecil.”

“Point atau karena kamu takut enggak bisa nerima perasaan aku?”
Amel membisu, wajahnya menjadi merona saat ini. Semua yang dikatakan Yudi adalah kebenaran yang dia miliki.

Bu Rina menyambut mereka dengan senyum merekah. Sejak awal memang dia senang dengan kedua pasangan ini.

“Gimana? Lancar?” tanya Bu Rina. Dia menyodorkan kotak nasi pada Amel dan Yudi.

“Kalian makan dulu, setengah jam lagi pengumuman yang masuk final,” ucap Bu Rina.

Amel dan Yudi mengangguk. Mereka segera makan nasi kotak yang baru saja di berikan. Mengikuti lomba membuat mereka cepat lapar.

Amel menyisihkan beberapa lauk yang tidak dia sukai. Tadi dia berniat membawa makanan sendiri dari rumah namun Ayahnya melarang. Katanya tidak sopan jika tidak makan hidangan yang sudah disediakan.

Amel membuka kotak bekal kecil yang dia bawa. Isinya hanya sayuran yang tadi dimasak Ayahnya. Dia memang berjaga-jaga jika makanan yang dia makan lauknya tidak dia sukai.

“Mau?” tawar Amel. Yudi melihatnya sekilas lalu menggeleng. Jika Amel menyukai sayuran, Yudi bahkan anti dengan makanan itu.

“Suka sayur ya?” tanya Yudi. Dia menyendok nasi dengan lauknya dan makan.

“Suka, malah gak bisa makan kalau gak ada sayur. Lo gak suka pasti,” tebak Amel. Yudi mengangguk, kebanyakan orang juga memang tidak menyukai sayuran.

“Tapi gue bukan vegetarian. Gue makan lauk yang cuma gue suka aja,” sambung Amel.

“Kalau aku karnivora.”

Amel mendelik. “Kayak  hewan ya?”
Yudi diam, lalu setelahnya dia tertawa mendengar keluguan Amel. Gadisnya memang sangat lucu meskipun kasar.

“Lo jadi makin aneh,” gumam Amel. Dia segera menyelesaikan makannya sebelum nanti akan menunggu pengumuman yang lolos ke Ich Liebe Dichak final.

Pengumuman lolos untuk masuk ke Ich Liebe Dichak final akan diumumkan beberapa menit lagi. Sudah ratusan kali Amel mengatupkan tangannya dan berdoa agar lolos. Bukan hanya tentang Yudi, namun kemenangan ini akan bermanfaat untuknya nanti jika mendaftar Universitas.

Berbeda dengan Yudi yang justru nampak tenang seperti biasanya.

“Kenapa lo keliatan biasa aja?”

Yudi menoleh, lagi-lagi memberi Amel senyuman. “Buat apa khawatir sama hal yang udah pasti? Aku terlalu yakin kalau kita bisa lolos,” jawabnya santai.

Amel menghela napas yang sudah kesekian kalinya. Melihat wajah lawan-lawannya cukup membuat kepercayaan diri Amel.

“Lawan kamu berasal dari sekolah Negeri semua Amel,” celetuk Bu Rina. Amel mengangguk setuju. Meskipun dia tidak tau, dilihat dari wajah lawannya yang bak profesor sudah tentu Amel bisa menebaknya.

ILD [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang