Part 7. Mengintai Alex

848 49 7
                                    

Part 7
Resah

Khanza masih terpaku di tempatnya. Bertemu Brian memang salah satu keinginannya yang lain, selain berjumpa Sheryl karena rindu.

"Khanza?" tanya Brian lagi. Ia semakin mendekat ke arah pintu kamar sang adik.

"Ehm. Biasa aja lihatnya, Bang. Pangling ya sama Khanza?"

Khanza kembali mencubit gemas sahabatnya itu. Membuat suasana semakin canggung.

Brian memang terpesona. Apalagi, perempuan yang pernah memporak-porandakan hatinya, kini semakin anggun dengan balutan khimar. Menambah aura kecantikan yang semula ada.

Ia menelan salivanya kasar. Tak terbayang bertemu kembali dengan Khanza di rumahnya, setelah sekian tahun tak berjumpa.

Khanza dan Sheryl akrab sejak SMA. Mereka sering pergi berdua. Namun, sering juga bertiga, dengan Brian yang selalu berusaha menawarkan diri menjadi supir pribadi. Sepanjang jalan, Brian mencuri pandang. Saat itu, surai Khanza menggoda setiap pasang lelaki normal yang menatapnya.

Tanpa ungkapan, tidak juga mengajak menjalin hubungan, Brian menunjukkan rasa cintanya dengan mendatangi Ferdian, dan meminang selepas lulus SMA.

Brian, lelaki matang dengan pekerjaan mapan, mendapat penolakan halus dari calon mertua. Melanjutkan studi ke London, merupakan alasan utama.

Orang tua Brian tidak terima. Merasa dipermalukan, mereka mencarikan Brian ganti. Sesama pengacara. Satu profesi.

Khanza sendiri tidak tahu menahu. Perhatian kecil dari Brian, dianggap sebagai bentuk perhatian seorang Abang terhadap sahabat adiknya.

Dirinya baru tahu persoalan lamaran Brian dari sang sahabat, Sheryl. Khanza juga tidak menanyakan lebih lanjut pada Daddy-nya. Bukan hanya orang tuanya yang menginginkan ia melanjutkan kuliah di luar, ia sendiri pun ingin meniru jejak Abangnya.

Setelah hampir empat tahun, Khanza muncul lagi di rumah Sheryl. Brian yakin, getaran itu masih terasa. Namun, sedikit terlambat karena dirinya kini berstatus tunangan orang.

"Apa kabar?" tanya Brian mencairkan suasana, sekaligus hatinya yang meronta. Khanza menjadi magnet tersendiri buatnya.

"Baik, Bang." Khanza kembali menangkup kedua tangannya di dada, saat Brian mengulurkan tangannya.

"Abang apa kabar?" tanyanya balik.

"Ehm. Di sini ada aku, ya. Jangan merasa dunia milik kalian berdua," goda Sheryl, satu matanya mengedip pada sang Abang.

Tatapan Brian tak mengelak, bahwa ia rindu, sangat merindu gadis di depannya.

"Seperti yang kamu lihat, Za." Dan panggilan itu masih sama.

Khanza mengangguk. Ia yang awalnya biasa saja, akhirnya menjadi canggung. Ditambah 'rese'sang sahabat.

"Tadi bukannya Abang sudah berangkat ke kantor? Kenapa sekarang ada di sini? Jangan bilang mengendus kedatangan Khanza, heh." Sejak dulu, Sheryl jagonya menggoda.

"Iya, ada berkas yang tertinggal." Pandangan Brian beralih sejenak dari Khanza, menoleh pada adiknya dengan sedikit melotot.

"Abang buru-buru?"

Brian menatap gadis itu lekat. Ia menelan salivanya keras. Pertanyaan Khanza seolah tak rela ditinggal pergi.

Sementara Sheryl beralih menatap sahabatnya. Tak paham apa maksud pertanyaan Khanza yang ditangkap sebagai bentuk keberatan.

"Kamu mau Abangku di sini terus? Kamu kangen, heh?" tanya Sheryl tiba-tiba. Tatapan heran dilayangkan pada Khanza.

"Eh, bukan begitu," sanggah Khanza cepat. Rona wajahnya kini bersemu merah. Bukan bahagia, melainkan perasaan malu. Ia salah tingkah.

(Sesion 2) Pernikahan di Atas Kontrak BisnisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang