Alur Sebuah Rencana (3)

158 26 3
                                    

Dinasti joseon, 1519

Chinsun, si pelayan istana yang hari itu terlihat dilema tengah duduk di bawah pohon yang letaknya tak jauh dari istana. Ia hanya melamun sembari memegang sebuah dwikkoji dengan hiasan bunga gerbera.
"Haruskah kuterima atau tidak? Ini sangat membingungkan" gumam chinsun.

Chinsun menghempaskan nafasnya kemudian berdiri.
"baiklah, lupakan masalah ini sejenak. Aku harus kembali bekerja" ia pun berjalan kembali ke istana. Melupakan lamaran seorang pria yang selama ini tak pernah dicintainya.
.
Tengah malam yang begitu sunyi, chinsun yang memang menderita insomnia sejak remaja mencoba keluar dari kamarnya dengan hati-hati.

Sekelebat bayangan lewat dengan cepat, takut namun juga curiga itulah yang dirasakan chinsun saat itu. Ia memutuskan untuk mengikutinya, berpikir mungkin saja dia adalah penjahat yang mencoba menyakiti anggota keluarga kerajaan.

Tanpa disadari, langkahnya yang terburu-buru membuat dwikkoji yang berada di sakunya terjatuh.

Ia melanjutkan perjalanannya menguntit sang penjahat hingga sampai di tengah desa yang sepi dan cukup gelap, untunglah saat itu bulan purnama, setidaknya ada sedikit cahaya dari bulan.

"Apa itu putra mahkota? Apa yang dilakukannya disini?" chinsun terkejut saat mengetahui wajah si pria yang dikiranya penjahat.

Namun, Lebih terkejutnya lagi ketika chinsun melihat seorang pria misterius berpakaian serba hitam layaknya ninja berjalan mengendap di atap rumah para warga sembari membawa busur.

Berpikir bahwa nyawa sang putra mahkota sepertinya terancam, chinsun bergegas berlari menghampiri Taehyung ketika si pembunuh tersebut mencoba melepaskan anak panahnya tepat ke tubuh Putra mahkota.

"Yang Mulia, awas!"

Pembunuh itu melepaskan anak panahnya dan menancap di punggung chinsun ketika dirinya berhasil mendekap sang putra mahkota. Sialnya lagi, panah itu ternyata berancun.

Chinsun ambruk, sementara si pembunuh itu melarikan diri.

Taehyung gemetar, tubuh chinsun perlahan menjadi kebiruan. Ia menidurkan chinsun di pangkuannya, dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak, chinsun bangunlah! Chinsun, kau mendengar suaraku? Kenapa kau melakukan semua ini?"

"Yang Mulia, aku bahagia bisa melakukan sesuatu untukmu. Hiduplah dengan bahagia" chinsun menutup matanya, sepertinya itu adalah kata terakhirnya.

Taehyung menangis dengan keras sembari memeluk mayat chinsun dengan erat. jujur saja, hanya chinsun wanita yang mampu meluluhkannya.

..

06.55 Am. Rumah Sakit

Taehyung terbangun dari pingsannya. Tersadar dirinya berada di tempat asing bersama nayeon yang tertidur pulas di sofa.

Taehyung mencoba untuk duduk, namun sepertinya bekas pukulan minhyun di perutnya masih terasa sangat sakit baginya. Ia mengerang dengan suara pelan.

Wajahnya sedikit kebingungan ketika selang infus yang baginya cukup asing menempel di tangannya.
"Sebenarnya aku dimana?" gumam taehyung.

Ingatan tentang kejadian semalam kembali muncul di pikirannya. Ia terus menerka siapa sebenarnya Hwang Minhyun. Apakah dia sosok roh gentayangan atau mungkin ia juga menerima hukuman seperti dirinya.

Mendadak, dering ponsel milik nayeon merusak suasana tenang pagi itu. Nayeon bergegas bangun, nama Tn.Hwang ayah minhyun terpampang jelas di layar ponselnya.

"Yoboseyo, Tuan Hwang? Ada apa?"

Raut wajah nayeon berubah marah sesaat setelah mendapat telfon dari Tn. Hwang. Entah apa yang dibicarakannya pada nayeon, namun itu bukanlah kabar baik. Ia menghampiri taehyung yang saat itu sedang duduk tersenyum ke arahnya.

"Apa yang telah kau lakukan pada minhyun? Kau ingin membunuhnya? Kau siapa bertingkah seperti seorang pahlawan? Apa aku menyuruhmu untuk menyakiti minhyun?" tanya nayeon dengan nada cukup tinggi.

Sontak taehyung bingung dengan pertanyaan-pertanyaan nayeon yang terus menyudutkannya.

"Apa yang kau bicarakan? Memangnya apa yang telah kuperbuat?"

"Saat ini minhyun koma, dia kehilangan banyak darah semalam. seseorang menemukannya dengan luka tusuk di perut. Tidak seorangpun bersamanya selain dirimu semalam"

Taehyung tersenyum tidak percaya, jelas-jelas malam itu minhyunlah yang membuatnya babak belur, bukan sebaliknya.

"omong kosong apa ini? Mustahil dia terluka. Justru..."

"aku menyesal telah mempercayaimu"

Nayeon pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasan taehyung. Pikiran taehyung benar-benar kacau kala itu. Minhyun yang baik-baik dengan kekuatan luar biasa tiba-tiba terluka tergeletak di jalan.
"Apa yang sedang direncanakannya?" gumam taehyung.

Tak lama setelah nayeon keluar, yeonjun berlari mendatangi kamar taehyung.
"Hyung, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Kau pergi dengan terburu-buru dari rumahku tapi malah berakhir seperti ini."

Taehyung mengerutkan dahinya ketika melihat yeonjun.
"Bagaimana kau tau aku ada disini?"

"ah, nuna nayeon yang memberitahuku. Dia mengatakan padaku kau berkelahi semalam. Omong-omong dimana nuna?"

Bukannya menjawab pertanyaan yeonjun, taehyung justru balik bertanya.
"kau tidak pergi belajar lagi? Jika seperti ini terus, kapan kau..."

"kau tidak lihat aku memakai seragam? Aku akan pergi sekolah setelah menjegukmu dari sini. Kau hanya terus menerus mengomeliku tapi kau sendiri membuat masalah"

Taehyung tak kuasa menahan senyumnya melihat yeonjun yang kesal sambil mengoceh, namun terlihat menggemaskan.

"Belajarlah dengan bersungguh-sungguh. Berjanjilah padaku, bahagiakan nenekmu."

"Arasseo, aku pergi. Oh ya, subuh tadi ada pesan masuk di ponsel mu. Percayalah aku tidak membacanya" yeonjun akhirnya pergi setelah memberikan ponsel milik taehyung.

Entah apa yang tertulis dalam pesan tersebut, namun raut wajah taehyung berubah marah setelah membaca isi pesan yang dimaksud oleh yeonjun.

~~~

HORSE PRINCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang