Kamu terlalu berharap kepada manusia, makanya Allah patahkan hati kamu, kamu tau kenapa? Sebab Allah cemburu denganmu.
~ Kekuatan Hati ~
🌻 🌻 🌻
Sore ini, hujan mengguyur kota Bandung dengan derasnya, tak jarang petir menggelegar memekakkan telinga. Semua siswa-siswi masih setiap menunggu hujan reda, ada yang hanya berdiam diri di kelas, ada yang ke kantin, bahkan ada juga yang melakukan rapat ekstrakurikuler.
“Zah, ke kantin yuk. Laper banget, nih.” Aulia berjalan menuju meja guru, karna Zahra berada di sana.
“Ayo atuh, aku juga laper banget.” Zahra melepas kabel charger yang di handphone-nya.
Mereka berdua berjalan menuju kantin sekolah yang letaknya berada di belakang kelas. Jadi, mereka tak perlu basah-bahasan atau meminjam payung. Setelah memesan soto dan teh hangat, mereka duduk dengan tenang di salah satu bangku kantin.
“Emm ... Zah, kita jujur-jujuran yuk.”
“Jujur-jujuran? Maksudnya?” Zahra mengangkat sebelah alisnya.
“Ck, maksudnya teh curhat, Zah,” decak Aulia sebal.
“Ayo, mau apa?”
“Tentang cinta?” ujar Aulia sedikit ragu.
Zahra menahan tawanya. “Jangan bilang kamu langi fall in love? Iya, ‘kan? Jujur wae kamu.” Zahra masih saja meledek Aulia.
“Ih, naon atuh, ya enggaklah. Engga gitu maksud aku, gini loh, kita jujur-jujuran aja, saat ini kita lagi suka sama siapa gitu.” Pipi Aulia tampak memerah membuat Zahra menggelengkan kepalanya geli.
“Ya udah, ya udah, Aulia dulu waelah. Nanti gantian aku.”
“Oke, jadi gini ... aku tuh lagi engga suka sama siapa-siapa, tapi kalo cuma mengagumi, ada. Dia dulu sekelas sama aku waktu SMP, tapi kayaknya dia suka sama sahabat aku sendiri. Ya udah, aku kubur dalam-dalam perasaanku yang hampir saja akan tumbuh. Nah, saat aku melihat kak Lutfi, aku jadi keinget sama dia, gatau kenapa, pokoknya dari suara, bentuk rambut, cara berjalan, dan wajahnya mirip banget sama dia.”
“Jangan-jangan....” Zahra menyipitkan matanya sok misterius.
“Apa?”
“Kak Lutfi itu dia? Yang kamu ceritain tadi?”
“Ck, ngaco kamu, mana mungkinlah. ‘Kan Kak Lutfi kakak kelas kita, nah yang aku ceritain tadi ‘kan temen seangkatan.”
“Iya juga ding.” Zahra menggaruk kepalanya yang tak gatal bingung.
“Terus, aku bingung sama diri aku sendiri, Zah. Aku tuh sebenarnya suka atau sebatas mengagumi ke Kak Lutfi. Ih apaan sih aku ini, masih kecil masa cinta-cintaan.” Aulia menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.
“Aulia, cinta itu fitrah, jadi enggak salah kalo kamu suka sama lawan jenis. Yang salah itu ketika kamu salah mengartikan cinta. Cinta yang sesungguhnya itu hanya milik Allah SWT, iya, cinta itu boleh, karna cinta itu anugerah terindah yang Allah berikan kepada kita. Tapi inget, cintai dulu penciptanya, baru cintai ciptaan-Nya. Allah itu Maha pencemburu, jadi jangan sekali-kali kamu duain cinta Allah. Kamu cinta sama Allah, Allah bakal beri apa yang kamu mau. Tapi kalo kamu lebih cinta sama manusia, Allah bakal beri luka ke kamu. Karena, sejatinya cinta yang sesungguhnya hanya untuk-Nya.” Zahra mengelus pundak Aulia dengan lembut.
Aulia mendongak melihat Zahra, lantas memeluk Zahra dengan erat.
“Zah, seandainya aku tanpa sadar keluar dari perintah-Nya, tolong, jangan tinggalkan aku. Tapi, nasehati aku, rangkul aku agar balik menuju kebaikan. Marahi aku, ketika aku masih membangkang. Karna aku takut, karna rasa cinta justru malah membuatku lalai akan perintah-Nya.” Kini Aulia terisak.
“Iya, Aulia sayang. Kita sama-sama saling mengingatkan, ya. Kalo di antara kita bertiga ada yang futur, tolong saling diingatkan, karna ada kalanya manusia berada di fase ingin berhenti sebelum berjuang. Pokoknya, apa pun yang terjadi, kita harus hadapi bersama-sama! OKE?”
“Hah, Aku beruntung banget bisa kenal sama kamu dan Aina. Terima kasih, sudah membuat hari-hariku penuh warna. Sejak kehadiranmu sama Aina di kehidupanku, aku menemukan arti kehidupan. Pokoknya, Syukron jazakillah khair sahabat jannahku.” Aulia memeluk Zahra lebih erat.
“Ih, kok jadi mellow gini, sih. Sayang banget Aina lagi rapat, jadi gak bisa nikmatin momen yang mellow ini deh, haha.” Zahra tertawa renyah.
“Udah, gak usah nangis, harus semangat, dong!”
“Iya, Zah. Oh iya, sekarang ayo giliran kamu yang cerita,” ujar Aulia dengan suara serak.
“Aku? Ih, Aku teh bingung sama perasaan sendiri, gatau juga, sih. Kalo masalah cinta, aku gak terlalu memusingkan, sih. Masih kecil, jadi aku pikir, rasaku kepadanya cuman sebatas mengagumi aja.”
“Ih serius?”
“Serius atuh, lagian nih, ya. Pas aku lihat info di WhatsApp-nya, dia udah cinta sama orang lain, dan bahkan dia mungkin udah nyebut nama orang yang disukai dalam doanya. Apalah aku yang hanya pengagum rahasianya, hmm.” Zahra tertawa getir, ada rasa sesak yang mengimpit dadanya.
“Kenapa cinta sedahsyat ini, ya, Ul? Kenapa cinta bisa memorak-porandakan perasaan? Apa mungkin itu teguran dari Allah, karna kita yang terlalu berharap kepada manusia? Padahal sebaik-baiknya tempat berharap adalah Allah azza wa jalla.” Zahra menunduk.
“Aku rasa, aku udah lancang sama Allah. Cinta Allah aja aku duakan, gimana bisa aku memilikinya? Seharusnya ‘kan gapai dulu cinta Allah, baru gapai cinta manusia. Kalo kita udah cinta sama Allah, kita ‘kan bisa tuh ngerayu Allah biar dapat cinta manusia.”
“Bicara soal cinta emang gak ada habisnya,” sambar seseorang.
Aulia dan Zahra mematung di tempat, terlalu kaget untuk bereaksi.
“Masih kecil, jangan pada bahas soal cinta. Toh, kalo dia jodoh kalian, dia bakal dateng ke rumah dan meminta izin untuk meminang kalian. Tapi kalo mereka bukan jodoh kalian, mungkin dia juga bakal ke rumah kalian dengan tujuan lain, menyerahkan surat undangan.”
Jleb
“Ah, Kak Rafa, bener juga sih. Oh iya, Ul, aku ke kelas dulu, ya. Lupa gak bawa uang.” Zahra berlari menuju ke sembarang arah, dia berbohong, sebenernya dia sudah membawa uang, tapi dia tau, berada dalam situasi tadi membuat hatinya terluka. Kenapa demikian?
“Oh Allah, kenapa semenyakitkan ini kenyataan, kenapa sesakit ini jatuh cinta. Jika disuruh memilih, lebih baik aku tak mengenal cinta sekalipun, biarkan cintaku hanya untuk-Mu saja, Ya Rabb.” Zahra terisak pelan, kini dirinya berada di taman belakang sekolahnya sendirian.
“Nih, tisu buat kamu.” Zahra mendongak lantas memalingkan wajahnya.
“Gak perlu, Kak. Terima kasih.” Zahra berdiri dan segera berjalan meninggalkan orang tadi.
“Zahra, maafin aku, ya. Maaf atas semua kesalahan yang aku perbuat ke kamu, untuk yang terakhir kalinya, tolong, jaga air mata kamu, jangan sampai menetes hanya karna aku.”
“Satu lagi, maaf, aku terlanjur mencintai sahabatmu.” Tangis tak kuasa dibendung oleh Zahra. Hatinya hancur berkeping-keping. Luka yang belum sembuh kini kian melepuh. Sebelum Zahra pergi, dia membalikkan badan menatap orang tadi.
“Jaga perasaan dia, ya. Jangan pernah melukai dia. Cukup aku saja yang kamu lukai, terima kasih telah mengizinkanku untuk pernah mencintaimu.” Zahra lantas pergi meninggalkannya, taman, dan keheningan menjadi saksi bisu perpisahan mereka. Zahra berlari dengan derai air mata. Saat di pertengahan jalan, dia bertemu dengan Aulia.
“Zahra, kamu ke mana aja? Aku dari tadi nyariinn kam—Zahra kamu kenapa? Bilang sama aku, kamu kenapa?”
Zahra lantas memeluk Aulia seraya berkata, “ Dia mencintaimu, Ul.”
***
To be continued.
Siapakah dia?
Hayu atuh main tebak-tebakan bareng Zahra.😂
Jangan lupa pencet gambar bintang dipojok kanan, ya!🌻
- Nggtrdrs
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekuatan Hati [TERBIT]
RomanceHighest Rank : #1 on Bertepuk ___ Aku tak seperti Bunda Khadijah yang bisa mengungkapkan rasa cintanya. Aku juga tak seperti Bunda Aisyah yang memiliki kisah cinta sangat indah. Aku seperti Sayidatina Fatimah yang hanya mampu mencintai dalam diam, h...