"J-jungkook?" Itu Jungkook nya kan? Kenapa ada dia di sini?
Suara Jimin sempat tersendat ketika menyebut nama Jungkook. Kaki panjang ia langkahkan ke seseorang yang sedang membelakangi nya. Ia masih tidak percaya jika yang dilihatnya sekarang adalah Jungkook.
Sampai tepat di belakang pemuda itu, ia menepuk pemilik bahu berbalut hoodie hitam. Tangan kecil miliknya ia usap perlahan dari bahu dan naik ke rambut ikal lelaki kecilnya, mencoba mengetahui kalau ternyata pemuda ini memang benar Jungkook nya.
"Jungkook?"
Yang mendapat sentuhan menoleh, menatap dalam sepasang iris cokelat madu di hadapan, lalu menjawab, "iya, Hyung?" Jimin menghembuskan napasnya yang sedari tadi ia tahan, takut salah orang dan malah membawa keributan.
Tangan yang sedari tadi menyisir rambut ikal Jungkook tetap berada di sana dan sesekali mengelus beberapa helainya, "kenapa kau ada di sini, Kook?" seringai kecil ia tunjukkan, tapi tidak jelas karena ia tidak ingin Jimin nya tau. "Hmm.. because, I miss you?"
"Shut up! Berhenti merayu, wajahmu konyol saat melakukan itu." Oh tidak, Jimin tidak merasa keberatan sama sekali. Karena, hei! Lihatlah kedua pipi gemuknya yang bersemu merah itu, dia sangat menyukainya. Menyukai rayuan Jungkook, sekalian dengan pemilik rayuan itu juga boleh.
Dia bisa mendapatkan keduanya sekaligus. Tamak? Tentu saja bukan, dia hanya merealisasikan apa yang Jungkook mau. Karena sekali lagi, Jimin tahu bahwa Jungkook hanya menginginkannya seorang. Hanya dia.
"Madam, what is it? Why he's in here? And, why you call him with 'san'? Did i miss something in here, Jungkook?"
Jimin mencerca kedua orang itu dengan banyak pertanyaan. Tapi sungguh, yang paling membuatnya bingung adalah, kenapa dosen mata kuliah sastra Inggris itu memanggil Jungkook dan Jimin sebagai tuan?
"Jimin, bukannya hal tersebut tidak penting? Bagaimana jika kau melanjutkan hukuman mu karena hampir tidak mengikuti kelas sama sekali? Dengan menggesekkan bokong mu ke penis ku, mungkin?" Taring kecil itu terlihat, dan demi Tuhan.. Jimin membenci Jungkook yang picik ini.
Kalau Jimin tidak menyayangi bocah nakal ini, pasti ia akan mengumpatinya seperti yang dia lakukan kepada Taehyung. Sial. Bagaimana kabar laki-laki mesum itu, ya?
"Aha! Lady Irene, lihat anak didik mu ini! Dia tidak melaksanakan perintah mu dan malah membayangkan seks dengan orang lain. Kau harus menambah hukumannya, Lady!!!"
Irene tergagap, ia tidak tahu harus memihak yang mana. Wanita ini berada di antara marabahaya. Karena, karena mereka adalah-
"Irene! What I want, you should realize that! I'm your master!"
"Y-yes, Jungkook-san."
Wanita dengan tinggi semapai dan wajah yang sangat cantik itu berdiri di hadapan Jimin. Wajahnya ia buat se-kaku mungkin, sesungguhnya ia tidak tega. Namun, perintah dari remaja yang berdiri lima langkah di belakangnya, tidak bisa ia tolak.
"Park Jimin."
Tersentak, Jimin menatap mata Irene dan kemudian bertanya. "Yes, ma'am?" Irene berkacak pinggang, lalu menunjuk wajah Jimin yang menampilkan ekspresi polos tanpa dosa. Astaga, ia tidak bisa melakukan ini. Batin Irene menjerit memohon ampun kepada tuannya ini, nanti. "Kau benar-benar mau absensi mu hari ini kosong?"
Menggeleng dengan cepat, Jimin menggenggam tangan kanan Irene dan kemudian berujar, "no, ma'am. Please.. I will do anything for that. Please, ma'am." Jemari Jimin mengerat di tangan Irene. Karena, ia tidak ingin mengecewakan keluarganya di Busan sana. Mereka menaruh harapan besar kepada Jimin untuk menjadi manusia berguna di masa depan, nantinya.