Epilog

269 13 1
                                    

Tirpitz saat ini sedang berjalan menuju ke ruang perawatan di mana Roon berada untuk menjenguknya. Ia juga membawakan karangan bunga untuk kansen yang telah menjalani tugasnya dengan baik tersebut. Kemudian setelah beberapa lama menyusuri lorong, ia sampai di depan pintu ruangannya, dan membukanya dengan lembut.

Begitu masuk, ia melihat Friedrich duduk di sebuah kursi lipat, diiringi oleh sebuah musik. Di sebelahnya terdapat sebuah tabung kaca yang merupakan tempat penyembuhan bagi kansen yang terluka parah. Di sanalah Roon saat ini berada, melayang pada cairan hijau yang menyembuhkan tubuhnya yang kini tak berbusana. Sebuah alat pernapasan terpasang pada wajahnya yang menghasilkan gelembung-gelembung udara.

Friedrich bangkit dari tempat duduknya dan memberi hormat. Tirpitz tersenyum melihatnya. "Kau masih di sini," katanya. "Apakah kau juga sudah cukup beristirahat? Tak baik jika kau kelelahan akibatnya. Itu akan membuat Roon mejadi turut sedih."

"Tolong jangan pikirkan itu," kata Friedrich.

Kemudian Tirpitz meletakkan bunganya pada vas yang tersedia, sementara kansen PR itu menyiapkan kursi agar atasannya bisa duduk. Kemudian setelah duduk bersama, kedua wanita tersebut bercengkrama mengenai berbagai hal.

Kemudian Tirpitz terdiam. Perhatiannya teralih pada musik yang diputar oleh gramofon yang memainkan piringan hitamnya. Melihat ini, Friedrich buru-buru angkat bicara. "Apakah suara itu mengganggu Anda? Biar saya matikan."

"Tidak, tidak perlu," kata Tirpitz. "Aku hanya tertarik dengan musiknya. Bukankah ini Simfoni Nomor Sembilan?"

"Ah, jadi Anda tahu juga," kata Friedrich sembari tersenyum mengetahui ada yang tertarik pada lagu kesukaannya. "Benar, ini adalah Simfoni ke-9 karya terakhir dari Ludwig van Beethoven yang termahsyur. Saya mendapatkan ini dari Nona Bismarck dan Shikikan, yang tahu mengenai kekaguman saya pada sang maestro terkenal itu."

"Hmm... memang sangat menarik," tanggap Tirpitz.

Wajah Friedrich berbinar-binar memandangi atasannya yang tertarik. "Anda tahu, Nona Tirpitz," jelasnya. "Simfoni ini digubah ketika Beethoven telah sepenuhnya kehilangan pendengaran. Meski begitu beliau tetap ingin membagikan kejeniusannya pada seluruh orang, walaupun ia takkan pernah mendengarkan hasil kriyanya. Memang ironis, namun hal itulah yang membuat orang-orang kagum terhadapnya, dan menjadikan simfoni ini menjadi begitu indah."

"Yah, aku pernah mendengar selentingan tentang kehebatannya," balas wanita berambut putih itu. "Tapi apa yang didengarnya dalam kepala sang maestro bakal berbeda dengan kita. Sesungguhnya dialah yang paling dapat mendengarkan keindahan hasil karyanya sendiri. Bukan begitu, Friedrich?"

"Anda benar sekali," kata Friedrich sembari menyunggingkan senyum.

Mereka kembali terdiam. Alunan musik orkestra yang indah kembali mendominasi suara-suara di ruangan itu. Kadang kala nadanya melambung tinggi, terkadang melambat menjadi sayup-sayup. Juga pada saat tertentu para penyanyi ikut melantunkan syair-syair bersuara merdu. Selama beberapa saat mereka hanya duduk diam seperti itu.

Akhirnya Friedrich kembali berbicara. "Maafkan aku, Nona Tirpitz," katanya dengan sedih. "Gara-gara aku, Roon jadi seperti ini. Seharusnya aku tidak tenggelam dalam emosiku waktu itu, hingga tak mampu berpikir secara jernih, sama seperti dulu pada waktu latihan. Meski aku telah berjanji, aku tetap mengecewakanmu. Aku... benar-benar minta maaf."

Tirpitz tidak menjawabnya. Namun, ia bangkit berdiri, dan mendekap wanita itu dengan begitu erat. Seketika Friedrich bisa merasakan kehangatan tubuh dari orang yang paling dia sayangi, yang membuat air matanya meleleh.

"Kau sudah berbuat yang terbaik, Friedrich," katanya. "Janganlah bersedih akan masa lalumu. Kau telah membuktikan kemampuanmu pada faksi dan armada ini, serta padaku. Aku bangga bisa memilikimu."

Azur Lane - Mirror OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang