4. Mengatur Siasat

322 57 36
                                    

Mawar sudah berada di kamar yang diisi oleh dua orang. Dia duduk di sisi ranjang, memandang berkeliling ruangan yang tampak mewah untuk sekelas kamar tidur seorang abdi. Di kamar itu terdapat dua buah ranjang kecil. Kasur kapuknya berbalut sprei berwarna putih. Di sisi tiap ranjang terdapat nakas jati yang di atasnya diletakkan dian besar untuk menyinari ruangan yang cukup luas. Di sisi lain terdapat cermin berdiri besar di sudut ruang. Di tembok bagian kanan berdiri almari jati yang digunakan untuk meletakkan baju penghuni kamar itu.

Pintu kamar terbuka, membuat angin dari luar menyapa kulit Mawar yang sedang termenung di kamar itu. Tampak seorang perempuan yang Mawar perkirakan berusia delapan belas tahun. "Wah, sekarang saya ada temannya."

Mawar tersenyum, membalas sapaan gadis berkulit sawo matang berkebaya bunga-bunga warna hijau tua. "Saya Mawar."

"Saya Tinah." Gadis pendek itu menarik bibirnya memperlihatkan deretan geligi yang kontras dengan warna kulitnya. "Namanya Mbakyu apik men (bagus sekali)!"

Mawar hanya mengulum senyumnya. "Aku nanti kerja apa ya?" tanya Mawar terdengar kikuk.

"Saya dengar, Nyai Sari ingin abdi untuk bersih-bersih loji dalam. Tidak sembarang orang diterima sejak mereka datang. Kemarin banyak yang datang ingin bekerja, tapi langsung disuruh pulang." Tinah mengambruk badannya dan memosisikan miring tubuhny dengan menyangga samping kepalanya dengan telapak tangan memandang Mawar. "Nyai tidak suka dengan orang yang jorok ... sama perempuan yang mendekati anaknya. Mbakyu tahu to Sinyo Noel itu wajahnya keterlaluan!"

"Keterlaluan?" Mawar mengernyitkan alis.

"Keterlaluan manisnya ...." Tinah mengambrukkan badannya dan menutup wajahnya sendiri. Suara cekikikan Tinah yang teredam membuat Mawar hanya mengerutkan alisnya.

"Kamu suka sama Sinyo?" tanya Mawar dengan satu alis yang terangkat.

Tinah mengembuskan napas keras. "Ya, apalah kita ini dibanding para Londo. Kalau saya hanya suka melihat wajah yang matanya biru, Mbak! Heran saja kok bisa matanya biru seperti langit yang cerah. Aku mau jadi awannya yang bisa menggantung di angkasa sebiru itu." Mawar terkekeh. Ia bisa menyimpulkan jawaban Tinah itu.

Memang diakui oleh Mawar, pesona Noel begitu mengagumkan. Mawar bisa membaui aroma maskulin Noel seolah ia adalah sekuntum kembang yang mendamba kecupan hangat kumbang yang hinggap.

Mawar, ingat! Kamu di sini mau balas dendam!

Mawar mulai mengatur siasat di otaknya bagaimana bisa mendekati Sinyo itu. Anak lelaki satu-satunya keluarga Veltman itu seolah tampak susah untuk di dekati.

"Tinah, aku mau menemui Mbok Ni dulu ya. Untuk meminta petunjuk pekerjaan apa saja yang harus aku kerjakan." Mawar bangkit dan segera keluar meninggalkan gadis yang beranjak dewasa itu hanya cungar cengir membayangkan wajah juragan mudanya.

Mawar tak mengira, gedung loji yang pembangunannya belum sepenuhnya komplit karena terhambat oleh perang jawa dan pemberontakan Pangeran Diponegoro itu ternyata begitu luas. Loji Kebon itu merupakan loji karesidenan. Sepengetahuan Mawar, Loji itu mulai dibangun sejak tahun 1824. Dan ini sudah tahun keenam loji ini dalam masa pembangunan. Karena berdiri di tempat yang luas, maka proses pembangunan itu tidak mengusik di area loji tempat tinggal residen.

Mawar berjalan keluar menuju halaman di depan wisma tempat para abdi berkumpul. Dia bingung hendak ke bangunan mana. Ada tiga bangunan besar, gedung utama yang tadi dilaluinya, dan dua gedung yang lain yang salah satunya adalah wisma para abdi.

Mawar mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia mencari orang yang akan ditanyai. Seorang perempuan berkebaya warna hitam dengan kembangan kecil warna putih tampak keluar dari loji utama. Buru-buru Mawar datang menghampir perempuan itu.

MAWAR BULAN JUNI (NUBAR2P-Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang