5. Hukuman Noel

358 59 33
                                    

Mawar terburu-buru menyelesaikan pekerjaannya. Ia tidak ingin membuat tuan muda keluarga Veltman itu semakin naik pitam yang berujung niat membalas dendamnya tidak bisa terlaksana dengan mulus. Setidaknya ia harus dekat dengan mangsanya sebelum menerkam dan mencabik-cabik hingga tak bersisa.

Hukuman? Hukuman apa?

Mawar menebak-nebak dalam hati apa yang akan Noel lakukan untuk menghukumnya. Pikiran buruk mulai menyusup dalam otaknya. Sementara tangannya sedang sibuk mengurai kancing kebayanya yang basah, menguak dada yang dibebat oleh kain stagen warna merah.

Jangan-jangan ia mau berbuat yang tidak selayaknya?

Mata Mawar membulat lebar. Ia menutup dadanya dengan kedua tangan seolah ada orang lain yang melihat.

Ah ... tidak mungkin! Pasti tidak mungkin! Mana mungkin dia doyan gadis jelata macam aku?

Kepala Mawar menggeleng berulang. Ia berusaha menepis segala pikiran buruknya. Membuka lemari, Mawar mengambil kebaya dan kain jarik untuk mengganti pakaiannya yang basah. Buru-buru ia membalut tubuhnya dengan kain untuk bagian bawah tubuhnya yang dikencangkan dengan stagen yang ia pakai hingga menutup dada. Setelahnya dia mengenakan kebaya berwarna merah tua yang sangat cocok dengan kulit kuning langsatnya.

Dilepasnya gelungan rambut, sehingga rambut hitam sepunggung yang lurus itu tergerai. Mawar menyisir dengan sisir kayu yang dibuat sendiri oleh Narto untuk anak gadisnya. Dia memandang sisir itu dan menggenggamnya erat.

Tenang, Pak'e! Mawar akan membalaskan dendam atas rasa sakit yang pernah Bapak rasakan sebelum maut menjemput.

Begitu rambutnya sudah tidak terlihat kusut, Mawar mengumpulkan setiap helaian dan menariknya ke belakang. Tangannya memutar, membelit rambut untuk membentuk gelungan yang rapi di belakang tengkuknya. Gadis itu segera berjalan cepat menuju perpustakaan seperti yang dititahkan oleh Noel.

Jantung Mawar bergemuruh hebat saat kakinya menapak langkah demi langkah mendekati ruang perpustakaan. Begitu sampai di depan pintu yang tertutup, langkah Mawar terhenti. Dia menggigit sudut bibirnya sambil meremas-remas tangan kosongnya yang berkeringat dingin. Mawar menutup kelopak mata. Dihirupnya kuat udara untuk mengisi paru-paru agar menenangkan batinnya yang gelisah.

Embusan udara keras mengalir dari kedua lubang hidung Mawar yang mancung. Ia memberanikan diri mengetuk pintu ruangan. Tidak ada jawaban dari dalam. Diketuknya lagi lebih keras, tetapi tetap saja tidak ada tanggapan. Mawar mengernyitkan alis, dan memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.

Bunyi berderik daun pintu jati yang terbuka membuah gaduh ruangan yang sunyi. Ruangan itu cukup terang disinari oleh mentari yang masuk melalui jendela. Jendela yang terbuka pun membuat suasana di dalamnya menjadi sejuk.

Perlahan, Mawar masuk ke dalam perpustakaan. Di dalam tidak ada siapapun. Namun, tetap saja gadis pribumi itu melangkahkan kaki masuk lebih dalam. Ditutupnya perlahan pintu besar itu dan ia mengedarkan pandangan ke segala arah.

"Tidak ada orang?" gumam Mawar masih mengulirkan pandang di setiap sudut ruang.

Mawar menatap buku yang terbuka di atas meja. Angin yang berembus dari jendela membuat setiap lembarannya menari-nari. Mawar menoleh ke belakang, meyakinkan Noel atau orang lain tidak masuk ke dalam ruangan. Gadis itu pun duduk di depan meja dan melihat buku apa yang dibaca oleh Noel.

Mawar hanya menatap kosong setiap halaman buku itu. Gadis itu hanya tercenung membolak balik lembaran buku karena tidak bisa menyebut huruf-huruf, apalagi mengeja kata-kata yang tertulis di buku itu. Namun, mata Mawar masih setia melihat barisan kalimat yang tertera di setiap halamannya. Mencermati gambar yang ada di dalamnya, berusaha menebak apa yang tertulis di dalam buku itu.

MAWAR BULAN JUNI (NUBAR2P-Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang