Lampu di ruang makan itu sesekali meredup setelah begitu lama usianya dalam menerangi ruangan ini. Beberapa kali ia menunjukkan kelemahannya karena sudah memasuki waktunya untuk mati. Tapi lampu itu tetap untuk menerangi seorang gadis yang tengah terduduk diam di meja makan bawahnya.
Sudah dua puluh menit berlalu dia kehilangan selera makannya dan yang ia lakukan hanyalah memainkan nasi tersebut. Padahal ia sangat membutuhkan tenaga untuk saat ini, setelah melawati hari pertama ospek kampus yang begitu panjang.
"Ara.."
Seseorang memanggilnya, tapi ia tak menaruh perhatian sama sekali ke orang tersebut.
"Ra, jangan dimainin makanannya."
Gadis itu, Aurora, dia menghembuskan nafasnya dengan asal. Dia kehilangan nafsu makannya. Sedangkan itu, di dihadapannya, seorang wanita paruh baya masih berdiri menunggu responnya.
"Bu.." Suaranya dengan pelan memanggil wanita baya itu, "maaf kalo Ara ngerepotin selama ini," sambungnya.
Beliau lantas mendekat ke arahnya dan ia sudah terduduk di sampingnya. Wanita itu yang merupakan ibu pemilik rumah ini dan yang selama ini dia panggil dengan sebutan 'ibu Ratih' itu lantas menggeleng.
"Di sini lebih aman daripada di rumah kamu sendiri."
"Maaf. Tapi tetep aja Ara ngerepotin."
"Ra, nggak usah dipikirin lagi. Yang penting kamu aman di sini, nggak ada orang tua kamu. Kamu aman, kamu bisa ngelanjutin mimpi kamu di sini."
Aurora tersenyum tipis selagi menoleh ke arah ibu Ratih itu.
"Jadi gimana hari pertama ospek kamu?" tanya ibu Ratih.
"Hmm... ya gitu deh. Seru." Dan Aurora berbohong mengenai hal ini.
Hari pertama ospek benar-benar buruk dari yang ia bayangkan. Harusnya ia dapat menghindar dari jeratan senior komisi disiplin, tapi semua itu tak bisa ia hindari. Ia terkena masalah hanya karena ia salah memakai atribut.
"Bu, ibu ada kaos kaki putih gak?"
"Kaos kaki putih buat apa?"
"Ospek, Bu. Ara harus ganti kaos kaki putih biar atributnya lengkap."
"Nanti ibu cariin."
Aurora mengangguk. Setelah tak ada obrolan lagi ia segera beranjak meninggalkan tempat ini, tapi langkahnya itu langsung tertahan.
"Ra, makan dulu. Kamu capek pasti seharian ini."
Dia tak menggerakkan lagi langkah kakinya setelah Bu Ratih mengatakan hal tersebut. Akhirnya ia berbalik dan terduduk lagi untuk mencoba memakan sesuap nasi yang telah mendingin itu.
Bu Ratih segera meninggalkannya sendirian di ruangan ini. Di meja panjang tempatnya saat ini adalah satu tempat dimana anak-anak di rumah ini melaksanakan jadwal makan mereka mereka. Rumah yang tampak begitu ramai dan hangat, Panti asuhan Cinta dan Harapan. Beliau adalah pemiliknya dan yang tak lain juga adalah pengasuh Aurora saat ia masih kecil dulu.
■■■■■
DRTTT DRTT
Dering alarm dari satu ponsel hitam terus berbunyi keras untuk mengusiknya. Ia segera mematikan setelah lima kali peringatannya di atas meja. Nana menatap kosong ke arah ponselnya yang berada di sana. Sekarang sudah jam lima subuh dan sudah seharian ini dia terjaga.
Ada satu penyebab dimana ia sering mengalami kesulitan tidur di setiap malam. Ketika Nana berjuang melawan insomnianya setelah lima bulan terakhir ini terus menghantuinya. Semua ini berawal di saat dia mengalami stres berat akan skripsinya saat kuliah S1 dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
drive safe
FanfictionACT 3 - CHEMISTRY OF LOVE ❝Berapa banyak lagi nyawa yang harus menghilang?❞ Kata mereka, kau harus berhati-hati selama berada di perjalanan. Karena masih ada seseorang yang sedang menunggumu di rumah, maka pulanglah dengan selamat. Nana bertemu lagi...