14. #KekuatanHati

113 22 2
                                    

Allah itu Maha baik, cuma kitanya aja yang sering mengeluh. Padahal Allah cuma ingin satu, kita tetap bersyukur. Sebab dengan kita bersyukur, hati kita tak akan pernah futur.

~ Kekuatan Hati ~

****

Zahra berlari tergesa-gesa, entah, firasatnya tidak enak. Dia terus berlari menuju gedung yang menjulang tinggi. Di depan gedung tersebut banyak sekali orang yang sudah berkumpul menggunakan pakaian yang rapi. Berbeda dengan mereka, Zahra justru hanya mengenakan gamis beserta kerudung yang terbilang tidak serasi.

Bayangkan saja, dia mengenakan gamis berwarna biru dongker sedangkan kerudungnya berwarna hijau. Namun, Zahra tak menghiraukan itu, dia masih saja terus berlari masuk ke dalam gedung.

“Saya terima nikah dan kawinnya Aulia Izzatunnisa Binti Herlambang Prasetya dengan maskawin tersebut di atas tunai.”

“Bagaimana para saksi?”

“SAH!”

“Alhamdulillah.”

“Au-lia?” Aulia menoleh ke sumber suara.

“Zahra?” Aulia berjalan mendekati Zahra. Ketika Aulia hendak memeluk Zahra, Zahra menolak dengan halus.

“Selamat, ya! Semoga menjadi keluarga yang SaMaWa. Aku berharap, kamu bisa bahagia dengannya.” Sebutir cairan jernih menetes dari kelopak matanya.

“Aku pamit dulu, soalnya masih ada kegiatan lain.” Zahra menghapus air matanya dengan kasar dan membalikkan badan.

“Zahra, maafin aku. Aku tau apa yang kamu rasakan dan aku tau kalau selama ini kamu suka ‘kan sama Kak Rafa? Maafin aku, Zah.” Aulia memeluk Zahra dari belakang.

“Enggak, aku gak suka, kok, sama Kak Rafa. Udah, kamu gak boleh nangis. Ini ‘kan hari spesial kamu, masa pengantin baru nangis, sih?” Zahra tersenyum sambil terisak.

“Udah, ya, aku pamit. Assalamu’alaikum.”

Wa’alaikumussalam warahmatullah.”

Zahra berjalan keluar dengan hati yang hancur berkeping-keping. Kapal yang selama ini dia labuhkan, ternyata berlabuh pada pelabuhan yang salah. Dengan derai air mata, Zahra berbalik badan sejenak, dan melihat gedung yang ia masuki tadi.

“Gedung ini adalah saksi bisu, atas hilangnya rasaku padamu. Semoga kamu bahagia dengannya. Mungkin ini yang terbaik untukku.” Zahra kembali membalikkan badan dan melanjutkan jalannya.

“Zahra?” Zahra membalikkan badannya.

“Loh? Kak? Kenapa di sini? Kasihan Aulianya kalo ditinggal.”

“Aku salah, ya, ternyata. Aku mengabaikan semua rasamu, padahal kamu sangat baik. Kamu selalu saja mementingkan orang lain, padahal di sini diri kamu sendiri perlu dipentingkan.” Zahra hanya tersenyum.

“Please, Zah. Jangan tersenyum kayak gitu, aku gak sanggup melihatnya.”

“Gak usah dilihat, dong.”

“Zah? Kalo boleh jujur, semenjak kejadian kepalamu kena bola basket itu, aku ada rasa sama kamu, tapi semua sudah terlambat. Maafin aku, ya? Andai aja dulu aku gak terburu-buru mengambil keputusan. Pasti semua gak akan kayak gini. Pasti aku gak akan pernah melihat betapa baiknya hati kamu, merelakan rasamu demi sahabatmu. Andai dulu aku mencoba untuk menerimamu, pasti semua gak akan kay-”

Kekuatan Hati [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang