Terimakasih pada takdir, yang telah memperkenankan pada kita untuk saling mengenal.
-Fajar"Mau pulang sekarang?" Bintang bertanya pada Senja yang sedang memakai sepatu di teras masjid, selepas Sholat Dzuhur.
Senja menggeleng. Ia belum ingin pulang sekarang.
"Ke perpustakaan aja yuk!" ajak Bintang yang langsung disetujui dengan anggukan kepala Senja.
"Come on baby" Bintang menjulurkan tangan kanannya pada Senja yang telah selesai memakai sepatu ketsnya.
Senja tertawa kecil. Menepis tangan Bintang lalu berdiri.
"Maaf nona, saya masih bisa berdiri sendiri." ucap Senja angkuh lalu melewati Bintang begitu saja, menuju parkiran.
Bintang tersenyum. Adiknya yang angkuh telah kembali. Ia bahagia dengan kemajuan sikap Senja akhir akhir ini.
***
"Masih belum berubah, ya" gumam Senja menatap gedung luas berwarna putih, yang cat nya sudah mengelupas di sana sini. Juga banyak asbes yang jebol, sehingga menampakkan kerangka atap bangunan itu.
"Yaelah, bicara lo itu kayak pelancong yang baru menginjak kampung halaman aja." sikut Bintang, membuat Senja nyengir. Mereka berdua memang sering menghabiskan waktu libur di perpustakaan kota.
Meski dari luar, perpustakaan ini bagaikan gedung tak berpenghuni, namun dalamnya bagaikan surga dunia yang terselip di antara gedung gedung pabrik, dan toko sepatu. Mungkin pepatah Dont judge book by it's cover cocok disematkan untuk perpustakaan ini. Benar saja, begitu masuk aroma khas buku menyeruak menjadi pengharum ruangan alami yang menenangkan. Rak rak buku berjajar rapi, mengisi setiap luang dari ruangan ini. Suasana sunyi, tenang, dan damai meski banyak manusia yang beraktivitas di dalamnya. Semuanya tak ada yang berani berbicara keras2. Hanya kipas angin di penjuru ruangan yang berani berisik.
Senja melangkah menyusuri rak rak buku. Meninggalkan kakaknya yang sudah mencari tempat duduk yang pas untuk berselancar di dunia maya. Tentu tujuan utama Bintang kemari adalah memanfaatkan fasilitas wifi gratis yang tersedia disini. Ia tak begitu suka membaca, Meskipun ia seorang penulis.
Senja melihat buku buku sastra lama, yang ejaannya belum berpacu pada ejaan jaman sekarang. Kemudian beralih pada buku buku di rak lain. Tangannya terjulur meraih buku 'Bumi Manusia' karya 'Pramoedya Ananta Toer'. Belum sepenuhnya ia meraih buku itu, pandangannya terasa buram, ia merasa sangat nyeri pada bagian kepalanya. Rasa pusing yang teramat sangat menerpanya. Ia terduduk mencoba menenangkan diri. Namun pusing yang ia rasakan malah semakin bertambah. Tubuhnya terasa amat lemas. Samar ia bisa merasakan sebuah tangan merengkuh bahunya pelan. Sayup ia bisa mendengarkan teriakan panik kakaknya. Kemudian gelap. Gelap ini selamanya atau hanya sementara? Apakah esok hari ia tak bisa menatap senja di langit sore lagi? Entahlah.
***
Senja mengerjap perlahan. Matanya menyipit berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang ditangkap retinanya. Tentu ia sudah tau akan terbangun dimana. Ruangan serba putih dengan berbagai peralatan medis yang beberapa hari terakhir akrab dengannya. Namun, kali ini bukan ruangan yang biasanya ia tempati. Bukan ruangan serba putih dengan aroma obat yang menyeruak. Hanya sebuah ruangan kecil ukuran 4x3 yang menyambutnya. Meski disana juga banyak peralatan peralatan medis. Ia mencoba duduk. Tubuhnya terasa amat lemas dan lelah, kemudian memilih berbaring kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR- The Sun After Set
Teen FictionSenja terpuruk atas keadaan yang menimpanya. Seperti namanya, ia ingin tenggelam dengan mencipta keindahan. Membuat orang takjub ketika memandangnya. Tapi, itu dulu. Kini Senja menelan pahit semua mimpi nya. Tak akan ada lagi keindahan yang mampu ia...