LSIH (4) - 3. Defense of Love 💚

7.5K 587 64
                                    

"Maka istiqomalah kamu ( Muhammad) di jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan juga kepada orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan...."

~ QS. Hud : 112 ~

Jatuh cinta itu fitroh. Jatuh cinta itu bikin mabuk kepayang. Berjuta rasanya. Biar siang biar malam, terbayang wajahnya. Berjuta indahnya, biar hitam biar putih manislah nampaknya.

Dia jauh, hati cemas tapi tetap rindu. Dia dekat jadi senang tapi salah tingkah. Pokoknya nano-nano. Seperti gado-gado atau salad buah dengan aneka buah di dalamnya ada asam, segar, manis, itulah rasanya jatuh cinta. Tak percaya? Tanyalah pada seorang Nizam Zulfikar. Calon dokter spesialis bedah yang sedang memperjuangkan dua hal sekaligus, cita dan cinta.

Tapi bagaimana jadinya, ketika cinta itu sedikit terlambat untuk disadari. Ketika sang pemilik cintanya malah pergi begitu saja. Kala hati menjadi sayang dan rindu olehnya. Lagi-lagi Nizam sedikit terlambat. Namun bagi Nizam, itu hanya soal waktu.

Nizam membasuh mukanya dengan air kran. Rasa kantuk jelas masih menderanya. Meski di tahun pertamanya menjadi seorang residen bedah belum terlalu berat, namun tetap saja membutuhkan stamina yang prima. Ia kembali ke jaman jahiliyah. Jaman kerja rodi di rumah sakit. Hanya saja sekarang posisinya lebih keren, sebagai calon dokter spesialis.

Sejenak Nizam menyandarkan tubuhnya ke tembok. Fajar belumlah nampak terang meski subuh telah tertunaikan. Masih ada waktu sekitar satu setengah jam untuk melakukan visite ke poli bersama dokter konsulen.

"Kamu tuh kok ya aneh Zam...ngambil spesialis jauh-jauh ke Malang...ga ke Cambridge sekalian" ingatan Nizam terlempar pada pembicaraan lima bulan yang lalu ketika dengan tiba-tiba ia sudah menunjukkan kartu mahasiswa PPDS bedah di UB.

"Ah...masih di pulau jawa Yah...tak terlalu jauh lah...lagian kalau ke Cambridge, Nizam jelas tak percaya diri Yah..."

Nizam merasa dirinya bukan orang pintar sekali. Dia belum percaya diri jika harus berkelana hingga ke luar negeri. Banyak hal yang harus disiapkan jika ingin kuliah di luar negeri. Meski dalam hati kecilnya pun ingin juga bisa menengok dunia luar. Sementara ini ia masih jago kandang. Begitu Nizam menjuluki dirinya sendiri. Seminar, workshop yang ia ikuti selama ini untuk menunjang profesinya sebagai dokter pun baru dilakukannya terbatas hanya di dalam negeri saja.

"Kamu itu kok kesannya minder gitu toh Zam...krisis pede...laki-laki itu kudu punya kepercayaan diri Zam...super percaya diri kalau perlu" tegur ayahnya mendengar jawaban Nizam.

"Mungkin itu yang bikin anak kita yang ganteng ini belum nikah yah...kurang pede sama perempuan kali. ..." ibu yang membawa nampan berisi minuman dan gorengan ikut duduk bersama Nizam dan ayahnya.

Ah ibu, apapun temanya tetap ujung-ujungnya menikah yang dibahas....Batin Nizam dalam hati.

"Bukan begitu bu...memang tak mudah untuk kuliah di luar apalagi ini pendidikan spesialis...terutama masalah dana" sanggah Nizam pada ibunya.

Bapak meletakkan map berisi laporan yang sedari tadi dipegang.

"Lha kalau kamu mau, ayah sanggup kok Zam menyekolahkan kamu ke luar...iya kan bu" ibu mengangguk mengamini ucapan ayahnya.

Love Story in Hospital 4 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang