Waktuku.

22 1 0
                                    

"Lucia, akhir-akhir ini kita jadi jarang bertemu. Maaf ya." Lucio menyesali kesibukannya sampai dijemput kemarin oleh Lucia.
        Pemuda itu senang bukan kepalang, sampai-sampai terharu. Tapi kemudian ia menyadari dirinya yang terlalu sibuk jadi merepotkan Lucia. Pemuda itu melanjutkan perkataannya yang lembut pada Lucia.
"Aku hanya ingin Kau tidak kerepotan seperti kemarin sampai Kau menjemputku, Lucia. Jelas Aku sangat senang. Tapi apa yang kupikirkan olehku adalah kita memang jarang bertemu. Aku tidak bisa meluangkan banyak waktu untukmu. Maaf." Lucio terdiam. Akhirnya dari lubuk hatinya yang paling dalam kata-kata itu terucap. Kata-kata lembut yang sudah pemuda itu siapkan sebelumnya. Pemuda itu bernapas lega.
"Hmm? Tidak apa-apa kok, Lucio. Aku kemarin menjemputmu berhubung itu konser besar kan? Aku senang bisa melihatmu begitu pulang konser yang sudah sangat Kau persiapkan."
"Benarkah?" Pipi Lucio merona.
"Iya benar. Kau keren sekali saat pulang dan masih memakai jasmu Lucio! Aku senang melihatmu!"
"Terima kasih, Lucia. Kau membuatku tersipu malu. Jujur Aku sangat senang sewaktu dijemput olehmu. Inilah hal yang berharga dari waktuku."
"Waktumu? Oh Kau sibuk sekali ya?"
"Iya, Aku merasa, waktuku yang dijemput olehmu saat baru selesai konser itu yang paling berharga."
"Pasti konsernya sukses besar!"
"Hahaha Kau percaya diri sekali Lucia! Terima kasih telah menyemangatiku."
"Sama-sama, Lucio. Ngomong-ngomong, pelajaran apa di akademi yang ingin Kau minta salinannya? Kau pasti sibuk kan?"
"Umm... Tentang itu, sebisa mungkin Aku tidak ingin meminta salinan sih. Tapi apa boleh buat. Aku minta salinan pelajaran melukis saja karena Kau jago melukis, Lucia."
"Ok dimengerti, Lucio."
"Soal waktuku, apa Kau punya waktu Lucia? Kau tahu Aku sibuk padahal sebisa mungkin Aku ingin bersamamu di akademi."
"Minggu ini luang kok."
"Ok Minggu depan ya, Lucia. Ajak teman-temanmu juga tidak apa. Aku juga mengajak temanku."
"Wah gantinya waktu itu ke festival ya, Lucio? Padahal Kau sudah memberiku surat segala... Tidak usah."
"Tidak apa-apa, Lucia. Aku benar-benar ingin mengajakmu ke festival lagi. Kali ini saja kumohon jika Kau berkenan."
"Terima kasih banyak, Lucio."
"Kau menyetujuinya? Justru Aku yang berterima kasih. Sampai jumpa besok di akademi, Lucia."
"Iya, sampai jumpa."
        Di akademi pagi ini pelajaran pertama matematika tapi setelahnya melukis. Lucio sudah dipinjami catatan materi seni lukis oleh Lucia. Mereka berbeda kelas. Setelah itu baru pelajaran seni musik, Lucia dan Lucio mengikuti pelajaran alat musik tiup. Di sini barulah kelas mereka digabung berhubung ruang musiknya luas. Akademi ini juga mempunyai rompi khusus wanita dan pria.
        Akademi musik ini memang terkenal memiliki fasilitas yang sangat bagus dan elegan. Uniknya di akademi ini mencampurkan seni musik dan seni rupa seperti melukis. Tujuannya supaya musik yang merupakan ekspresi jiwa bisa dilukiskan tanpa kata-kata. Buku pegangannya saja banyak berisi rumus matematika yang berguna untuk materi pelajaran lain. Pengajarnya juga tegas dan sopan supaya lulusan akademi ini memiliki sikap yang baik. Itulah yang membedakan akademi musik ini dengan akademi yang lain.
       Setelah beberapa hari, hari Minggu pun tiba. Lucia mengajak sahabatnya dan menunggu di tempat yang telah diberitahu oleh Lucio. Lucio mengajak teman-temannya. Lucio sempat kaget dengan sayap Lucia yang terbentang luas berwarna putih, pink, dan ujungnya merah seperti ada api-apinya. Lucio ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi nanti saja masih lama pemuda itu akan mengutarakannya.
"Lucia, sayapmu terlihat! Indah sekali." Kagum Lucio.
"Iya, kan sudah kubilang aku bukan manusia. Sahabatku ini juga sudah tau makanya Aku mengajaknya."
"Aku bersyukur bertemu denganmu."
"Aku juga, Lucio. Kau keren hari ini."
"Hmm? Biasa saja. Terima kasih."
"Hei-hei masih saja Kau merendah Lucio!" Suara tenor Toni yang khas segera membuat Lucio ingin bercanda. Memang sangat khas suaranya. Teman-teman Lucio yang lain segera tertawa.
       Lucia yang pembawaannya santai membuat Lucio yang agak kaku menjadi cair. Mereka menikmati festival dengan saat pertamanya Lucia kabur memilih barang dan saat kembali ke rombongan Lucio beserta sahabatnya itu. Malaikat yang menyamar jadi gadis yang berparas bak bunga sakura itu sudah membeli kunciran dan topi. Lucio marah dan langsung mengajak Lucia makan beserta sahabatnya Lucia dan teman-temannya. Walau pertamanya Lucia kabur sendiri, di akhir festival Lucio dan Lucia bisa menikmatinya bersama sahabat dan teman-temannya. Menyenangkan.
"Lucia, kenapa Kau sendirian tadi?"
"Gimana ya, untuk apa kita ke festival kalau bukan membeli barang yang kita inginkan atau melihat-lihat, Lucio?"
"Hmm... Bisa dipastikan Kau sudah biasa ikut ke festival ya, Lucia."
"Iya. Biasanya Aku ke festival bersama adikku."
"Tapi apakah Kau senang hari ini?"
"Kok tahu sih Aku senang?"
"Terlihat jelas dari raut wajahmu, Lucia. Hahaha! lucu sekali."
"Benar sekali hahaha!" Lucia langsung melihatnya di cermin. Wajahnya berseri-seri. Ceria.
"Lain kali Aku akan mengajakmu lagi, Lucia, kalau Kau tidak keberatan."
"Sama sekali tidak keberatan, Lucio. Festival kali ini sungguh mengasyikan dan banyak yang unik sekali."
"Terima kasih telah mengisi waktuku yang sangat berharga ya, Lucia."
"Santai saja, Lucio. Selama itu berkesan untukmu."
"Kau benar. Bagiku Kau dan festival ini sangat mengesankan, Lucia."


      
      

DimensikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang