[14] obrolan singkat

2K 398 41
                                    

Yuri merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kepalanya sedikit pening mengingat dirinya baru saja pulang dari pemakaman Yena.

"Ah beres beres dulu," Yuri bangkit dari kasurnya. Menatap sebuah cermin yang tidak begitu besar di lemari yang ada di sisi kirinya.

Penampilan Yuri bisa dibilang kacau, matanya yang bengkak membuat mata Yuri semakin terlihat sipit. Bibirnya juga sedikit pucat.

Mungkin sang ayah akan khawatir jika melihat kondisi Yuri yang terlihat prihatin seperti ini. Oleh sebab itu dia memutuskan untuk membersihkan dirinya sebelum sang ayah pulang.

Ayahnya juga mungkin sudah tahu tentang kasus Yena bunuh diri saat dilaporkan oleh pihak kepolisian.

Yuri belum ada berbicara dengan sang ayah lagi karena saat ayahnya itu pulang, Yuri sudah tertidur dan saat Yuri bangun, sang ayah sudah pergi bekerja karena sangat teramat sibuk.

Sekitar lima belas menit Yuri membersihkan dirinya sendiri. Sekarang dia bingung harus apa. Isi kepalanya hanya memikirkan Yena.

Padahal mereka baru saja menjalin pertemanan, tapi mengapa Yena secepat itu pergi darinya? Bahkan mereka belum kenal lebih dalam lagi.

Mengingat tugas sang ayah untuk mengawasi Yena membuat Yuri jadi berpikir mengenai kesahatan mental Yena.

"Apa dia tertekan banget?" Gumam Yuri saat mengingat ngingat kalau Yena itu menjadi tersangka. Tentu saja hal itu membuatnya setres.

Bahkan berita Yena di mading itu juga sudah tersebar luas. Yuri sendiri hanya mendengar berita tersebut dari temannya, dirinya tidak tega untuk melihat foto tersebut.

"Siapa sih yang bully dia? Emangnya dia salah apa? Yena kan anak baik baik," desis Yuri pelan sambil keluar dari kamarnya menuju ruang tengah untuk menonton televisi.

Kenapa Yuri tiba tiba berucap jika ada yang membully Yena? Tentu saja karena berita itu. Sebab lainnya juga adalah..., apakah orang melakukan bunuh diri itu tanpa sebab? Tentu saja ada sebabnya, salah satunya adalah dibully. Faktor tertekan dan juga setres membuatnya untuk memilih jalan pintas karena ingin merasa bebas.

Yuri meringis pelan jika spekulasi mengenai Yena itu benar adanya.

Bukannya Yuri tidak sedih. Tentu saja dia sedih. Tapi hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk Yuri terus terusan larut dalam kesedihan. Dunia terus berjalan. Kita tidak bisa stuck di satu tempat saja. Harus terus bergerak maju ke depan.

Sedih boleh asal jangan berlarut larut. Jika rindu, cukup ingat kenangan yang pernah dialami, lalu kirimkan doa untuknya.

Televisi yang menayangkan sebuah berita itu sudah menyala. Tiba tiba ada hot news mengenai kasus bunuh diri Yena.

Yuri mengeraskan volume televisi tersebut, kemudian memperhatikannya secara seksama.

Kaget! Itulah respon pertama Yuri karena berita tersebut mengatakan jika Yena sudah lama dibully yang belum diketahui siapa pelakunya. Pihak polisi masih mencari cari siapa penyebar foto Yena di mading waktu itu.

Dirinya juga semakin kaget saat loker Yena diberitakan penuh oleh surat yang berisi cacian makian karena Yena gagal dalam mewakili olimpiade kimia.

"Ya Tuhan..., cuman karena gagal orang orang jadi ngebully dia? Fiks orang orang sudah gila! Manusia wajar gagal, terus Yena dituntut sempurna gitu?" Kesal Yuri sambil melemparkan kacang ke arah televisi.

Sampai berita itu selesai Yuri terus terusan ngedumel tidak jelas karena dirinya sangat amat teramat kesal sekarang. Ingin sekali memukul wajah orang orang yang membully Yena. Apakah mereka tidak punya kegiatan lain selain membully orang? Apa mereka tidak punya tugas yang lebih penting?

"Awas aja kalau sampai gua nemuin si tukang bully itu, pengen gua penyet aja sekalian dasar gila nggak punya kerjaan!"














📌













Satu bulan berlalu dari kasus Yena terjadi. Para polisi sudah menemukan sang pelaku yang menyebarkan foto tidak senonoh Yena waktu itu. Yaitu ada lima orang. Mereka semua sudah tertangkap.

Tentu saja mereka dibawa ke ranah hukum. Mereka sudah melanggar peraturan, bahkan mereka melakukan pelecehan seksual.

Kelimanya dijerat oleh hukuman yang sudah ditetapkan oleh hakim. Mereka harus menanggung akibat yang sudah mereka perbuat dan mau tidak mau merelakan kuliah mereka alias harus di drop out.

Walaupun penangkapan mereka berlima berlangsung di kampus, hal itu tidak membuat Hyewon terganggu.

Waktu itu Hyewon berada di perpustakaan, dirinya sedang belajar untuk mengikuti olimpiade kimia. Beberapa buku tebal berada di atas meja. Sesekali Hyewon meneguk minuman yang dibelinya di kafetaria saat sebelum pergi ke perpustakaan.

Matanya tak lepas dari buku tersebut, tangan kanannya bergerak untuk menulis di atas buku tulis, sementara tangan kirinya berusaha untuk membolak balikkan kertas sambil terus menulis.

Hyewon terlihat sangat sibuk. Bahkan lebih sibuk dari dirinya saat mengikuti olimpiade matematika karena kimia bukanlah dasar Hyewon. Dirinya merasa dipaksa oleh orang orang sekitarnya walupun dirinya sebenarnya mampu.

Selesai dengan materi yang dicatatnya tadi, Hyewon melepaskan pulpennya di sisi kanan buku tulis. Dirinya menatap catatannya sambil tersenyum kecil.

"Hiburan..., gua butuh hiburan," gumamnya pelan.

Memang saat seseorang sedang belajar keras itu juga perlu hiburan supaya tidak terlalu setres dengan materi yang baru saja masuk.

Hyewon memasang airpods di telinganya sambil menatap ke arah jendela. Hari itu cuacanya cerah. Membuat pohon pohon di sekitar perpustakaan terlihat nyaman untuk disinggahi.

"Sabar, Hyewon."

Hyewon menyabari dirinya sendiri yang harus terus belajar demi membanggakan kampusnya lagi.















📌















Chaeyeon menduduki kursinya yang tepat berada di sebelah Hitomi. Sebenarnya Chaeyeon telat, tetapi sampai saat ini juga sang dosen belum masuk.

Bisa diperkirakan jika kelas pagi hari ini akan jam kosong. Saat menghubungi sang dosen ternyata dosennya ada kesibukkan yang sangat teramat penting sehingga harus meninggalkan kelas.

Tentu saja Chaeyeon bisa bernafas lega. Jika dirinya terlambat saat sang ada dosen, mungkin dirinya akan dibebani dengan tugas dua kali lipat.

Temannya, si Yujin hari ini tidak masuk. Kemungkinan besarnya adalah karena Yujin kesiangan juga sama seperti dirinya.

"Chaeyeon."

Baru saja Chaeyeon hendak memasang earphone ke telinganya, tiba tiba Hitomi memanggilnya, bahkan Chaeyeon kembali menyimpan earphonenya itu ke dalam tas saat Hitomi menghadap ke arahnya, terlihat ingin berbincang serius.

"Iya?" Sahut Chaeyeon.

"Gua nggak masalah soal Yena waktu itu kok, lo tenang aja. Gua yakin bukan dia yang sengaja racunin gua. Btw gua cuman penasaran, apa betul Yena dibully?"

Seketika Chaeyeon bingung. Yena memang benar dibully. Tapi saat Yena dibully, Chaeyeon tidak ada di sisinya, "Ya..."

Hitomi mengangguk singkat sebagai tanda jika dirinya paham, "Gua denger denger juga yang nyebarin foto Yena sudah ditangkap polisi?"

"Iya sudah, beberapa hari yang lalu."

Lagi dan lagi Hitomi mengangguk, "Makasih Chaeyeon."

Chaeyeon mengangguk juga sambil tersenyum tipis, "Sama sama. Makasih sudah maafin Yena."

Hitomi tersenyum hangat, "Yena nggak pernah salah sama gua, dia orang yang baik, Chaeyeon."

her | izoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang