Part 2. Tekad Bulat

1.8K 80 6
                                    

Harris memperhatikan adiknya yang masih asyik mengotak-atik laptopnya.
Sesekali gadis itu mencorat-coret kertas di sampingnya. Entah, sekilas tampak sebuah salinan dari layar.

Badannya mulai pegal. Belum ada kepastian, jam berapa Khanza akan menyudahi pencariannya.

"Abang tidur saja, Khanza masih ingin mempelajari ini." Ia seolah paham, lelaki di depannya mulai tak betah berlama. Lelah, pastinya. Seharian Harris berada di kantor sang ayah.

"Ada yang mau kamu tanyakan?" tanya Harris dengan suara serak khas orang menahan kantuk.

"Mengapa Alex tidak dipenjara?"

"Perusahaan masih mengumpulkan bukti," jawab Harris dengan mata sedikit terpejam. layar segi empat kecil di depan pemuda selalu menyala berkala. Khanza tersenyum menimpali.

"Jika Alex dipenjara, apakah dia akan mengembalikan uang perusahaan?"

"Tergantung," jawabnya menggantung. Kini kepalanya di letakkan di atas meja, bertumpu pada salah satu lengan.

"Tidurlah, Bang! Bukannya besok kau akan melakukan penerbangan pagi? Sebelumnya, ucapkan selamat tidur pada Kakak ipar. Ponselmu berulangkali menyala."

Harris membuka mata kembali. Tangannya meraih ponsel, membacanya kemudian tersenyum sendiri.

Khanza menggelengkan kepala. Ia seolah menonton sinema romantis. Pasangan itu pastinya saling memendam rindu selama tiga bulan lamanya.

"Pikirkan lagi idemu itu!" pesan Harris sebelum dia beranjak meninggalkan tempat itu.

Saat sendiri, Khanza mulai berpikir lebih jauh. Memang terdengar konyol, semua demi kelangsungan perusahaan, dan kesejahteraan karyawan tentunya.

Apa salahnya ia mencoba meyakinkan Tuan Arsel, memintanya waktu sejenak, sebelum sahamnya benar-benar ditarik tanpa sisa.

Bangkrut, gulung tikar, atau mulai lagi dari nol. Ya, semua kemungkinan terburuk bisa terjadi.

Kedatangan Harris ke Indonesia sedikit membuahkan hasil, meskipun harus ekstra bekerja. Namun, tetap saja kerugian perusahaan tak bisa dielak.

Berbekal ilmu yang di dapat ketika kuliah di London, Khanza mulai membuat sebuah proposal. Cukup berisiko. Tapi, apa salahnya ia mencoba. Minimal, ada usaha sembari menunggu jatuh tempo.

Demi perusahaan, demi nama baik sang Ayah, ia harus bisa. Harris tak mungkin berlama-lama meninggalkan usaha yang dirintis di luar. Pada akhirnya, bisa dua perusahaan mengalami kerugian.

Khanza menarik napas dan mengembuskannya pelan. Ia mulai membuat sebuah proposal yang akan dipresentasikan esok hari di depan Tuan Arsel. Besok, ia yang akan maju sebagai wakil dari perusahan.

Kini, ia bisa bernapas lega. Proposal telah diketiknya. Esok hari, ia berencana menunjukkan pada Daddy dan Abangnya.

Setelah memastikan semua file tersimpan, ia matikan layar. Matanya mulai terasa kantuk. Diliriknya jam dinding, pukul dua dini hari. Pantas saja beberapa kali Khanza menguap.

Ia meninggalkan ruang kerja. Menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.

Rasanya, baru saja ia merebahkan diri, alarm ponselnya berbunyi. Dengan sedikit rasa lelah juga malas, ia beranjak ke kamar mandi, menunaikan kewajiban saat fajar menyingsing.

****
Harris dan Ferdian menatap lekat ke layar. Cukup meyakinkan. Namun, tetap membutuhkan kerja keras.

Saham Tuan Arsel di perusahaannya sekitar enam puluh persen. Andaikan semua saham ditarik, perusahaan akan melakukan PHK besar-besaran, baik teknisi lapangan, maupun yang bekerja di dalam kantor.

(Sesion 2) Pernikahan di Atas Kontrak BisnisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang