SEBELAS

10 1 0
                                    

Senja berdiri dari duduknya, kemudian mengotak-atik ponselnya mencari kontak sahabatnya yang dari tadi ia coba hubungi namun tak membuahkan hasil.

"Astaga, Bulan. Loe pasti marah banget sama gue, sampai-sampai nomor loe nggak aktif kayak gini." Gumam Senja sembari kembali duduk dan meletakkan benda pipih itu di atas meja yang ada di hadapannya.

Senja mulai bingung mencari cara untuk bisa menghubungi sahabatnya itu.

Di saat Senja terdiam memikirkan cara untuk dapat menemui sahabatnya itu, tiba-tiba Ega datang dan langsung duduk di sebelah Senja.

"Loe kenapa, Ja?" Tanya Ega saat mendapati adiknya itu tengah terdiam lesu.

"Bruugh" gadis itu langsung saja memeluk tubuh sang kakak dan menumpahkan semua beban masalah yang hampir dua jam dia simpan sendiri.

"Loe kenapa? Kenapa nangis? Ada yang gangguin loe lagi?" Ega yang khawatir dengan keadaan Senja, langsung menghujaninya dengan pertanyaan secara bertubi-tubi.

Sedangkan Senja masih diam, belum mau menjawab pertanyaan dari kakak. Dia masih nyaman menangis di pelukan sang kakak.

Ega mencoba menenangkan Senja dengan menepuk pelan bahunya.

5 menit berlalu. Senja melepas pelukannya, kemudian menghapus air matanya, mencoba menceritakan semuanya kepada Ega dengan sesenggukan yang masih terdengar begitu jelas.

"Jadi tadi brian nembak Senja, kak."

Ega mengerutkan keningnya tidak mengerti maksud sang adik. "Terus kenapa loe nangis, sih? Seharusnya kan loe seneng ada yang nembak loe."

"Masalahnya itu kak," senja menjeda ucapannya. " Brian itu, cowok yang di sukai Bulan. Lagian, Senja nggak suka sama brian. Terus tadi waktu Brian nembak gue, Bulan lihat." Lanjut Senja menjelaskan semuanya pada Ega.

"Jadi.."

"Jadi Bulan salah paham sama gue." Senja kembali menangis di akhir perkataannya.

Ega meraih tubuh Senja, membawanya kembali ke dalam pelukannya mencoba menenangkan Senja.

"Terus sekarang  yang bikin gue khawatir itu, nomor Bulan nggak aktif. Padahal gue mau jelasin ke dia." Senja meraih segelas air yang barusan di berikan seseorang kepadanya, dan langsung meminum begitu saja tanpa melihat orang tersebut.

"Loe jelasin besok aja, lagian gue yakin Bulan butuh waktu untuk sendiri." Senja menoleh ke arah suara yang tidak asing itu.

Senja semakin mengeraskan tangisannya saat melihat Dewa sudah duduk di sebelahnya. Dia begitu malu pada Dewa. Bagaimana bisa dia tidak menyadari keberadaan Dewa.

"Kok malah semakin keras sih dek nangisnya?" Ega semakin kebingungan melihat tingkah adiknya itu.

***

"Nih minum." Dewa memberikan sebotol minuman ke pada gadis yang duduk di atas jok mobilnya dengan mata masih terfokus pada pemandangan jakarta yang terlihat indah di malam hari.

Ya, gadis itu adalah Senja. Kini, Dewa dan Senja sedanga berada di sebuah bukit kecil yang berada di pinggiran Jakarta.

Setelah kejadian Senja menangis tadi, Dewa meminta ijin kepada Ega untuk mengajak Senja jalan sekedar untuk mencari angin.

"Gimana, udah ngerasa mendingan?" Tanya Dewa pada Senja yang dari tadi masih diam.

"Hmm," gumam Senja, menjawab pertanyaan Dewa.

"Tadi gue lihat."

Senja tersentak mendengar perkataan Dewa, membuat Senja mengalihkan tatapannya ke pada cowok yang duduk di sampingnya. Hingga kini manik hitam mereka saling bertemu.

Dewa dapat melihat betapa terkejutnya gadis itu.

"Iya, gue lihat waktu Brian nembak loe. Ulang Dewa tanpa ragu. "Tadi gue ada di atap, tapi gue yakin kalian berdua nggak menyadari keberadaan gue." Jelas Dewa yang kini sudah kembali menatap jauh ke depan.

Suasana hening seketika menciptakan ke canggungan di antara mereka.

"Loe kenapa selalu nolak cowok yang deketin loe, loe nggak ada kelainan kan?" Pertanyaan yang meluncur dengan mudah dari mulut Dewa kali ini benar-benar bikin Senja naik darah.

Bugh !! satu pukulan tepat mendarat di kepala bagian belakang Dewa. "Ish! tu mulut minta di sekolahin di kelas tata krama, ya!

Dewa bukannya marah, dia malah tertawa terpingkal karena gadis di hadapannya itu.

"Gue gag ada kelainan kali," ucap Senja sambil memanyunkan bibirnya beberapa senti. "Cuma, gue lagi nungguin seseorang aja, makanya gue belum siap buka hati gue."

"Seseorang?"

"Iya. Seseorang, seseorang yang ngerubah kebiasaan gue yang suka sendiri menjadi lebih terbuka dengan orang-orang di sekitar gue."

Dewa tersenyum kecil mendengar perkataan Senja. "Gue nggak salah, loe emang Senja kecil gue." Ucap Dewa dalam hati.

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang