Bagian 4

71 13 1
                                    

     “Tau lu Sofi, jangan gitu. Hafizah tuh—“ ucap Ragas menggantung

     “Apa? Hafizah kenapa?” Tanya Aini yang sedari tadi hanya diam

     “Hafizah itu tuh, sobat gue. Iya nggak Jah?” Tanya Ragas sambil melihat kearahku. Dan aku hanya membalasnnya dengan senyuman.

     “Anterin gue ke kamar mandi yu Sob, Min” ucap Nico

     “Ayo beb, aku anterin ke kamar mandi. Nanti kita bersetubuh disana. Ayo Sob” balas Muslimin.

***

     Ragas sangat sering bercerita padaku melalui chat. Tapi, bukan berarti, aku dan Ragas sering chatan. Kami chatan hanya seminggu sekali, dan itupun kalau bukan hari Kamis malam, Jum’at malam, atau Sabtu. Bukan, itu bukan jadwal chatan kami. Tapi, aku memerhatikanya. Ragas akan mengirim pesan padaku setiap hari itu, sangat aneh bukan, seperti ada jadwalnya, hahaha.

     Yang kami obrolkan itu adik kelas yang Ragas suka. Tidak lebih dari itu. Sebenarnya teman-temanku banyak yang prihatin dengan hatiku. Bagaimana bisa, aku chatan dengan orang yang aku suka, tapi membahas orang yang ia suka. Dan tidak tanggung-tanggung, aku memberikan masukkan dan dukungan padanya. Hanya orang yang tidak waras melakukan itu, dan itu, aku?

     Tapi menurutku, Ragas tetaplah temanku. Dia membutuhkan teman curhat, seseorang yang bisa memberikan motivasi, saran, dan dukungan padanya. Tidak mungkin ketika Ragas bercerita tentang seseorang yang ia sukai, lalu aku meberikan respon yang tidak menyengkan. Apakah dengan cara seperti itu, Ragas akan menjadi milikku? Ragas akan suka juga padaku? Tidak.

     Jadi, aku ingin bersikap professional. Ada saatnya aku memandang Ragas sebagai seseorang yang kusukai, da nada saatnya aku memandang Ragas sebagai teman. Memang tidak mudah, berakting didepannya seperti tidak mempunyai perasaan. Tapi, itu akan berjalan seperti biasanya, saat aku sebelum menyukainya. Kalian paham maksudku, kan?

***

     Seperti biasanya, setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung turun ke masjid. Tapi, hari ini aku dan Daniyah sedang tidak sholat. Sebenarnya, kemauan kita setelah pulang sekolah untuk kumpul di masjid selain sholat ashar bermajaah adalah, meluangkan waktu sebentar untuk berkumpul, karena kami sudah tidak menjabat sebagai pengurusi rohis tidak lagi dan itu akan membuat kami jarang bertemu. Yang kami bahas setelah sholat ashar sangat beragam. Mulai dari pelajaran, masalah kami masing-masing, bagaimana nasib rohis kedepannya, bagaimana cara mempertahankan adik kelas kami supaya kuat menghadapi masalah-masalah yang akan datang nanti, bernostalgia saat pertama kali masuk rohis, seseorang yang kita suka, dan masih banyak lagi. Terkadang kita juga membersihkan area sholat wanita, merapihkan lemari, mukena, dan juga membersihkan tempat wudhu. Sangat beragam bukan?

     Kerena hari ini aku dan Denov tidak sholat, jadi kami menjaga tas dan handphone teman-temanku. Setelah mereka selesai sholat, aku izin untuk ke kamar kecil untuk pipis.

     “Jah, kamu mau pipis? Bareng, aku juga mau pipis nihh, kebelet dari tadi.” Ucap Denov

     Kami berlari-lari kecil untuk menuju kamar kecil. “Kamu kebelet dari tadi Jah?” Tanya Denov.

     “Iya,” jawabku sambil tertawa pelan

       “Sama, haha.”

     Kami melewati ruang paskibra, aku lihat, disana ada Zahra teman sekelasku dan juga Qothrun teman sekelasnya Denov, tapi aku mengenal baik dia. Aku melambaikan tangan pada mereka. Karena rohis, saat bertemu orang yang ku kenal, aku akan menyapa atau sekedar melambaikan tangan. Dulu, sebelum kenal rohis, aku tipe orang yang tidak peduli, bahkan saat bertemu orang yang ku kenal aku seakan-akan tidak mengenal mereka.

     Qothrun membalas lambaian tanganku, Zahra? Sepertinya dia tidak sadar karena terlalu focus mendengarkan orang yang didepannya berbicara. Ada satu orang lagi yang melambaikan tangan padaku sambil tersenyum, Ragas. Dia juga mengikuti eskul paskibra. ‘Kenapa dia juga ngelambaiin tangan deh? Emang gue ngelambain tangan buat dia,’ batinku.

      “Dih, emang lu!” ucapku tanpa suara, takut menggangu mereka. Zahra bilang padaku, mereka akan mengadakan pelantikan bulan depan, jadi, setap hari mereka kumpul untuk membahas acara pelantikan.

     “Jah, tadi kamu ngelambaiin tangan ke Ragas?” Tanya Denov

     “Enggak ko Nop. Tau tuh dia.” Jawabku

     “Jah, pipisnya di kamar mandi samping lab aja ya, jangan yang samping aula, aku takut”

     “Haha iya..”

***

     “Nop. Temen-temen kamuu kenapa sih, setiap aku lewat didepan mereka nih, disinisin mulu, serem Nop, aku takut. Udah kaya apa ya, akutuh mangsanya mereka gitu..” ucap Nasywa

     “Dia cemburu sama kamu Nas, bukan cuma kamu, sama rohis. Apa-apa rohis, setiap hari rohis, kalo mereka ngajak main akunya mentoring. Diemin aja Nas, aku juga di kelas digituin. Capek Nas, sakit hati aku dengerin mereka ngomong. Maunya diturutin, mau enaknya doang, maunya dimengerti. Biarin aja Nas..” ucap Denov sambil memegang dadanya.

     Sudah tidak kaget lagi aku mendengar cerita seperti ini, karena hampir semua anak rohis merasakan ini, dikucilkan di kelas. Tidak kaget bukan berarti aku tidak peduli dengan Denov. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan teman-temanku saat bercerita, meskipun, aku tidak merasakannya. Untungnya, teman sekelasku tidak memperlakukan buruk padaku dan juga Aini, mereka tidak mempermasalahkan itu.

     “Iya Nop, aku paham. Aku juga pernah ada diposisi kamu. Selama 3 tahun aku temenan sama temen sekelas aku, baru dikelas 12 ini mereka baik sama aku, ngertiin aku, bahkan mereka juga bantuin kita di acara keputrian, kan? Aku udah kebal Nop digituin sama mereka. Nanti juga temen-temen kamu luluh sendiri, ngerti sendiri, mereka nanti mikir sendiri. Aku kalo digituin aku diemin aja biarin, biar mereka mikir. Kadang juga aku kalo nggak ditemenin, aku main sama anak cowok, atauga main sama dikelas orang. Kalo mereka kaya gitu, mereka pikirannya masih bocah Nop.” Jelas Nasywa.

     Nasywa dia orang yang benar-benar berpengalaman di masalah seperti ini. Mulai dari sepatunya diumpetin, tasnya diumpetin, dimarah-marahin sama temannya, dan masih banyak lagi. Saat sampai di masjid, dia tumpahkan semua keluh kesahnya, nggak tanggung-tanggung sampai menangis kejer. Kita yang menyaksikan sampai terbawa suasana.

     “Iya Nas, aku juga itu mainnya sama Ajiz, Bian. Kadang kalo aku lagi sendiri nih, mereka nyamperin aku, ngobrol sama aku, mereka udah tau Nas kalo aku diem aja tuh. Terus nanti mereka bilang, ‘Lagi di musuhin ya sama ciwi-ciwi rempong? Diemin aja Nop, gosah dibawa pusing. Mereka emang begitu, kan?’. Kadang juga aku diem di masjid, biarin aja, udah capek aku ngadepin orang kayak mereka.” Ucap Denov

     “Iya Nop, temen-temen kamu tuh serem-serem. Untung aja temen kita ngga kayak gitu ya Jah,” ucap Aini sambil melihat kearahku, dan aku menanggapinya denga anggukkan.

     Jujur, saat mendengar mereka bercerita seperti ini, melihat mereka nangis, aku ikutan sedih. Orang sebaik mereka kok dijahatin. Ingin rasanya aku memarahi orang yang sudah membuat teman-temanku menangis.

🌸🌸🌸

Halo semuaaaaa aku balik lagiiii hehe..

Kalian suka dengan ceritanya? Jujur, aku nulis ini sesuai sama apa yang ada di pikiran dan hati aku. Dan itu ngebuat aku seneng, hehe..

Apalagi kalo ngeliat komenan sama vote dari kalian, hehe.. Aku ngga akan maksa kalian buat ngevote kok:)..

Aku berharap kalian terua ngikutin cerita ini sampai habis, dan aku bakalan usaha sebisa mungkin buat nyelesain cerita ini, hehe..

Sayang kaliannnn 🐼❤

Mau Kemana? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang