DUA BELAS

5 1 0
                                    

Senja sengaja berangkat ke sekolah lebih pagi. Dia berharap, agar segera bertemu Bulan dan meluruskan salah paham kemarin.

Semalaman Senja tidak bisa tidur, dia terus saja memikirkan sahabatnya itu. Mana ponsel Bulan tidak dapat di hubungi lagi, itu membuat Senja semakin gelisah.

"Tumben loe udah nyampek, Ja?" Suara Dewa menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

"Seharusnya tuh gue yang nanya kayak gitu ke  loe. Tumben bener cowok macem loe nyampek sekolah pagi-pagi gini."

"Ye enak aja, gini-gini gue tuh anak teladan."

"Telatan maksud loe."

Kletak

"Aduh," pekik Senja tertahan. "Apaan sih, lo. Main nyentil kening gue seenaknya."

"Biar tuh setan yang ada di tubuh loe kabur."

Bella mengernyitkan keningnya, tidak paham dengan perkataan cowok yang saat ini sudah duduk di kursi yang berada di depannya itu.

Melihat Senja terus memikirkan perkataannya tadi, anak laki-laki itu tersenyum tipis, kemudian bangkit dari duduknya sembari mengusap pelan pucuk kepala Senja.

"Nggak usah terlalu di pikirin omongan gue barusan, gue cuma bercanda." Dewa berjalan meninggalkan Senja yang masih mematung. "Gimana, Bulan udah bias di hubungin belum?" tanya Dewa sembari meletakkan tas ranselnya di tempat duduknya.

Senja menggeleng dengan menunjukkan wajah sedihnya.

"Tenang aja. Pasti bentar lagi nomornya juga aktif, lagian kan hari sekolah, jadi pasti ntar dia ke sekolah."

Senja mengangguk, mengerti akan penuturan Dewa.

Tet...tet...tet

Bel tanda di mulainya pelajaran pun sudah terdengar. Tapi sayang, Bulan belum juga menampakkan diri, membuat Senja semakin gelisah.

Senja menoleh ke arah Dewa dan Ega, menunjukkan wajah khawatir dan gelisahnya. Dewa yang menyadari keadaan Senja yang tidak baik-baik saja, segera berdiri dan menghampiri gadis itu.

"Gimana nih, Bulan nggak datang?"

"Udah lo tenang dulu. Ntar balik dari sekolah, gue anter lo kerumah Bulan."

"Seriusan?"

Dewa mengangguk di barengi sebuah senyuman yang mampu membuat Senja yakin akan ucapannya.

Tanpa Dewa sadari, ternyata bu Asri telah duduk di mejanya. Dewa ingin kembali ke tempat duduknya, namun sayang bu Asri telah meminta Dewa untuk duduk di sebelah Senja.

Senja dan Dewa saat ini di selimut ioleh rasa canggung. Keduanya sama-sama salah tingkah. Apapun yang di lakukan, rasanya tidak nyaman.

"Lo kenapa sih, pakek acara nyamperin gue segala?" Bisik Senja.

"Gue kan cowok peka. Jadi saat lo ngelihat ke arah gue, gue paham lo butuh bantuan gue."

"isssh geer, lo. Orang tadi gue lihatin Ega." Bohong Senja.

"Bohong ya, lo. Orang gue tadi lihat si Ega nggak lihat ke arah lo."

Skakmat! Ucapan Dewa barusan membuat Senja menjadi terdiam karena malu ketahuan berbohong.

"Enak ya, dari tadi ngobrol terus." Sindir bu Asri yang entah dari kapan berdiri di samping tempat duduk Dewa.

Senja melotot kearah Dewa, menunjukkan wajah sebalnya.

"Apa sih yang kalian obrolin? kelihatannya asik banget? ibu boleh ikut gabung nggak?"

"Silahkan, bu." Dewa berdiri dari duduknya, kemudian mempersilahkan bu Asri untuk duduk di kursi yang tadi dia tempati.

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang