9 - The End

554 129 42
                                    

TATKALA suara dentuman meraih genggaman jumantara beserta kemerlap yang menyatu bersama hantaman petir, keadaan kala malam itu bagai kromulen gempa bumi yang larut menarikan syahdunya petir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TATKALA suara dentuman meraih genggaman jumantara beserta kemerlap yang menyatu bersama hantaman petir, keadaan kala malam itu bagai kromulen gempa bumi yang larut menarikan syahdunya petir. Pelupuk memar gadis itu mengerjap sembari memandang sebuah eksistensi Maha raksasa yang menaungi tubuh mungilnya. Hembusan nafas yang menderu lantas beralih mencelos tatkala naga bersisik itu meraungkan suara berat, mengundang bait lokasi dari musuh, menampilkan ratusan mesin yang cekatan serta kehadiran Hunter yang dikirim oleh pihak pemerintah dari setiap arah. Dirinya bersaksi atas palagan yang berdenyar nyaman di hadapannya, pertumpahan ratusan nyawa setiap kali naga itu kembali melaung barangkali meninggalkan memar sengat pada telinganya.

Letupan api yang berasal dari nafas naga tersebut memiliki ukuran yang setara dengan badai raksasa, menghantam puluhan mesin berdengung beserta helikopter yang bersorak di atas langit malam kala itu. Panorama mesiu yang saling berdentum satu sama lain beserta lansekap ledakan Maha terang di atas cakrawala sana terpantul jelas dalam manik amber Sang pemudi. Dirinya menutupi area kepala dengan kedua tangan dari jeritan api yang sempat merembes masuk mengenainya dari celah kulit Si naga merah. 

El kemudian mengerti siapa naga itu sesungguhnya. 

Dirinya kembali terkesiap tatkala naga itu menjerit, mendentumkan tanah sekaligus menarik sebuah udara dengan kuantitas teramat banyak sebelum kembali melontar sebilah siul petir dari atas langit. Cekaman serta jerit yang diundang dari Para angkasa beserta semesta jelas, tidak dapat tertandingi. Membara serta menghanguskan tubuh makhluk seukuran kerdil di daratan sana. Pemandangan ratusan nyawa yang terpetik setiap kali siulan api itu berhembus terekam pada proyeksi netra Sang gadis, menghantam kesadaran El bersama realita pahit bagai gada masif pada kepalanya. Gadis itu mematung, menyaksikan pertumpahan nyawa tepat di hadapan tubuhnya.

Gemintang pada cakrawala barangkali rela menyanggupi diri sebagai saksi bisu atas tragedi penuh darah yang diciptakan Sang Hydra malam itu. Sendu gadis itu melesat tanpa permisi, mencekik tenggorokan sebelum terisak memandang selaut darah yang menyiprat jelas di hadapannya. Tidak, naga itu harus berhenti. Terlalu banyak nyawa yang telah gugur. 

"Jungwoo!" 

Kemudian mematung, laiknya aksara magis sebab mampu menghentikan lasaknya Sang naga hanya dengan sebuah nama. Sejemang tatkala perhatiannya teralihkan kepada Sang gadis, naga tersebut mengedip bersama sembilan tendas panjangnya yang berdansa pada udara. Salah satu kepalanya menggigit kerah pakaian Si hawa, membawanya menuju  salah satu kepala lainnya Sang Hydra sebelum sisa delapan kepalanya siap melindungi presensi Si gadis. Rupanya sayap raksasa itu mengepak, membawa tubuhnya beserta Sang gadis melesat menuju udara, menerbangkan serta menyatukan diri bersama sekumpulan awan lembut yang membalut tubuh,  meninggalkan dataran penuh api beserta ratusan sirene yang menyaringkan diri pada setiap rungu di bawah daratan sana. 

Mereka, melarikan diri lagi.

Perjalanan berbalut darah itu menghanguskan nyawa penopang keluarga pada pedataran penuh darah di bawah lansekap rembulan. Ratusan tubuh segelap arang hingga eksistensinya tidak mampu diidentifikasi kembali menjadi panorama pilu yang merayap pandang. Terdapat rasa bersalah seluas samudera pada benak Si pemuda sekaligus pemudi itu pada setiap meter yang telah dilalui, namun kedua nyawanya turut menjadi taruhan. Maka biarlah Tuhan yang menentukan. Bahwa mereka, hanya berusaha untuk bertahan.

HydraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang