Irama melankolis lagu Seperti yang Kau Minta milik Chrisye memenuhi setiap sudut ruangan. Tampak seorang gadis tengah asyik memainkan laptop miliknya yang terletak di atas meja, sementara ia duduk dilantai vinyl bermotif kayu warna coklat pucat. Meja di depannya terlihat berserakan dengan klise-klise lama dan beberapa foto masa lampau."Kamu masih sama aja Din, dari zaman bocah sampai sekarang koleksi negative film mulu. Eh, apasih klise ya namanya," ucap laki-laki yang tengah duduk di seberang meja.
"Ini tuh berharga Sa. Dengan klise-klise ini kita bakalan tau sejarah hidup seseorang, kita bakalan tau kondisi sebelum hari ini itu seperti apa. Serasa pergi ke masa lalu. Juga pelipur hati kala kita rindu sama orang-orang terkasih yang mungkin nggak kita tau bagaimana wajahnya sebelumnya."
"Pergi ke masa lalu? Kayak Doraemon aja," ucap Aksa sembari pergi mengambil air mineral di lemari pendingin yang tak jauh dari tempat Dinda menata rapi film-film negative koleksinya.
Kamu juga dari dulu masih sama aja Sa, masih sama kayak Aksa yang dulu, selalu ada tanpa kuminta. Terima kasih udah bikin aku lupa sama masa-masa buruk yang udah kualami. Orang yang mungkin.... ah enggak mungkin aku jatuh cinta sama Aksa. Kuharap kamu tetap seperti ini Sa, jangan pernah berubah. Pun jika berubah, kuharap semesta masih mengizinkanku untuk tetap bisa melihatmu dengan senyum yang masih terlukiskan.
Aksa menjadi satu-satunya pria yang berhasil membuat hati Dinda semakin membaik setelah tragedi patah hati yang dialaminya beberapa tahun silam. Semenjak kejadian menyakitkan lima tahun silam, Dinda seakan-akan membangun tembok yang begitu kuat untuk hatinya agar ia tak kembali merasakan jatuh cinta, agar ia tak kembali merasakan kepahitan kisah cinta di masa lalunya. Ia tak mau lagi mengungkit-ungkit masa-masa itu. Hatinya sudah perlahan memaafkan walau ia tak akan pernah mungkin lupa akan hari dimana ia merasa sangat bodoh dan kacau. Ia enggan memendam dendam pada orang lain. Pun terhadap Aksa. Dinda merasa enggan untuk mencoba membuka hatinya. Ia takut jika suatu hari nanti semuanya berubah, berubah menjadi suatu kenyataan pahit jika ia harus kehilangan sahabat baiknya untuk selamanya hanya karena ego terhadap cinta.
Aksa kembali duduk sembari membawa dua botol air mineral dan meletakkan salah satunya di depan Dinda.
"Minum dulu biar ga dehidrasi."
Aksa mengambil alih laptop Dinda, mengamati beberapa foto hasil klise yang telah diedit dengan filter negatif. Entah sejak kapan Aksa mulai mengagumi setiap gambar-gambar hasil klise itu. Walaupun seringkali ia meledek Dinda karena mengoleksi barang-barang semacam itu. Barang-barang yang dulu menurutnya tidak berguna dan harus dibuang. Barang-barang kuno yang usang. Sesekali ia melirik Dinda yang tengah tersenyum memotret kumpulan klise menggunakan ponsel pintar miliknya.
Kamu dari dulu masih aja sama Din, antik layaknya klise-klise ini. Ku harap kamu akan tetap seperti ini Din, jangan lagi terluka seperti beberapa tahun silam. Andai saja kamu tahu Din, sesak rasanya hatiku setiap melihatmu terluka. Andai saja kamu juga tau kalau aku masih tetap menyimpan rasaku begitu rapi untukmu. Ah, tapi rasannya tak mungkin kamu membuka hatimu, apalagi untuk orang seperti diriku.
"Dinda balik Jakarta jam Berapa? Naik kereta kan?" tanya Aksa.
"Tiga puluh menit lagi keretanya berangkat."
"Kuanter ya Din. Ga baik malem-malem cewek pergi sendirian."
"Tumben banget perhatian, ada maunya ya."
"Ya nggak lah! Kamu aja yang selama ini keseringan suudzon sama Aksa yang ganteng, pinter dan....."
"Iya deh, iya. Yok cepet anterin, keburu terlambat nanti!" Sela Dinda yang membuat Aksa terdiam dan berjalan menuju motor miliknya.
Motor matic putih yang dikendarai Aksa melaju menembus suasana malam kota Yogyakarta. Kota yang memiliki makanan khas gudeng dengan cita rasa manis serta masyarakat yang ramah itu tampak begitu indah di malam hari. Ditemani dinginnya angin malam dan deretan lampu-lampu angkringan di sepanjang jalan membuat suasana khas Jogja begitu mengenang. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka berdua. Entah tak ada topik bagus untuk memulai cakap atau mereka tengah menikmati suasana Jogja yang begitu ramah. Tak lama kemudian motor matic itu telah sampai di depan stasiun Yogyakarta. Tempat yang hampir setiap minggu di kunjungi oleh mereka.
"Sa aku pergi dulu yaa," ucap Dinda sembari tersenyum.
"Oke Din. Eh iya tunggu bentar, nih bawa jaketku buat di jalan. Kamu ga bawa jaket kan ya. Ntar nyampe Jakarta sakit lagi."
"Makasih Aksaaaa buaiiiik."
"Halaah lebay. Udah sana masuk ntar ketinggalan kereta," kata Aksa sembari tersenyum.
Kalau aja kamu tau, berat buatku ninggalin Jogja Sa. Tapi kalau tetap tinggal mungkin hubungan kita bisa aja semakin dekat, tapi... suatu hari bisa jadi kita saling menyakiti satu sama lain jika dirasa sudah tak sehati lagi atau mungkin..., salah satu dari kita suatu saat bosan lalu pergi tanpa pamit. Aku cuma mau kita tetap baik-baik saja Sa. Tetap bercakap, bercanda tanpa ada yang berubah.
Dinda melangkahkan kakinya menuju tempat pengecekan karcis lalu masuk ke salah satu gerbong kereta. Sementara itu di depan stasiun, Aksa masih mengamati sosok yang diantarnya tadi hingga sosok itu benar-benar sudah aman.
Kalau aja kamu tau Din, bahwa setiap kepergianmu ke Jakarta adalah masa-masa berat buatku. Ingin rasanya aku ngelarang kamu pergi, tapi sayangnya aku ngga ada hak buat lakuin itu. Sekarang yang aku bisa cuma nungguin kamu pulang dan berharap kamu tetap baik-baik saja. Semoga kamu tetap seperti ini aja ya Din, tetap merasa baik-baik saja. Jangan rapuh lagi.
_________
Terima kasih buat temen-temen yang udah baca MASA bagian 1 :) jangan lupa vote ya kalau kamu suka sama ceritanya
KAMU SEDANG MEMBACA
MASA
RomanceSemesta selalu punya cara indah untuk melukiskan rasa cinta pada setiap insan di dunia. Rasa-rasa yang seringkali menyisakan kisah indah untuk dikenang oleh masing-masing pemilik rasa. Ini kisah tentang empat anak manusia. Saling cinta, namun masih...