Cinta? Baca ini!

15 9 0
                                    

Sebagai penyandang tuna grahita Kiera terbilang ceria. Satu hal yang ibunya percaya adalah -Tuhan menciptakannya sebagai malaikat kecil untuk melengkapi keluarganya-

Kiera Putri adalah nama lengkapnya. Saat ini berusia tujuh tahun. Berbeda dengan teman seusianya yang telah mengentaskan sekolah PAUD, ia hanya mendapatkan pelatihan-pelatihan kecil dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Itu pun hanya beberapa kali dalam sebulan.

Kiera adalah gadis yang memiliki masalah pertumbuhan kecerdasan. Hingga kini yang telah mencapai usia didik belum juga bisa berbicara. Ibunya tentu sangat sedih. Tetapi tidak terlalu mempermasalahkannya. Karena ia sudah sangat bersyukur atas kesehatannya. Sampai tiba hari itu. . .

"Bisa Bu, Kiera bisa sekolah di sini. Kebetulan ada beberapa murid yang mengalami masalah yang sama sepertinya. Ini ibu bawa! Nanti harap dilengkapi formulirnya!" Petugas administrasi menjelaskan kepada Ibu Kiera. Kemudian menyodorkan seberkas formulir pendaftaran beserta profil yayasan & sekolah.

"Baik Pak. Ini saya bawa pulang dulu buat diisi. Terima kasih." Kata Ibu Kiera sambil mengisyaratkan untuk undur diri.

Sesampainya di rumah barulah ia membaca keseluruhan lampiran tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui angka yang tertera pada lembar biaya sekolah.

'Wah, biayanya 6 juta/semester! Uang dari mana sebanyak itu?' Keluh Ibu Kiera dalam pikirnya. Penghasilannya sebagai penjual makanan keliling tentu tidak akan cukup untuk membayar itu. Harapannya untuk menyekolahkan Kiera di SLB swasta itu pun hancur. Tetapi itu tidak mematahkan semangat Ibu Kiera. Ia ingin agar anaknya mendapatkan pendidikan yang layak.

Beberapa hari setelahnya mereka pergi ke SLB Negeri terdekat. Jaraknya adalah 20 KM dari tempat tinggal mereka. Ia memboncengkan anaknya menggunakan sepeda motor warisan mendiang suaminya.

Sesampainya di sana ia langsung bertanya tentang pendaftaran sekolah. Seorang petugas keamanan menunjuk pada sebuah pintu bertuliskan Tata Usaha. Kemudian mereka memasukinya.

"Bu, saya mau mendaftarkan anak saya. Kiera Putri untuk bersekolah di sini." Kata Ibu Kiera langsung pada pokoknya.

"Ouh boleh Bu. Kelengkapannya sudah ada?" Kata petugas administrasi SLBN.

"Emang kelengkapannya apa aja Bu?" Tanya Ibu Kiera.

"Akta Kelahiran, Surat Pengantar Kesehatan, Kartu Keluarga, Rekomendasi Dinas Pendidikan. Dsb, " Jawab petugas tersebut. Ibu Kiera hanya mengangguk-angguk karena terlalu bingung dengan daftar persyaratan yang panjang itu.

"Sepertinya ibu belum memiliki surat-surat tersebut. Nanti datang kembali ketika sudah membawa kelengkapannya yah Bu! Saya ada pekerjaan lain yang harus saya urus." Tambah petugas tersebut sembari berdiri dan melenggang ke arah meja kerjanya.

"Ini daftar persyaratannya yah Bu!" Petugas tadi menyodorkan selembar kertas pada Ibu Kiera.

"Iya, terima kasih Bu." Kata Ibu Kiera dengan berat hati.

'Nak, ibu akan berjuang sekuat tenaga untuk menyekolahkanmu.' Pikir Ibu Kiera saat dalam perjalanan pulang.

Kiera dan Ibunya adalah pendatang di kota Jakarta. Kesempatan melengkapi persyaratan pun menjadi lebih berat. Mereka sudah berkali-kali mengunjungi berbagai dinas. Bahkan beberapa petugas instansi terkait pun menolak melayaninya. Kendalanya adalah perbedaan domisili. Hingga batas waktu pendaftaran tiba. Ibu Kiera belum mampu melengkapi persyaratan itu.

"Nak, mungkin tahun tahun depan kamu bisa sekolah. Tahun ini kamu belajar sama ibu aja yah." Katanya sembari menggendong Kiera yang tertidur pulas. Ia mengecup kening Kiera dan meletakkannya ke tempat tidur.

"Mama Kiera!" Teriak seseorang dari luar.
"Iya, Sebentar." Jawabnya singkat.
"Mba, lihat nih!" Kata orang tersebut sembari menunjukkan luka di lutut dan siku teman Kiera. Nampaknya yang datang adalah Andri dan Ibunya. Mereka adalah tetangganya yang arogan.

"Ini gara-gara Kiera. Udah tau Andri lagi main Dashboard malah didorong. Akhirnya anak saya jatuh." Kata Mama Andri dengan nada tinggi.

"Aduh. Maafin Kiera yah Andri! Mama Andri juga maafin anak saya yah!" Kata Ibu Kiera dengan iba.

"Makanya kalo punya anak 'idiot' ngga usah suruh main di luar." Bentak Mama Andri. Ia kemudian pergi setelah puas meluapkan emosinya.

Mendengar itu Ibu Kiera hanya diam menutupi sakit hatinya. Meski bagaimana pun Kiera tetaplah anaknya. Tentu saja perkataan itu sangat melukainya. Apalagi sebagai seorang ibu yang membesarkannya seorang diri.

Ibu Kiera kemudian berbaring di samping anaknya. Sembari membelai rambutnya ia berkata;
"Nak, kamu ngga usah dengerin omongan Mama Andri yah! Cukup Ibu aja yang dengar." Air mata pun jatuh tak tertahan. Ia juga tak ingin anaknya lahir dengan keterbatasan mental.
"Nanti . . . kalo udah sekolah, . . Kamu yang pintar yah. . . Ngga boleh nakal. . ." Ucapnya terputus-putus karena tangisan. Upaya untuk menyeka pipinya pun tak berguna. Karena kesedihan yang meluap akibat anak yang tak bisa bersekolah dan perlakuan tetangganya.

-------------------N--------------------

Writer : Wayzone

Inspired by Vinny Mustika Sari

TenLit CerPenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang