Namanya Taehyung

3.3K 179 2
                                    

"Ugh! Sialan! Kenapa juga aku mau dengan si cecunguk bangsat itu." Jimin memungut celananya dan mengomel kasar. Melihat di cermin toilet siswa di depan ia berdecak.

"Akan ku hajar pemuda tolol itu! Beraninya dia menodai dada bidang ku. Sialan!" Menggosok dada yang hampir keseluruhan tertutupi bercak merah keunguan, Jimin merasa marah.

Sangat sangat marah. Karena kali ini fokus objek rasa marah itu sendiri ada di belakangnya, sedang menyibak rambut hitam ikal; yang tampak sedikit basah.

Oke. Dia sedikit--hanya sedikit--lebih tampan dengan itu.

"Jimin, untuk tadi aku minta maaf dan aku tidak menyesal melakukannya dengan mu. Sperma mu nikmat, btw." Jimin menutup matanya, mencoba menghilangkan kabut merah yang sama sekali belum reda. Pemuda ini.. benar-benar ingin dibunuh rupanya.

"Bocah ganteng kurang ajar kau ya?! Sini kau! Biar ku lempar muka sok ganteng yang emang ganteng mu ke cermin!" Jimin berlari, menggapai Taehyung yang tidak jauh dari nya. Tapi sayang, belum sempat Jimin menarik kerah kaos polo hijau milik Tehyung, pemuda itu lebih dulu pergi dari sana.

"Bocah gajah!"

Ah, ia jadi ingat tahi lalat di lengan pemuda tadi.

"Jimin?" eh? Siapa?

Jimin menoleh, mengernyitkan alisnya lalu tertawa kencang, "Kak Namjoon? I-ini Kak Namjoon? Pfft!" Sekarang giliran Namjoon yang mengernyitkan alisnya heran--menyerempet kesal.

"Kenapa memang? Kenapa kau tertawa seperti kadal?" Menghentikan tawanya, Jimin ganti merengut. Kesal. Kenapa di samakan dengan kadal?!

"Aku baru tau kakak pakai kacamata. Lucu ya.. mirip-mirip bulldog gitu. Hehe.. Jimin pergi dulu ya, Kak. Ada latihan maba di lapangan."

Apa katanya tadi? Bulldog? Lelaki tulen semacam ini dimiripkan dengan bulldog?! Bocah kurang tinggi itu memang.. kurang ajar! Lihat nanti, Namjoon akan beri pelajaran.

Mengencangkan laju larinya, bocah perawakan kekar namun mungil sesegera mungkin berkumpul di lapangan. Tengah hari dan terik matahari membakar ubun-ubun nya, Jimin berada di barisan paling belakang. Mengabaikan tatapan mahasiswa di sampingnya.

"Kau baru datang?" Siapa laki-laki ini?

"Hoi~ aku bertanya, Pendek." Apa tadi? Dia tadi bilang apa? Pendek? Heh?!

Jimin merengut, maba putih di depannya ini sombong sekali, " Siapa yang kau bilang pendek? Dasar pendek." Lalu laki-laki di depannya itu tertawa keras dan tidak ada yang menyinggung sama sekali.

"Siapa nama mu? Akan ku catat di buku hitam untuk mahasiswa baru nanti."

Membelalakan matanya, Jimin melongo terkejut, "k-kau siapa, sih? Sesama maba bukan?" Yang ditanya terdiam, sedetik kemudian tertawa, sangat keras.

"Wah.. wah.. bagaimana maba baru ini tidak mengenal senior nya sendiri? Kemana saja kau waktu perkenalan tadi, hm? Having sex di kamar mandi?" Jimin terdiam, wajahnya pucat dan tangan kanannya gemetar ketakutan. Bagaimana bisa ia lupa kalau waktu apel di aula tadi tidak ikut. Astaga.

"A-anu, Kak.. maaf" Menunduk dalam, ia merasakan dagunya disentuh untuk menatap wajah sang senior. "Kau pikir aku kakakmu?"

"Maaf, Hyung.."

"Kita tidak saling mengenal sampai-sampai kau memanggilku 'hyung', Bocah."

Tergagap dan menatap sekitar dengan mata sipitnya, Jimin kembali menyapa, "sekali lagi maaf, Sunbaenim." Lalu membungkuk meminta maaf.

"Ikut aku," tangan Jimin ditarik pelan, lalu ia mengikuti langkah lebar dari sunbae yang sama pendek dengannya itu. Melewati banyak barisan yang tentunya membuat mereka berdua menjadi fokus tujuan dari berbagai pasang mata yang melihat. Entah apa yang mereka pikirkan.

L'œuvre | KookMin |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang