"Whoaa!"
Jimin membuka mulutnya lebar, mencondongkan bibir tebal sexy nya ke depan. Gedung di depannya ini sangatlah besar. Di Busan tidak ada gedung sebesar dan semewah ini.
Omong-omong ini pertama kalinya Jimin pergi ke Seoul sendirian. Biasanya ia diantar oleh keluarganya, atau mungkin saudara ibunya; sekalian berbelanja buah-buahan segar di Seoul.
Tapi tak apa. Pada dasarnya Jimin sudah dewasa, dia tidak perlu diantar lagi. Umurnya sudah hampir 20 tahun Oktober bulan depan.
Dia sudah akan menjadi mahasiswa sekarang. Jurusan seni dan masuk kelas unggulan tari. Sedikit banyak Jimin sudah puas akan hal itu.
Kemampuannya dalam menari, itu adalah salah satu bakatnya selain bermain basket. Tidak ada yang melarang laki-laki itu untuk lebih memilih tari daripada olahraga; karena orang tua Jimin lebih memikirkan kebahagian daripada memaksakan dia menuruti keinginan.
Sebenarnya juga, Jimin sangat ingin masuk ke SOPA, tapi setidaknya dia bersyukur bisa memasuki universitas unggulan kedua di Seoul. Melangkah dengan yakin, Jimin memantapkan tekad dengan menarik erat tali ransel di bahunya.
Ia sudah siap!
Dan sepuluh langkah memasuki gerbang kampus, nyali Jimin langsung ciut seketika. Pandangan semua orang disini begitu membuatnya sangat ingin menjerit; tapi tidak. Karena dia sadar dirinya lelaki.
Menunduk dalam, Jimin terlonjak--hampir memberikan tinjunya--karena seseorang telah menepuk bahunya dengan keras; membuatnya sedikit terhuyung.
Sialan. Dasar manusia tiang!
"Kau mahasiswa baru?" ditanyai, Jimin lalu mengangguk ragu. Siapa orang yang menanyai nya ini. Sok kenal sekali.
"Salam kenal. Aku Kim Namjoon! Mahasiswa tingkat tiga. Senior mu disini. Panggil saja aku hyung." Jimin mengerjapkan matanya. Memelototi tangan panjang dan berurat milik Namjoon yang sedang mengajaknya untuk bersalaman.
Lalu kembali menatap sang pemilik tangan. "K-kenapa tanganmu besar sekali?" Dan Namjoon termangu. Si kecil ini.. kenapa imut sekali?!
Menggaruk tengkuk nya yang sama sekali tidak gatal, Namjoon meringis pelan, "a-ahh.. mungkin karena aku selalu menulis? Atau mungkin dari gen ayahku. Kenapa bertanya?"
Namjoon terkejut. Ada tangan yang merayap di sela jarinya. Dan, ugh! Tangan itu mungil sekali. Ingin rasanya Namjoon mengemut jari bantet itu.
"K-kenapa?"
Berkedip, laki-laki bongsor itu menelengkan kepalanya, "apanya?"
"Kenapa jarimu lebih panjang dari punyaku? Tidak adil sama sekali!"
Dan yah.. Namjoon terbahak setelahnya. Dia melihat telapak tangan pemuda pendek ini menempel di telapak tangannya. Lalu jemari bantet itu masuk ke setiap celah jarinya.
Namjoon merasa geli sekaligus merinding karena nya.
Dia bukan gay, 'kan?
"Hmm.. mungkin panjangnya jari tergantung tinggi badan setiap orang. Aku kan tinggi, jadi jari-jariku panjang. Dan kau kan pend--ouch! Sakit! H-hei berhenti! Oke-oke. Aku minta maaf."
Jimin menyerang Namjoon dengan memelintir tangan kanan yang dipegangnya.
Ah~ Namjoon.. jangan pernah membahas tinggi badan jika bersama Jimin.
"Dan.. uhm, siapa namamu tadi?"
xxx
Jimin berjalan menuju aula kampus, setelah diberi informasi oleh Namjoon kalau akan ada rapat untuk para mahasiswa baru.