.
Hari Pertama masuk sekolah adalah hal umum bagi seluruh murid baru untuk mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa di sekolah baru mereka masing-masing. Kegiatan itu merupakan bagian wajib yang harus dirasakan para siswa sebelum mereka dapat menduduki bangku sekolah dengan tenang. MOS hanya berlangsung selama 3 hari, namun sudah menimbulkan ketakutan luar biasa di mata Shanad.
Gadis yang baru sebulan lalu dinyatakan Lulus dari Ujian Nasional, harus menghadapi hari-harinya kedepan dalam balutan seragam putih biru yang baru dilepasnya dari plastik bungkus. Rambut ikal hitamnya ia ikat dua dengan pita merah putih sesuai prosedur aturan MOS. Kaos kaki yang biasanya warna-warni, kini ia ganti dengan warna putih polos untuk menghindari razia kakak kelas yang mewajibkannya berseragam lengkap tanpa tambahan apapun diluar properti sekolah, termasuk dilarang memakai jam tangan sekalipun.
Tanpa menghabiskan sarapannya pagi ini, Shanad segera mengejar angkot yang kebetulan lewat depan rumahnya. Sebelum itu, ia berpamitan kepada ibunya dan meminta doa agar ia selamat dari cekaman bahaya MOS bayangannya.
“Bu, doain Shanad ya...Shanad takut.” katanya dengan suara manja, sambil mengamit tangan ibunya yang sudah sepuh untuk dicium.
“Iya kak, ibu doain kamu dari sini. Jangan nakal ya disekolah.” pesan ibunya menasehati, lalu mengelus rambut putrinya sambil membenarkan letak pita Shanad yang hampir melorot.
“Iya Bu, Shanad pamit dulu. Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam...” jawab ibunya sambil tersenyum dari kejauhan untuk putrinya yang sudah melaju jauh dengan angkutan. Ia berdoa, semoga putri yang dicintainya itu selalu dalam lindungan Tuhan. Atau paling tidak, ada seseorang berhati malaikat yang mau menjaga putrinya.Ù
“Eh, kamu kelas berapa?” tanya Shanad pada cowo disampingnya yang sama-sama terlambat. kebetulan angkot yang ditumpangi Shanad tadi mendadak mogok dan ia harus berganti angkutan dengan arah yang berbeda, dan sialnya semua angkutan pagi itu penuh tanpa menyisakan sedikit tempat untuk Shanad duduk. Alhasil ia harus menerima keterlambatan pertamanya di sekolah barunya. Ia mendengus keki, ketika satpam yang berjaga enggan memberinya masuk walaupun ia sudah memberikan alasan yang logis untuk diampuni dari keterlambatannya. Tapi dengan alasan apapun, siswa yang terlambat harus dihukum diluar sampai ada kakak OSIS yang menjemput mereka dan menggiring mereka ketengah lapangan untuk mendapat sanksi. Dan cowo disampingnya yang sama-sama terlambat malah berdiri cuek membelakanginya.
Shanad memang tak mengenalnya, tapi dari seragamnya yang belum memiliki badge lengkap, bisa ditebak cowo itu seangkatan dengan dirinya yang sama-sama terlambat dihari pertama MOS. Tapi Shanad lebih bersyukur kalau yang terlambat adalah seorang cewe dan bukannya cowo. Paling tidak jika sama-sama cewe ia bisa mengajaknya berkenalan atau sekedar basa-basi.
Shanad memilih duduk dibalok kayu sampingnya yang terasa lembab. Tanpa berminat sedikitpun mengajak cowo itu ikut duduk disampingnya.
Cowo itu memandangi sekeliling bangunan sekolah dengan mata tajam. Seolah sedang mencari celah lain untuknya menyusup. Dan benar saja dugaan Shanad, ia tersenyum dingin sambil menatap yakin tembok pendek yang puncaknya berkawat tajam.
“Lo mau ikut gue ngga, lewat situ?” tanya cowo itu sambil menunjuk tembok yang dimaksud dengan arah mata.
“Hah? gila aja...aku ngga mau ah,” tolak Shanad tegas. Ia takut rencana gila cowo itu akan menjerumuskannya dalam daftar siswa Blacklist.
“Lo yakin mau nungguin OSIS dateng nyamperin lo? Mereka ngga bakal nyamperin lo kali, mereka tuh sibuk. Percaya deh, mau lo tungguin sampe siang bolong juga ngga bakal dateng.” katanya meyakinkan Shanad. Shanad berpikir sekali lagi, bisa saja kata-kata cowo itu ada benarnya. Tak lama, Shanad menganggukan kepala tanda setuju.
“Udah ah, ayo!” cowo itu segera mencengkram tangan Shanad dan menariknya mendekati tembok yang letaknya menjauhi gerbang sekolah.
“Lo duluan.” Shanad terbelalak kaget ketika cowo itu menyuruhnya duluan melompati tembok berduri itu.
“Aku takut, kamu aja dulu.”
“Ya ngga mungkin lah, entar yang ngangkat lo dari bawah siapa?”
“Mmm...tapi kan aku pake rok.” jawab Shanad polos membuat tawa cowo itu hampir meledak.
“Emang gue bakal ngintip lo? Yaudah, gue duluan.” akhirnya cowo itu mengalah. Ia segera memanjat tembok pendek nan berduri itu dengan tangan kosong. Dan berhasil sampai dipuncaknya.
“Sekarang giliran elo, ini ngga setajem yang lo bayangin kok. Gue berani jamin.” lagi-lagi cowo itu berusaha meyakinkan Shanad yang langsung dibalas anggukan pasrah dari Shanad.
“Kaki mana dulu?” tanya Shanad ragu-ragu.
“Terserah, tapi lebih baik kanan dulu,” saran cowo itu yang segera dituruti Shanad. “Pegang tangan gue, yap, dikit lagi...”
Dan sampailah mereka berdua di puncak tembok sekolah dengan ilegal. Dari situ mereka bisa merasakan sapuan angin yang menerpa wajah mereka dan koridor sekolah yang terlihat sepi dibawah mereka.
“Ayo, keburu yang lain liat.” Cowo itu segera melompat turun dari tembok diikuti Shanad setelahnya.
“Kelas lo ada disana, lo duluan aja. Kalo bisa lari.” kata cowo itu sambil menunjuk arah koridor ke timur.
“Tapi kamu...”
“Udah, duluan aja, gue gampang.” Shanad mengangguk mengerti sambil berlari menuju arah yang ditunjuk cowo tadi. Lupa kalau ia harusnya tadi mengucapkan terimakasih terlebih dahulu.
“Ah, lupa!” sadarnya kemudian, tetapi ia memilih untuk bergegas menuju kelasnya.
Kalo aku ketemu dia lagi, aku akan bilang makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Neverending
RomanceTuhan tahu, Kita diciptakan bersama untuk berbagi takdir. Sepenuhnya aku, adalah bersamamu. Tuhan tahu, Menciptakanmu disisi ku tak sia-sia. Bumi tak akan dengan mudahnya terbelah walaupun dirimu jauh. Tuhan juga tahu, Bahwa cinta yang dimiliki seti...