14. It's Over

1.1K 192 13
                                    

Ternyata Luka pulang lebih dulu, tanpa bilang padaku. Tadi aku bertemu dengan Rere, orang yang terakhir bersama dengan Luka. Katanya ia hanya berniat mengajak ngobrol karena Luka sendirian dan tadi sempat melihat Luka datang bersamaku ke kampus. Jadi Rere berinisiatif menemaninya.

"Ada apa tadi ngobrol sama si Rere?" Gania mendadak sudah ada di belakangku saat aku baru saja memakai helm.

"Oh itu tadi gue nanyain Lulu soalnya dia maen ngilang aja. Kebetulan Rere sempet nemenin si Luka."

Dia mulai paham, Gania pun lantas mengambil salah satu helm yang tadinya dipakai Luka. "Gue nebeng ya."

"Gue mau langsung ke rumahnya si Lulu, lagian nanti malem nyokapnya ngajakin gue makan, barbeque-an."

"Yaudah gue juga ikut, porsi gue kecil kok. Sekalian nyapa abangnya Luka."

Tumben ada nama bang Ogi dibawa-bawa. Memang akal-akalan Gania tidak pernah habis, selalu ada saja.

###

"Mah, apa kabar?"

Gania langsung mendelik tajam padaku, seolah ada yang mengejutkannya. Padahal aku sudah terbiasa memanggil kedua orangtua Luka dengan sebutan yang sama persis seperti kedua anaknya.

Ibu Luka berwajah mirip dengan Luka, hanya saja Luka yang lebih lucu menurutku.

"Kamu tuh kemana aja Alin? Jarang banget lihat kamu di rumah."

Setelah melepas salaman tangan, aku cengengesan sambil menggaruk tengkuk leher. "Kan aku kesininya pas mamah di luar kota mulu, belum pulang, jadi jarang lihat lah."

"Jadi siapa yang bohong, kata Lulu kamu emang jarang ke sini, sibuk pacaran katanya."

Mataku terbelalak saking tidak suka Luka memutar balikan fakta. "Mana bisa pacaran kalau gak punya pacarnya lah mah. Yang ada Lulu tuh mah udah lengket banget sama pacarnya, sampai rela begadang terus."

Dengan hentakan keras Luka berjalan melewati kami dari arah dapur tanpa berucap sepatah katapun. Jangan-jangan dia marah karena barusan aku mengadu pada ibunya.

"Udah biarin aja, dari tadi Lulu gitu mulu, cemberut." Ibu Luka menjelaskan sikapnya. "Eh iya ini siapa?"

"Gania?" Bang Ogi yang baru saja menyerukan namanya. Pria itu baru saja keluar dari kamarnya dengan memakai boxer berwarna kuning cerah, membuat Gania sempat tertawa pelan melihatnya.

"Oh jangan-jangan pacarnya Ogi ya?"

Kami bertiga yang mendengar ucapan wanita paruh baya itu seketika tersentak, bahkan Bang Ogi dengan buru-buru menggelengkan kepala. "Bukan mah bukan."

"Jangan ngelak, kamu suka gitu Ogi main sembunyi di belakang mamah."

Restu sudah didapat. Maka aku tertawa saja melihat reaksi dari Bang Ogi dan Gania.

"Mereka serasi ya mah." Ledekanku dihadiahi pelototan oleh Bang Ogi juga Gania.

Ibu Luka mengangguk setuju sambil tersenyum bangga, mungkin bangga karena anak lelaki satu-satunya mendapat sang pujaan hati.

"Mamah belum beli dagingnya, Ogi bawain kunci mobil, kamu yang nyetir. Gania ikut juga ya temenin tante belanja. Alin disini aja temenin Luka."

Gania gelagapan, barangkali tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu, salah sendiri memaksa ikut denganku kesini. Jadi mau tidak mau dia mengiyakan, menemani sang calon mertua belanja. Situasi ini sangat menggelikan.

Sementara mereka pergi, aku segera menemui Luka yang selalu betah dalam kamarnya, ingin segera berbincang dengan gadis itu, setidaknya meminta penjelasan kenapa dia main pulang sendiri tanpa memberitahuku lebih dulu dan bahkan panggilan telponku diabaikannya.

LUKA [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang