B a g i a n 5

42 10 7
                                    

Abian menarik nafasnya gusar. Kini sudah pukul lima pagi, ia tidak bisa tidur, karena kejadian semalam terus berputar diotaknya. Ia masih memikirkannya, walaupun nyatanya ia dan Shanin sudah berbaikan, tetap saja ia masih merasa bersalah pada cewek itu.

"Mungkin Lo pikir, gue marah karena Lo gak suka balik sama gue. Iya kan?. Lo salah Bi, gue marah bukan karena itu. Gue gapernah marah cuma karena orang yang gue suka gak bisa suka balik sama gue. Dan gue juga gak akan pernah larang Lo untuk suka sama orang lain. Justru gue akan dukung Lo Bi, karena Lo sahabat gue,

Tapi gue marah, karena Lo gabisa jaga perasaan gue. Kenapa Lo selalu terang-terangan di depan gue nunjukin kalau Lo suka sama orang lain? Kalau Lo sekedar cerita, gue bakal dengerin. Gue akan selalu siap dengerin curhatan Lo. Tap—"

Belum sempat Shanin menjelaskan sampai selesai, tiba-tiba saja Abian menarik Shanin kedalam dekapannya.

Cukup lama. Tidak ada yang mengubah posisi dan tidak ada juga yang membuka pembicaraan, sampai akhirnya...

"Sha, gue bener-bener mau minta maaf sama Lo," ucap Abian yang masih memeluk erat tubuh Shanin.

"Pertama, gue mau minta maaf karena gue gak bisa bales perasaan Lo,"

"Dan yang kedua,

Maaf, karena gue dengan tega membiarkan hati Lo tersakiti."

Hening. Tidak ada jawaban dari sang lawan bicara. Ditambah, keadaan sekitar seolah mendukung suasana yang terjadi diantara mereka. Hembusan angin semakin terasa begitu menusuk di kulit, namun dekapan hangat yang diberikan oleh Abian membuat Shanin tidak merasa kedinginan.

Sampai akhirnya, Shanin pun membalas ucapan Abian.

"Gue ngerti Bi, gue ngerti banget. Perasaan emang gak bisa dipaksa. Dengan Lo selalu di dekat gue aja, gue udah merasa beruntung. Lo gak jauhin gue karena gue pernah bilang kalau gue suka sama Lo.

Tapi tolong, jangan lakuin itu lagi Bi. I mean, jangan terus-terusan Lo nunjukin itu ke gue,

Gue juga mau minta maaf, karena gue udah suka sama Lo. Gatau diri banget ya gue? Malah suka sama sahabat gue sendiri," Shanin terkekeh.

"Gue juga sadar. Selama ini gue udah ganggu Lo. Ngusik banget ya gue, padahal gue gaada hak untuk itu."

Sebisa mungkin Shanin menahan agar air matanya tidak jatuh, namun gagal, karena nyatanya kini air matanya jatuh tepat mengenai Hoodie milik Abian.

"Maaf, Hoodie Lo jadi basah," ucap Shanin seraya melepaskan dirinya dari dekapan Abian.

"Gapapa Sha,

Gue cuma mau bilang. Gaada yang salah sama perasaan Lo Sha. Karena kita gaakan bisa mengontrol hati kita buat suka sama siapa. Gue mohon Sha, lupain perasaan Lo ke gue. Diluar sana akan ada orang yang bakal bahagiain Lo. Yang dengan tulus menyayangi lo. Gak kayak gue yang bisanya cuma nyakitin Lo."

Hati Shanin sangat teriris mendengar ucapan terakhir Abian, namun ia berusaha untuk tidak menangis. Lagi. Sepertinya ia harus mengikhlaskan ini semua.

"Oke,

Tapi gue perlu waktu," ucap Shanin seraya tersenyum ke arah Abian. Ya walaupun tersenyum hanya untuk menutupi luka.

Abin pun membalas senyuman tulus Shanin.

"Gue cuma pengen Lo bahagia Sha,"

"Iya Bi, gue ngerti," ucap Shanin pelan.

e s c a l eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang