Ingin rasanya ku berkata. Air matamu lah yang membuatku kuat saat itu.
-Fajar***
Senja memantapkan diri melangkah menuju kelasnya. Apapun yang terjadi ia harus tetap kuat. Tegasnya dalam hati. Ia menyapa beberapa siswa yang berbincang ringan di koridor sekolah. Sebagian hanya menanggapi dengan senyum canggung. Sedangkan lainnya malah bersikap pura pura tak mengenalinya. Padahal sebelum ini, mereka sangatlah ramah padanya. Lagipula siapa yang tak mengenali Senja di sekolah ini?
Tentunya bila ada yang bilang kalau tak mengenali Senja, dia akan dianggap sebagai seseorang yang baru pulang dari berkunjung ke planet mars. Senja. Sang bintang sekolah. Sudah tak terhitung lagi berapa piala yang sudah ia sumbangkan pada sekolah, ia cantik, supel, dan siapapun yang berbicara padanya akan langsung jatuh hatinya, tutur katanya lembut. Setiap akhir semester ia selalu mendapat predikat terbaik. Sehingga setiap siswa merasa tidak perlu diadakan acara pengumuman kejuaraan, karena mereka sudah dapat menebak siapa yang akan menaiki podium untuk menerima penghargaan. Tapi itu dulu, sebelum ia di vonis menderita penyakit mematikan itu.Sekarang, Senja merasa bagaikan makhluk planet lain yang kesasar di bumi. Kini semua asing. Setiap orang menganggapnya asing. Termasuk Elga dan Fanya sahabatnya dulu. Saat ia memasuki kelas, baru saja langkah pertama menginjak ubin kelas, kelas yang awalnya ramaai seperti biasa. Mendadak hening. Berbagai firasat tidak baik timbul di hati Senja. Sesegera mungkin ia menepisnya.
'Ingat Sen, apapun yang terjadi kamu harus kuat.'
Dengan senyum yang pura pura, Senja melangkah menuju bangkunya di samping bangku Fanya. Ia memasang wajah biasa saja, padahal hatinya seolah ingin meldak saat itu jua. Senja yakin saat ini ia jadi pusat perhatian satu kelas.
Fanya sedang membaca komik, sedangkan Elga... Senja belum melihat batang hidungnya. Dalam hati ia sangat berharap kedua sahabatnya itu tidak akan meninggalkannya, seperti teman temannya yang lain.
"Ngapain duduk disini? Orang sekarat pantasnya duduk tuh, di belakang" Senja tercengang. Tak mempercayai pendengarannya. Fanya baru saja melontarkan kata itu untuknya.
"Gue kira setelah seminggu nggak masuk sekolah lo udah mati mengenaskan kayak di film. Eh ternyata, masih hidup lo? Walaupun penampilan lo udah kayak orang nggak hidup. Atau jangan - jangan... Lo arwahnya Senja" Elga mengelus pundak Senja sambil menyuarakan kata kata yang membuat seisi kelas tertawa dibuatnya.
"Udah sana, gih! Duduk di pojok belakang. Disana emang cocok buat bocah sekarat kayak elu!!" lontar Elga sembari mendorong tubuh Senja ke belakang. Lalu ia duduk di samping Fanya yang kini menatapnya sinis. 'Oh tuhan, sebegitu burukkah aku sekarang di mata mereka?' batin Senja menjerit. Samar ia mendengar bisik bisik murid lain yang masih memandanginya. Senja menunduk lidahnya kelu. Ia tak mampu berkata kata walau hanya untuk membalas perkataan kedua sahabatnya. Matanya memanas. Buru buru ia duduk di bangku pojok kelas yang sudah lapuk dimakan rayang Mungkin begitulah saat ini keadaannya. Tak lebih seperti bangku tua santapan rayap, yang hanya tinggal menunggu waktu untuk hancur.
Sejenak ia tak habis pikir akan apa yang baru saja dilakukan kedua sahabatnya. Ya, dulu mereka bisa dianggap sahabat. Dulu mereka selalu mendukung apa yang Senja lakukan. Menghiburnya apabila ia sedang terpuruk. Membantunya jika ia sedang butuh pertolongan. Mereka selalu ada untuk Senja. Dan sekali lagi, itu dulu.
Sekarang? Entah apa yang terjadi selama seminggu terakhir. Atau mungkin sahabatnya itu marah karena sudah seminggu ini ia tak memberi kabar? Memang selama seminggu terakhir Senja tak sempat mengabari kedua sahabatnya itu. Bukan tak sempat, tepatnya ia enggan.Mungkin mereka marah karena hal itu kan? Rasanya tak mungkin jika kedua sahabatnya itu tiba tiba menjauhinya.
***
Senja mendekati bangku Elga dan Fanya. Bangku yang dulu ia duduki. Ia menarik napas. Memperkuatkan diri. Ia hanya ingin minta maaf kepada mereka berdua.
"Ngapain disini? Mau minta uang buat beli kain kafan? Ya, ampuun jangan miskin gitu dong jadi orang!" belum sempat Senja membuka mulut, Elga sudah nyerocos duluan sambil menyapukan bedak di kedua pipinya.
"Mmm... Aku mau minta maaf" Senja tercekat. Mati matian ia berusaha menahan tangisnya.
"Apa? Ngomong yang jelas dong!" bentak Fanya membuat Senja menggigit bibir.
Mati matian ia mencoba mengumpulkan segala keberaniannya. Memberanikan menatap kedua mata Fanya.
"Gue cuma mau minta maaf. Gue sadar gue punya salah sama kalian. Dan gue mohon..."
"Plakkk..."
"Lo masih punya muka buat minta maaf sama kita? Sadar diri! Lo sekarang cuma makhluk sekarat! Lo pikir siapa elu?" Senja memegangi pipinya yang baru saja di tampar Elga. Hati nya miris. Ia sakit.
"Lo bukan siapa siapa lagi disini! Ingat! Siapa bilang kita selalu ngedukung elo? Lo aja yang kepedean nganggep kita temen lo!" tambah Fanya dingin, menghujam tepat di ulu hati Senja.
"Gue udah muak sama makhluk kayak lo! Mentang2 tampang lo kece! Lo bisa ngambil hati orang gitu aja? Dasar makhluk munafik! Diam2 lu kan yang nyogok guru buat bagusin nilai2 lo? Pura pura baik padahal aslinya lo munafik!" Fanya dan Elga meninggalkan Senja begitu saja setelah melontarkan kata kata pedasnya. Membiarkan Senja yang kini amat terluka.
***
Senja terisak tanpa air mata. Sekarang ia hanya mampu menangis dan menangis. Di lab biologi yang sudah tak ditempati ini, Senja menumpahkan segala sedih nya, kecewanya, dan sakitnya. Tak peduli akan rumor rumor yang sering beredar mengenai penunggu tempat ini. Toh, setan tak akan melontarkan kata kata pedas untuknya, ataupun menamparnya.
Suara berderik pelan membuat Senja menghentikan tangis. Namun segera melanjutkan tangisnya, tak peduli. Ia hanya ingin menangis sepuasnya.
'Kreek' kali ini suara pintu terbuka.
Hening... Tak ada suara lain kecuali isak tangis pilu dari sang mantan primadona sekolah yang kini tak berdaya.
Deg!
Sebuah tangan dingin menyentuh bahu kanan Senja. Refleks menghentikan tangis Senja.
Senja menoleh, kaget menatap sang makhluk bertangan dingin yang kini juga tengah menatapnya.
Saran dan masukkannya yaa... Pembaca yang budiman!
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR- The Sun After Set
Teen FictionSenja terpuruk atas keadaan yang menimpanya. Seperti namanya, ia ingin tenggelam dengan mencipta keindahan. Membuat orang takjub ketika memandangnya. Tapi, itu dulu. Kini Senja menelan pahit semua mimpi nya. Tak akan ada lagi keindahan yang mampu ia...