Kehilangan yang Tak Terungkap

719 159 5
                                    

Menuju akhir semester, banyak mahasiswa yang kerap mengeluh di sepanjang waktu ini. Dimulai dari pengumpulan laporan dadakan, dosen yang telah mengumumkan waktu ujian dan drama dosen pembimbing yang kerap menghilang. Drama dosen pembimbing ini kerap menjadi keresahan di setiap mahasiswa karena mereka harus segera melakukan sidang skripsi ataupun pendaftaran wisuda yang sewaktu-waktu bisa ditutup cepat.

Nana kerap melihat para mahasiswa S1 yang sering keluar masuk ruangan dosen. Ataupun dosennya yang kerap berhalangan hadir di kelas karena harus mengurus para mahasiswa itu. Dia sendiri tak masalah, tapi ada beberapa dosen yang meminta pergantian waktu dan Nana sering mengeluh akan hal tersebut. Nana juga harus berpindah tempat menuju Cangkir Abu dan waktunya terblok dengan kehadiran kelas dadakan itu.

Sekarang ia tengah melangkah menuju gerbang kampus. Jadwalnya setelah ini adalah bekerja di Cangkir Abu, selagi berfokus di langkahnya, ia tak sengaja menangkap seseorang yang berada tak jauh darinya. Buru-buru Nana melangkah menemui orang itu.

"Aurora!"

Nana menghampiri gadis itu dan menyetarakan langsung langkahnya bersama. Ekspresi Aurora cukup hambar, ia tersenyum tipis dan melanjutkan kembali jalannya.

"Kamu udah selesai kuliah?" tanya Nana lebih dulu.

Aurora mengangguk, "Kamu udah selesai juga?" tanyanya balik.

Nana pun balas mengangguk balik. Keduanya terdiam melangkah bersama di jalan besar menuju gerbang kampus. Nana merasa asing dengan keadaan hening seperti ini, Aurora tak berbicara banyak juga.

"Na."

"Ra."

Di saat yang tepat pula keduanya berbicara bersamaan. Nana mempersilahkan Aurora untuk berbicara duluan.

"Semester akhir capek banget ya," keluh Aurora.

"Iya. Aku juga ngerasain capeknya, belum lagi bentrok jadwal kelas dengan waktu kerja," balas Nana.

"Kalo gitu kamu lebih capek dari aku dong," ucap Aurora.

"Semua orang capek sih, Ra."

Aurora menggeleng, "Pernah ngerasain capek nggak, tapi bukan dari fisik kayak lelah batin?"

Nana berpengalaman soal yang satu ini.

"Akhir-akhir ini aku sering ngerasain kayak gitu. Belum lagi aku sendirian di kelas."

"Kenapa sendirian?"

"Entahlah, nggak klop kali. Aku juga udah ketuaan masuk di kelasku."

Aurora terdiam, ia tengah berusaha mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Tapi rasanya terlalu pelik.

"Tapi kamu nggak papa, 'kan? Aku rasa enakan sendirian kalo kayak gini, tapi di satu sisi kamu juga butuh teman karena kamu nggak bisa benar-benar sendiri," jelas Nana.

"Ah, iya kamu bener, Na," setuju Aurora.

Tapi aku nggak punya teman dan mereka nggak mau sama aku.

"Oh ya, giliran kamu, Na. Tadi kamu mau ngomong," ucap Aurora.

"Nah, kebetulan ini akhir bulan, kamu dateng ya ke kafeku. Lagi ada diskon dua puluh persen," info Nana.

"Boleh, aku suka banget sama minuman teh kalian," balas Aurora.

Nana hendak berucap lagi saat itu, namun Aurora telah memutuskan pergi duluan karena ia sedang terburu-buru. Alhasil Nana melangkah sendirian setelah keluar dari gerbang kampus.

Penampakan gadis itu menghilang. Nana tak ingin berspekulasi terlebih dahulu mengenai apa yang dialami Aurora saat ini. Tapi dulu-dulu ketika mereka tak sengaja bertemu dan mengobrol, Aurora kerap mengeluhkan perihal perkuliahannya.

drive safe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang