Real Life

195 12 0
                                    

Kabar baik.
      Shanad dinyatakan lulus dari sekolah dan mendapat hasil NEM 51,25.
      Selamat atas kelulusannya. Tapi belum sampai disitu. Masih ada kabar baik selanjutnya.
      Ia diterima di salah satu Universitas swasta jurusan Komunikasi Jurnalistik di Jakarta.
      Dimana ada kabar baik, maka tak lepas dari kabar buruk.
      Kabar buruknya, setelah malam Prom Night Shanad jadi lebih pendiam dengan Dane. Dane  juga berubah canggung bila berbicara dengannya. Hubungan mereka menjauh. Entah Shanad yang menjauhinya, atau Dane duluan yang menjauh. Intinya, mereka tidak lagi berhubungan. Lost Contact!
      Shanad merasa bersalah telah menjauhi Dane. Mungkin Dane juga takut mendekatinya karena Shanad bersikap dingin kepadanya. Itulah alasan mengapa hubungan mereka meregang. Sudah 2 minggu ini Shanad tak bertemu dengan Dane lagi. Dan jujur, Ia sangat merindukannya.
      Shanad merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Ah, kasur itu juga pemberian dari Dane. Shanad tak bisa melupakan Dane dari bayangannya. Dane selalu ada dalam khayalannya kapanpun dan dimanapun Shanad berada. Sudah dua gelasnya pecah karena ia melamunkan Dane saat mencuci piring.
      Shanad menatap langit-langit kamarnya hampa. Lalu menyapu pandangan pada lemari baju. Shanad rindu gaunnya yang indah. Tubuhnya bangkit lalu membuka lemari. Gaun itu masih tersimpan walaupun sudah ada noda kotor di bawahnya. Shanad memandang gaun itu menerawang. Dilihatnya Jas hitam Dane menggantung disamping gaunnya.
      Oh iya! Aku lupa mengembalikan Jas hitam Dane.
      Sewaktu Shanad diantar pulang, suhu mendadak dingin. Shanad mengigil kedinginan sambil menahan tangis keluar dari matanya. Dane memakaikan Jas kepada Shanad ketika Shanad sampai rumah. Sebelum Shanad masuk rumah, Dane sempat memeluknya sebentar. Shanad seolah sedang dipeluk oleh kehampaan pada saat itu. Ia tak merasakan apapun. Dan sampai saat ini, Shanad belum mengembalikan Jas mahal milik Dane.
      Shanad segera menyambar Hoddie dan celana panjang lalu melesat mencari angkot. Ditangannya sudah ada kantung plastik berisi Jas hitam milik Dane. Shanad harus segera kerumah Dane. Walaupun ia sedikit takut jika harus berhadapan dengan Ayahnya Dane.
     Perjalanan kerumah Dane memakan waktu lama. Jalanan ibu kota bila sudah masuk siang bolong akan terasa macetnya. Apalagi ditambah hari weekend seperti sekarang ini. Waku yang biasanya hanya menghabiskan 20 menit perjalan, kini terasa seperti sejam perjalan. Jam menunjukkan pukul dua siang ketika Shanad turun dari angkot.
      Gerbang perumahan rumah Dane sudah terlihat. Ia hanya perlu berjalan 50 meter menuju rumah Dane dari gerbang komplek.
      Ting...Tong...
      Shanad menekan bel rumah Dane. Tidak ada sahutan didalamnya. Dari luar, rumah ini nampak sepi ditinggal penghuninya. Shanad menekan bel lagi berkali-kali. Tapi tetap saja, tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Ia tahu rumah Dane tidak memiliki pembantu. Jadi walaupun seisi rumah sedang pergi, tak ada satupun orang dirumah yang akan mengabarinya.
     “Mau cari siapa mbak?” tanya satpam komplek kepada Shanad. Shanad menoleh.
     “Dane nya kemana ya, pak?”
     “Oh, mas Dane sama mbak Dean tadi kebandara. Katanya mau nganterin mas Dane ke luar negri.” jawab satpam itu. Shanad mencerna kata Bandara dan kata Luar Negri dikepalanya.
      Jadi benar, bahwa Dane akan kuliah disana?
    “Yang bener pak?” tanya Shanad tak percaya. Satpam itu mengangguk.
    “Yaudah saya pergi dulu pak, makasih.” Shanad segera berlari keluar komplek. Mencari taksi menuju bandara.
      Shanad menghentikan sebuah taksi yang sedang menepi ke arahnya. Lalu masuk kedalamnya. Perasaannya sudah tak karuan. Shanad merasa dirinya bodoh. Benar-benar bodoh. Menyangka bahwa apa kata Dane waktu itu adalah bohong. Seharusnya ia tahu bahwa Dane serius. Bahkan ia belum mengucapkan selamat tinggal pada Dane. Shanad menaruh kantung plastik berisi jas Dane dipangkuannya. Itu benda terakhir Dane yang tertinggal dirumahnya. Shanad mendekapnya erat.
      Dan, jangan pergi dulu,

      Kumohon.....

Ù

Suasana Bandara Soekarno-Hatta sudah sangat ramai. Wajar saja, hari ini hari minggu. Penerbangan akan sangat dipadati saat musim liburan. Shanad mencari sosok Dane diantara ribuan pengunjung. Ia bahkan tidak tahu negara mana yang akan dituju Dane.
      Shanad berkeliling mengecek satu-satu jadwal penerbangan internasional. Entah dirinya lari kemana, yang jelas ia harus bertemu Dane. Shanad tak mau kehilangan Dane tanpa mengucapkan selamat jalan. Dane adalah sahabatnya. Sekaligus belahan hatinya.
     Shanad bertanya pada pramugari yang kebetulan lewat, menanyakan pesawat tujuan mana yang sebentar lagi akan lepas landas. Pramugari itu menjawab “Banyak dik, hampir 11 pesawat yang akan take off sebentar lagi.”
      Shanad kecewa dengan jawaban pramugari itu. 11 adalah pesawat apa saja?
      Shanad tak bisa menemukan sosok jangkung Dane yang tenggelam oleh lautan manusia di Bandara. Shanad putus asa. Ia menyerah. Dane mungkin sudah pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal padanya. Dane akan mengejar cita-citanya diluar negri. Dan Shanad akan mengejar cita-citanya tanpa Dane.
     “Kak Shanad?” suara Dean mengangetkan Shanad. Shanad memutar badan melihat Dean datang dengan dress vintage floral kesukaannya. Dress itu juga ia pakai ketika mereka kedufan waktu itu.
     “Dane mana? Udah berangkat?” tanya Shanad ketika tak melihat Dean bergelayut manja dilengan Dane. Dean datang sendiri.
     “Udah barusan.” kaki Shanad langsung lemas mendengarnya. Ia belum mengucapkan salam perpisahan pada Dane.
     “Oh, barusan ya.” jawab Shanad lemas.
     “Ada salam buat Kak Dane. Katanya jangan lupa makan.” ujar Dean membuat Shanad tersenyum sambil menerawang. Membayangkan Dane mengucapkan kata-kata itu dengan senyumnya yang menawan.
     “Oh iya, ini ada titipan buat Kak Shanad. Katanya dipake ya, pas kak Dane udah sampe di San Francisco.” Dean memberinya box berisi Handphone layar sentuh kepada Shanad. Shanad membukanya. Didalamnya sudah ada Handphone berwarna putih berisi tata cara pemakaiannya. Shanad tersenyum menatap itu.
     “Nanti aku ajarin deh, cara makenya. Ini ada kamera depannya. Jadi kak Shanad bisa pake skype-an sama kak Dane.” Dean menjelaskan. Tiba-tiba air mata Shanad menetes perlahan. Shanad menyekanya.
     “Kata kak Dane jangan nangis lagi. Kak Shanad jelek kalo lagi nangis.” Shanad tertawa mendengarnya. Air matanya makin banyak menetes.
     “Dane kuliah jurusan apa?” tanya Shanad berusaha tegar. Ia sudah berhenti menangis.
     “Ilmu Manajemen. Disuruh Papa.”
      Shanad mengangguk mengerti. “Tapi kan Dane ngga suka pelajaran Ekonomi sama Akuntansi?” Ia tahu walaupun Dane sangat suka Matematika,tapi Dane kepayahan dimata pelajaran Ekonomi dan Akuntansi. Nilainya dikelas 10 dulu untuk mata pelajaran itu selalu rendah. Ia tahu Dane terpaksa kuliah Jurusan Manajemen.
      Dean mengangkat bahu tak tahu. Shanad tersenyum ke arahnya.
     “Ini De, Jas Prom Dane lupa aku kembaliin kemarin, aku titip ini ya,” Shanad menyodorkan bungkusan plastik Jas Dane kepada Dean.
     “Ngga usah kak, kak Shanad simpen aja dulu, pasti kak Dane juga rela Jas itu disimpen dulu di kak Shanad.” ujar Dean. Shanad meletakkan kembali bungkusan Jas Dane dipangkuannya.
      Shanad menatap kerumunan orang yang sedang mengantri tiket. Entah apa yang sedang ia banyangkan. Tapi hatinya merasakan, betapa ia merindukan sosok Dane saat ini. Orang itu yang selalu menjaga Shanad selama enam tahun. Mengorbankan apapun yang ia punya untuk melindungi Shanad. Tanpa ia meminta balasan apapun dari Shanad.
      Cinta bukan menyangkut materi. Tapi cinta menyangkut seberapa banyak pengorbanan yang Dane berikan kepadanya. Shanad yakin suatu saat Dane akan mengatakan bahwa sebenarnya ia mencintai Shanad. Tak ada alasan khusus baginya untuk tak mencintai Shanad. Tuhan hanya memperlama pertemuan indah itu. Tuhan hanya memisahkan mereka sebentar.
      Detik ini. Shanad nyata berdiri tanpa Dane disisinya. Entah berapa lama Shanad mampu berdiri tanpa Dane.
      Shanad berjanji akan menunggunya pulang,
      Dan disaat hari itu tiba, ia akan menyatakan cintanya lagi.

Everlasting NeverendingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang