keduapuluhsatu

1.4K 142 19
                                    

Hai guys. Gimana kabarnya? Maaf part ini agak lama. Kalo ini. Semoga tembus target lagi yaa. Bisa ngga 40+/50+? Hehehe. Love u.

Bantu temukan typo ya.

***

"Ali! Rara diculik!" Teriak Prilly dari luar. Ali yang mendengar langsung terkejut.

"Bagaimana bisa? Kamu kenapa ngga jaga dia sih tadi!" Ali terlihat sangat marah dan emosi. Prilly ikut menangis. Jika bisa, tadi dia langsung menggunakan kekuatannya. Sayangnya hal itu menjadi pantangan untuknya saat ini.

"Aku juga ngga tau. Tadi masih ada disini. Tapi aku ngeliat plat nomernya kok." Ucap Prilly masih dengan suara bergetarnya. Padahal menscan nomer plat sudah membuat sayapnya sedikit lebih rapuh.

"Buat apa nomer plat! Aku butuh anakku balik! Bukan mobil pencurinya!" Ali sangat emosi sudah tidak memikirkan apa-apa yang penting anaknya kembali.

"Plat mobilnya bisa kamu laporin ke polisi. Adakan polisi di bumi?"

"Udahlah. Penculikan kaya gini tuh harus nunggu 1x24 jam. Dan ini belom." Ali berkata sambil berjalan ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil. Dia rasa ini akan lebih efektif daripada menunggu 1x24 jam.

"Kamu mau nyari? Aku ikut ya?" Ucap Prilly yang cemas berusaha membujuk Ali agar dirinya boleh ikut.  Prilly ingin sekali menggunakan kekuatannya. Tapi hal ini benar-benar membahayakan nyawanya. Sayap yang patah akan lebih banyak dari biasanya.

Ali sudah siap dengan setelan jaket dan celana jeans, dia tak melarang Prilly. Maka, Prilly mencoba mengikuti dibelakang Ali yang membuka pintu mobil. Mereka sudah didalam mobil bersebelahan. Tidak ada percakapan.

"Li, aku akan memakai kekuatanku saja. Agar Rara mudah terdeteksi."

"Kamu gila!? Itu bikin kamu hilang perlahan. Kamu belom ketemu cinta sejati kamu!" Ali marah dengan ucapan Prilly. Wajahnya masih menengok ke arah depan, namun otaknya mendadak tidak fokus. Ali menepikan mobilnya. Dan terdiam sejenak untuk menenangkan pikirannya.

"Tapi gimana kalo aku yakin cinta sejatiku itu kamu." Cicit Prilly masih menunduk.

"Maaf, aku bukan ngga yakin, Prill. Tapi Aku takut kalo itu bukan aku. Nanti kamu ngga ada disamping aku lagi. Sekarang aku butuh kamu! Tolong jangan mikir aneh-aneh!" Kecam Ali sesekali melirik Prilly yang masih menunduk dan menangis.

"Aku udah minta tolong temen aku juga. Maaf aku tadi marah-marah. Kamu bener plat itu sangat perlu. Tadi aku emosi saja." Ali mengusap punggung Prilly. Tak seharusnya dia marah dengan Prilly. Bisa saja ini semua karena ada lawan perusahaannya dan mencoba merusak fokus Ali.

"Boleh aku minta nomer platnya? Biar nanti Bani yang ngelacak."

Ali menyodorkan handphone ke arah Prilly. Prilly menyambut dengan tangan bergetar dan mencoba mengetikkan nomor plat yang dia dapat. Kemudian mengembalikan handphone Ali.

Ali memandangi Prilly sekilas. Bukan hanya dia yang cemas tapi Prilly juga. "Halo, ban." Ali menyaut setelah panggilan terhubung dan menjelaskan singkat kronologi kepada Arbani. Kemudian Arbani juga segera mencari pelaku.

Jujur saja, Prilly merasa sangat bersalah. Dia memiliki feeling bahwa ini adalah kerjaan orang yang sama dengan kasus pembunuhan beberapa tahun silam.

"Li, gimana kasus pembunuhan itu? Apa ada laporan terbaru?"

"Li." Panggil Prilly lagi.

Kini mereka berdua menenangkan diri di pinggiran danau, jauh dari suasana sibuk perkotaan. "Hah?" Ali yang melamun, tersentak dengan panggilan Prilly.

[Bunda]dariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang