Part 3. Arsel Mulai Berulah

1.6K 83 5
                                    

Khanza ditemani Elly, asisten perusahaan, yang kini menjadi sekretaris pribadinya. Mereka menunggu di lobby. Bertemu dengan pemilik saham terbesar di perusahaannya itu, ternyata harus melewati berbagai prosedur.

"Maaf, Anda berdua utusan dari perusahaan Gutama Ware?" Lelaki dengan jas hitam menghampirinya.

Khanza bangkit dari tempat duduknya, diikuti Elly yang siap dengan berkas di tangannya.

"Betul, saya Khanza, dan ini Elly." Santun. Khanza memperkenalkan diri beserta sang sekretaris pribadi. Dan itu bukan yang pertama kali.

"Mari ikut saya, Nona. Tuan Arsel telah menunggu di ruang meeting."

Khanza mengangguk. Di balik senyumnya, terpancar harapan. Ia berusaha menetralkan kegugupannya.

Diliriknya Elly yang juga mengangguk menyetujui, sekaligus menyalurkan energi kepercayaan diri.

Berusaha tenang, Khanza mengikuti langkah pemuda yang berjalan cukup cepat di depannya. Mereka menekan tombol yang ada di pintu lift. Menunggu hingga pintu terbuka.

Khanza tahu dari cermin di depannya, lelaki itu meliriknya sekilas. Tak lama pintu terbuka.

Mereka hanya bertiga di dalam lift. Khanza kembali menata hatinya, niatnya kali ini demi mata pencaharian banyak orang.

Tak lupa bibirnya merapal doa. TanpaNya, dirinya bukan apa-apa.

Lift berhenti pada angka 41. Pintu terbuka. Lelaki di depannya menepi, memberi kesempatan Khanza dan Elly untuk keluar lebih dulu dengan menyampingkan sebelah tangan.

Khanza tidak menolak. Ia mengikuti arahan dengan baik, meskipun tetap saja menunggu lelaki di belakangnya kembali mendahului.

"Silahkan! Anda berdua telah ditunggu di dalam." Lelaki tadi membuka sebuah ruangan, kembali menepi memberi jarak agar Khanza dan Elly bisa masuk. Dan pintu kembali ditutup dari dalam.

Lelaki tadi tetap mendampingi ke dalam ruangan, mengitari sebuah meja panjang dengan deretan kursi berjajar rapi.

Galan berdiri dari tempatnya semula. Mengangguk dan mempersilahkan duduk di kursi seberang meja.

Lelaki yang mengantarnya tadi menarik kursi untuk dirinya, juga Elly.

"Terima kasih," ucap Khanza tulus. Lelaki itu hanya menganggukkan kepala.

Tatapan Khanza kembali pada dua lelaki dingin di depannya. Bukan, yang satunya masih cukup menghargai dengan menyapa basa-basi.

Satunya lagi, hanya menatap tanpa kata, tanpa beralih. Tajam.

'Beginikah sambutan pemilik harta?' tanya Khanza dalam hati. Mereka punya kuasa, memandang yang lain dengan tatapan entah.

Andai ia tak ingat tujuan utama, rasanya kakinya ingin pergi dan menjauh dari orang seperti mereka. Terlalu angkuh. Mungkinkah semua diukur dengan uang semata? Khanza berdecak dan sedikit kesal.

Elly hanya memperhatikan saja. Ia percaya, bos barunya bisa menyikapi dengan kelembutan seorang Khanza, yang terbalut dengan senyum apa adanya.

"Kami tidak memiliki banyak waktu. Silahkan jika ingin presentasi. Yakinkan kami untuk tidak mengambil saham kami, sebagian atau semuanya." Kalimat itu benar-benar tanpa basa-basi. Masih lelaki yang sama seperti tadi.

Khanza mengangguk, masih menyikapi dengan senyuman. Ia masih bisa melihat lelaki di depannya yang masih diam membisu. Hanya tatapan menikam, seakan ingin menerkam.

Khanza menduga-duga. Itukah yang bernama Arsel? Nama yang sering diwanti sang Abang untuknya lebih berhati-hati.

Gadis itu kembali memasang benteng. Hanya demi satu tujuan, nafkah banyak kepala keluarga.

(Sesion 2) Pernikahan di Atas Kontrak BisnisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang