Bab 6

11 2 0
                                    

Hujan deras. Rintiknya menari di atas atap, menimbulkan irama khas.

Senja berteduh di area parkir sekolah. Ia menghela napas. Sekolah berangsur sepi. Hanya meninggalkan dua motor di tempat parkir siswa. Motornya, dan entah milik siapa lagi.

Senja memilih duduk lalu membaca beberapa buku yang sempat ia pinjam di perpustakaan sekolah tempo hari. Hujan semakin deras, menghantam bumi. Lamaa... Senja terhanyut pada buku yang ia baca. Sampai tak menyadari sosok lelaki yang duduk di sampingnya.

"Ehmm..." lelaki itu berdehem keras. Senja menoleh. Mencari sumber suara.

"Fajar?" sepasang mata Senja membulat, memandang Fajar yang duduk pada jarak kurang lebih satu meter darinya.

"Se...sejak kapan?" Senja menutup bukunya.

"Barusan"

"Belum pulang?" tanya Senja.

"Liat sendiri kan? Masih hujan."

"Bel sudah bunyi sejak 1 jam yang lalu. Dan selama itu lo ngapain disini? Semua siswa udah pulang." Senja mencerca Fajar, meminta penjelasan.

"Gue mau tanya." ujar Fajar singkat. Mengabaikan pertanyaan Senja.

"Apa?"

"Lo kenapa nangis di lab biologi kosong itu?"

Senja bergeming. Memilih menunduk. Ia enggan menjawab pertanyaan yang terlontar dari Fajar. Hening, menyisakan suara rintik hujan mengisi suasana. Fajar seolah menunggu jawaban dari Senja. Senja menghela napas. Mencoba menguatkan diri.

" Gue denger dari kak Arfan, lo menderita leukemia? Apa gara gara itu lo setiap hari ngurung diri disana?"

Senja tercengang. Perkataan Fajar sepenuhnya benar. Lalu apa yang akan dilakukan Fajar setelah tahu Senja penyakitan?.

"Terus lo mau njauhin gue? Udah sana, kalau dari awal lo cuma mau mastiin hal itu buat njauhin gue." Senja menggigit bibir. Baru saja ia beranggapan bahwa Fajar adalah teman barunya, dan sekarang lenyap sudah kata teman darinya.

"Jadi, gue nggak boleh temenan sama lo gitu? Cuma karena lo penyakitan?" Senja menatap manik mata Fajar lekat. Tak ada kebohongan disana.

"Lo jadi parno sama orang yang menawarkan diri jadi temen lo?" Senja melongo.

"Ke...kenapa mau temenan sama gue? Lo udah tau fakta tentang gue kan?" jawabnya gagap. Fajar tersenyum sekilas.

"Buat apa gue njauhin lo? Kenapa gue mau temenan sama lo? Karena gue tau rasanya sakit itu kayak apa."

"Mm...maksudnya?"

Fajar menggaruk tengkuknya.
"Yaa... Maksudnya gue pernah ngalamin di posisi elo!"

Mata Senja melebar.
"Lo pernah ngalamin kayak gue?"

"Emh... Yaa anggap aja gitu. Tapi kisah gue nggak semelankolis elo! Dan lo nggak perlu tau! Gue temenan sama lo, cuma pengen bantuin lo agar nggak terlalu sibuk meratapi nasib! Paham?"

"Atau lo cuma disuruh sama dokter Arfan?"

Fajar menggeleng tegas.

"Gue udah jelasin maksud gue apa. Gue kira lo juga udah paham." Fajar beranjak menuju motornya. Hujan deras telah digantikan gerimis.

" Kalau ada hal yang masih mengganjal di hati lo, tanyain aja ke kak Arfan."

"Fajar."

"Apa?"

"Boleh gue tanya?"

"Boleh, silakan" Fajar membalikkan tubuhnya menghadap Senja.

"Lo murid baru? Soalnya gue belum pernah liat sebelumnya." Fajar nyengir.

"Bukan kok."

"Terus."

"Lo aja yang nggak terlalu perhatian dengan sekeliling lo!"

Deg...

Perkataan Fajar menjadi tamparan telak bagi Senja. Memang, semenjak ia tenar sebagai primadona di sekolah ini, ia jarang sekali memberikan perhatian pada orang disekelilingnya. Yang sebetulnya sangat memperhatikannya. Mungkin, itu juga salah satu alasan teman temannya menjauh darinya.
Tapi, bisa jadi karena faktor lain. Atau bisa dibilang seperti fake friend. Seperti sebuah kata yang pernah ia kutip.

'Dalam masa kejayaan, teman teman mengenal kita. Dalam masa kesengsaraan, kita mengenal teman teman kita'

"Tapi sebenarnya gue sempat izin 1½ semester ke Singapura. Jadi yaa... Maklum kalau lo nggak pernah liat gue." Senja mengangguk angguk paham. Sementara pikirannya melayang entah kemana.

"Gue balik dulu, ya. Assalamualaikum." ucap Fajar seraya mengendarai motornya keluar dari parkiran. Hujan telah berhenti sejak tadi tadi. Menyisakan kabut tipis dan hawa dingin yang menusuk kulit.

***

Senja meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas di samping tempat tidurnya. Sebuah notifikasi pesan masuk dengan nomor tak dikenali menyambutnya saat ia membuka benda pipih itu.

Unknown: Assalamualaikum
Unknown: Gue Fajar

Refleks ujung bibir Senja mengulum senyum, melihat dua larik pesan dari Fajar. Pesan pertama yang ia dapat seminggu terakhir selain dari Bunda dan kakaknya.

Dan malam itu Senja menghabiskan waktunya dengan chat dari Fajar. Nama yang berhasil membuat harinya lebih berwarna. Nama yang perlahan berhasil mengusir mendung yang menutupi keindahan Senja.

***

Senja memasuki kawasan rumah itu, lalu mengucap salam. Dan disambut ramah oleh pria berjas putih itu. Seperti biasa. Setiap 2 hari sekali ia melakukan check up di ruang praktek dr. Arfan. Menerima tambahan obat. Dan segala rentetan perawatan lainnya.

"Fajar kemana, kak?" tanya Senja karena sejak tadi ia tak menjumpai lelaki itu.

"Ada perkumpulan sama anak remaja masjid di dekat alun alun." balas Kak Arfan sembari membereskan peralatannya.

"Dia ikut kajian juga?"

"Iya, dia ikut. Kakak juga ikut sih, kalau ada waktu senggang."

"Kak, Senja boleh tanya?"

"Boleh."

"Sebenarnya Fajar itu siapanya kakak sih?" Senja tak dapat lagi menahan penasarannya perihal ini. Semenjak mengenal Fajar, ia merasa banyak yang belum ia ketahui tentang Fajar.

"Fajar itu saudara kakak,lah. Kan, setiap muslim bersaudara." kini Kak Arfan memilih duduk di kursi kerjanya.

"Maksudnya yang lebih spesifiknya."

Kak Arfan mengusap wajahnya.

"Kakak nggak bisa njawab sekarang. Tanya Fajar sendiri. Dua paling nggak suka dengan orang orang yang mengumbar perihal dirinya."

Senja termenung. Ia seharusnya lebih mengenal Fajar. Karena dialah teman satu satunya saat ini.

***

Hai... Para readres yang budiman.

Terimakasih telah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Semoga kedepannya karyanya lebih baik lagi.

Jangan lupa vote and komentar nya.

Jazzakumullah khairan katsir.

FAJAR- The Sun After SetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang