SEMBILAN

10 1 0
                                    

Senja baru saja meletakkan kotak yang berisi obat-obatan di meja ruang tengah. Dia ingin membersihkan dan mengobati luka yang ada di lututnya.

Tok tok tok

Suara ketukan dari pintu utama membuat Senja mengurungkan niatnya.

"Siapa ya, kok tumben jam segini ada tamu." Tanya Senja pada dirinya sendiri saat melihat jam di dinding menunjukkan pukul 19.30.

Dengan sedikit terpincang, Senja berjalan menuju pintu utama, dan memastikan siapa yang datang.

Betapa terkejutnya Senja saat melihat siapa yang tengah berdiri di depan pintu.

"Loe?! ngapain di sini?"

"Loe sendiri ngapain di sini? Ini kan rumahnya Ega." Ucap Dewa tak kalah terkejutnya.

"Enak aja. Ini rumah gue, Ega tuh di sini cuma__" 

Ucapan Senja terpotong saat seorang cowok berambut basah keluar kamar yang berada tidak jauh dari pintu utama. Ya, dia adalah Ega.

"Masuk Wa," Ucap Ega sambil berjalan menghampiri sofa. Dewa yang merasa namanya di panggil, langsung menghampiri Ega. Sedangkan Senja, masih membatu di tempat.

"Dia ngapain di sini?" Tanya Dewa sambil menunjuk Senja dengan dagunya.

"Dia? Senja maksud loe?"

"Hmm."

"Dia pemilik rumah ini wa."

"What?!!"

"Iya. Dia adik yang harus gue jaga." Ucap Ega singkat kemudian menghampiri sang adik yang dia tahu kakinya masih memar karena insiden tadi pagi.

Ega membantu  Senja  berjalan dan memintanya untuk duduk di sofa. Sejurus kemudian Ega pergi ke dapur untuk membuatkan minum Dewa.

"Kaki loe masih sakit?"

Senja mengangguk pelan sambil tersenyum yang pasti itu senyum palsu.

"Mau gue bantu obatin?"

"Nggak, makasih." Tolak Senja singkat, kemudian membuka kotak obat dan mulai mengobati lukanya.

Dewa dapat melihat dengan jelas bahwa gadis yang ada di hadapannya itu cukup kesulitan untuk mengobati lukanya.

"Sini." Dewa mengambil paksa kapas  yang sudah Senja basahi dengan Alkohol.

"Mau ngapain loe." Tanya Senja yang tak habis pikir dengan apa yang di lakukan anak laki-laki di hadapannya itu.

"Gue bantuin loe obatin tuh luka. Gue lihat loe kesulitan."

Senja membeku seketika saat mendapati Dewa tengah duduk di lantai sambil membersihkan luka di lututnya.

"Wa, nggak usah, gue bisa sendiri."

"Udah deh nggak usah batu. Diem aja napa."

Suasana hening seketika. Senja menatap setiap inci wajah Dewa yang terlihat tampan dan..

"Biasa aja kali lihatinnya. Jatuh cinta tahu rasa loe." Ucap Dewa yang mampu membuat wajah Senja memerah sampai ke telinga.

"Hist...siapa juga yang lihatin loe." Bohong Senja.

"Gue tahu kali, loe lihatin gue." Dewa membereskan semua obat-obat dan memasukkan kembali ke kotak obat. "Lain kali nggak usah deket-deket sama Billy, gue nggak suka lihatnya."

"Ya?"

"Nggak papa. Udah selesai nih." Dewa berdiri, kemudian kembali merebahkan tubuhnya di sofa sebelah Senja.

"Ehm...ehm." Ega berjalan keluar dari dapur membawa nampan berisi camilan dan minuman. "Nih di makan." Ucap Ega sambil menaruh nampan itu di atas meja.

"Hemm." Sahut Dewa. "Jadi,?"

"Iya, ini rahasia besar yang gue maksud, jadi loe nggak perlu cemburu lagi kalau lihat gue deket sama Senja " Potong Ega yang sudah tahu maksud dari tatapan Dewa.

Mendengar perkataan Ega, Dewa hanya nyengir sambil menggaruk kepalanya dengan jari telunjuk. Sedangkan Senja melotot ke arah Ega.

"Gila loe. Masalah kayak gini juga loe nggak mau cerita. Bilangnya sagabat, sahabat macam apa coba."

"Ya maaf, ini tuh permintaan si Senja. Bilangnya sih, biar dia nggak jadi narasumber para wartawan sekolah kita."

"Iya juga sih, gue tahu." Ujar Dewa sabil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Anak-anak sekolahan kita tuh bar-bar banget." Lanjut Dewa.

"Hem setuju."

"Loe diem aja kenapa? Di kerumunin lalat ntar, tahu rasa.

"Ish. Garing tahu. Mau ke kamar aja gue kak." Pamit Senja sambil berdiri mencoba berjalan meninggalkan ke dua anak laki-laki gesrek itu.

"Bisa jalan nggak?" Tanya Dewa saat melihat Senja berjalan sedikit kesulitan.

Tanpa pikir panjang, Dewa berjalan mendekati Senja yang baru berjalan beberapa meter. Kemudian berjongkok dan meminta Senja untuk naik ke punggungnya.

"Loe ngapain?"

"Naik gih."

"Nggak mau!"

"Udah deh, nggak usah batu. Nurut aja napa?"

Akhirnya Senja menyetujui permintaan Dewa, dan naik di bahu Dewa.

"Ehm ..sweet banget sih kalian, bikin iri."

Dewa berjalan begitu saja tanpa menghiraukan perkataan Ega.

Nging...nging...nging ... "Nyamuk nyamuk." Teriak Ega karena kesal di kacangi oleh Senja dan Dewa.

Dewa menurunkan Senja di tempat tidurnya. Kemudian berbalik bermaksud kembali ke ruang tengah.

"Wa," panggil Senja.

Dewa yang baru berjalan sekitar 2 meter dari tempat tidur Senja, seketika berhenti dan berbalik menatap sang gadis yang memanggilnya.

"Hem.."

"Makasih ya untuk hari ini." Ucap Senja pelan tapi masih dapat di dengar oleh Dewa.

Dewa berjalan mendekati Senja kemudian duduk di sebalahnya. "Iya, sama-sama. Loe kan pacar gue, jadi udah sewajarnya gue bantuin loe."

"Maksud , loe?!"

"Ma maksud gue, gue kan pacar pura-pura loe. Jadi udah sewajarnya gue bantuin loe. Ya udah, gue kebawah dulu, loe buruan tidur." Titah Dewa.

"Hu'um."

Dewa berlalu pergi. Tapi sebelum dia meninggalkan Senja, Dewa sempat mengacak lembut rambut Senja. Dan itu berhasil membuat Senja memerah.

Dewa menutup pintu kamar Senja. Kemudian menyadarkan tubuhnya di pintu.

"Astaga, jatung gue rasanya mau lompat. Bisa-bisanya gue berbuat kaya gitu ke Senja. Gila...gila...gila." teriak Dewa dengan suara tertahan sambil mengacak frustasi rambutnya.

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang